BINJAI, SUMUTPOS.CO – Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kota Binjai sudah mengetahui hasil putusan dr Ratna Milda Nasution, yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Negeri Kota Binjai. Demikian disampaikan Pelaksana Tugas Kepala BKD Kota Binjai, Rahmad Fauzi, ketika dikonfirmasi, beberapa waktu lalu.
“Ya, putusan oknum dokter tersebut sudah keluar,” ungkap Fauzi.
Fauzi pun mengatakan, pihaknya sudah menindaklanjuti vonis Ratna yang tersandung perkara tindak pidana penipuan dan penggelapan. Menurut dia, ancaman copot status Aparatur Sipil Negara (ASN) terhadap Ratna, butuh serangkaian proses.
“Tidak langsung. Namun, sekarang ini sudah naik itu berkasnya. Yang besangkutan pembebasan sementara dari PNS,” jelas Fauzi, yang merangkap jabatan sebagai Kepala Bidang Pendidikan Kilat BKD Kota Binjai.
Pembebasan sementara dimaksud, yakni oknum ASN di Dinas Kesehatan Kota Binjai tersebut, untuk sementara tidak menyandang status sebagai pegawai. Disoal copot status PNS, menurut Fauzi, pihaknya harus mengkaji lebih dulu. “Kalau memang kaitannya dengan aturan tugas dan wewenang, bisa lebih parah (ancaman sanksi). Ya, bisa jadi penyalahgunaan wewenang. Atas dasar itu (vonis hakim), makanya dibebastugaskan sementara dari PNS,” sebutnya.
Sebelumnya, JPU Benny Surbakti, menuntut 3 tahun penjara. Terdakwa didakwa JPU dengan pasal 378 subsider 372, dan akhirnya divonis 2 tahun penjara oleh majelis hakim. Oknum Kepala Puskesmas Pembantu di Kota Binjai ini, menjadi calo mengajak honorer di lingkup Pemko Binjai untuk mengubah status menjadi pegawai, dengan membayar sejumlah uang tunai, yang kemudian berbuntut penipuan hingga penggelapan.
Siska, seorang korban yang merupakan guru honorer, kenal dengan terdakwa di RSUD Djoelham Kota Binjai, dan ditawarkan masuk pegawai dari jalur khusus. Bahkan, korban mendapat keyakinan, lantaran melakukan sambungan telepon video dengan mantan Wali Kota Binjai berinisial HMI, selama 15 detik. Singkat cerita, Siska akhirnya merugi Rp124 juta, yang melakukan pengiriman 5 hingga 6 kali, dan mayoritas tujuan rekening atas nama terdakwa.
Korban lain, Ikhsan Nurdiawan, yang juga guru honorer, terlibat kerugian Rp105 juta, untuk melakukan kepengurusan pegawai jalur khusus tersebut. Begitu juga Sindy Amelia, yang dilibatkan terdakwa, dengan berangkat ke Jakarta, berdalih untuk mengambil SK PNS milik ayahnya, yang dijanjikan menempati posisi di lingkungan RSUD Djoelham Kota Binjai. (ted/saz)