PEMATANGSIANTAR, SUMUTPOS.CO – Kasus MFA (16) yang diduga dianiaya oknum polisi yang merupakan ayah kandungnya sendiri, Ipda PJSP, kini masih terus berlanjut. Namun kabarnya, Ipda PJSP, yang bertugas sebagai Kanit III Satuan Intelkam Polres Pematangsiantar ini mencabut laporannya pascaviral diberitakan sejumlah media.
Sontak pencabutan laporan itu mendapat tanggapan dari pengamat hukum yang menilai ada kejanggalan dalam kasus ini. Perhatian muncul dari Ranto Sibarani SH, seorang praktisi hukum yang getol menangani kasus anak dan HAM ini. Menurut Ranto, setiap laporan itu ada mekanisme tidak asal dicabut begitu saja.
“Dalam perkara pidana apalagi dalam delik aduan setiap pelapor memang berhak mencabut laporannya, tapi proses pencabutan perkara itu harus terlebih dahulu gelar perkara untuk membuktikan apa dasarnya dicabut, kalau lah laporan itu dicabut berdasarkan perdamaian ya itu mungkin baru layak untuk didamaikan,” ungkap Ranto Sibarani kepada wartawan, di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (18/10) sore.
Dijelaskan Ranto, untuk kasus ini yang anak korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) malah dijadikan tersangka, menurutnya ada yang tidak beres dalam penetapan kasus ini.
“Kenapa bisa sampai menjadi tersangka si anak, tentunya ada yang keliru. Seharusnya pihak kepolisian terutama di bagian pengawas penyelidikan (wasidik) bisa mengusut ini, ada yang tidak beres dalam penanganan ini terutama dalam penetapan tersangka si anak,” kecamnya.
Menurut Ranto lagi, pihak kepolisian tidak bisa asal mencabut laporan begitu saja. “Jadi tidak bisa asal cabut begitu saja harus ada pengawasan dalam penyelidikan ini, kan ada kabag wassidiknya yang bisa memeriksa, nah kalau dalam proses penyelidikannya tidak benar maka penyidiknya harus diproses,” tegasnya.
Bagi Ranto Sibarani, bila ini dibiarkan maka akan menjadi preseden buruk untuk institusi Polri dan sebagai jawaban dari tagar #percumalaporpolisi kian benar.
“Kalau kapolda serius dengan tagar ini maka penyidiknya bila perlu kapolresnya harus diperiksa, sebab ini aneh dengan penetapan status tersangka namun setelah viral malah mencabut laporannya,” sindirnya.
Seharusnya, tambahnya lagi, kalau tidak ada perdamaian tentu tidak bisa dicabut laporan tersebut. Maka Ranto heran apa dasarnya menetapkan si anak menjadi tersangka.
“Jadi dalam kasus ini harus ada yang diperiksa untuk pembuktian mana yang benar. Biarkan wassidik dan propam memeriksa kasus ini, karena menurut saya ada yang aneh dengan perkara ini. Bukan kita memvonis tapi demi mengetahui apa yang tidak beres biar lah yang berwenang memeriksa terlebih dulu kasus ini, tidak bisa serta merta cabut laporan begitu saja selesai, tapi harus gelar perkara dan ada dasarnya karena untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka juga harus ada gelar perkaranya,” pungkasnya.
Diketahui, Kapolres Siantar AKBP Boy Sutan Siregar dalam keterangannya di sebuah media mengakui kalau anggotanya di Satuan Intelkam itu sudah mencabut laporannya terkait kekerasan anak kandungnya terhadap dirinya. “Ini Pak Pitra sendiri sudah mencabut laporan pengaduannya kepada anaknya,” katanya. (man/azw)