26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Covid-19 Belum Kelar, Muncul NeoCoV yang Mematikan

SUMUTPOS.CO – Baru-baru ini, ilmuwan Tiongkok melaporkan temuan virus Neoromicia Capensis atau dikenal sebagai Neocov yang mereka klaim memiliki tingkat kematian dan penularan yang tinggi. Virus ini disebut dapat membunuh 1 dari 3 orang yang terinfeksi.

Para ilmuwan Tiongkok itu, pertama kali menemukan Neocov di antara kelelawar yang hidup di Afrika Selatan. Penelitian tersebut mengungkapkan, Neocov bukanlah merupakan varian baru coronavirus diseases (Covid-19) yang menyebabkan pandemi.

Virus ini justru merupakan kerabat dekat dari virus Middle East Respiratory Syndrome (MERS). Sebagai informasi, MERS merupakan virus yang merebak di Arab Saudi pada 2012. Virus ini menyebabkan demam, batuk, hingga gangguan pernapasan.

Menurut laporan Center for Disease Control and Prevention Amerika Serikat (CDC US), 3 atau 4 dari 10 pasien MERS dilaporkan meninggal dunia. The Gamaleya Research Institute of Epidemiology Kementerian Kesehatan Rusia mengatakan, penemuan Neocov merupakan bentuk mutasi alamiah yang terjadi pada sebuah virus.

Mutasi sebuah virus akan bergantung pada seberapa besar jumlah orang yang terdeteksi virus itu pada sebuah komunitas masyarakat tertentu. “Mutasi akan terjadi secara konstan. Dalam sebuah wilayah di mana terjadi 100 ribu kasus setiap bulannya, maka akan selalu ada varian yang terdeteksi. Namun, apabila kasus penularannya hanya 2.000-4.000, maka kita tidak akan pernah menemukan varian baru,” ungkap ahli dikutip dari Rusia Tass, Minggu (30/1).

Sebetulnya, komunitas peneliti pernah menemukan NeoCov pada sebuah studi yang dilakukan di wilayah utara dan tenggara Afrika Selatan pada 2017 silam. Namun, NeoCov saat itu hanya menjangkit mamalia dengan genus Neorimicia. Tidak hanya Afrika Selatan, peneliti tersebut juga menemukan Neocov di beberapa negara di Afrika seperti Uganda.

Meskipun demikian, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan bahwa virus NeoCoV ini masih perlu diteliti lebih lanjut. “Apakah virus yang terdeteksi dalam penelitian ini akan menimbulkan risiko bagi manusia akan memerlukan penelitian lebih lanjut,” kata WHO kepada Rusia Tass.

Virus ini bukanlah varian baru dari Covid-19 atau SARS-CoV-2, melainkan jenis baru virus Corona yang ditularkan melalui hewan. Nama lain dari NeoCoV adalah Neoromicia Capensis. “Hewan, khususnya satwa liar merupakan sumber lebih dari 75 persen dari semua penyakit menular yang muncul pada manusia, banyak di antaranya disebabkan oleh virus baru. Virus corona sering ditemukan pada hewan, termasuk pada kelelawar yang telah diidentifikasi sebagai reservoir alami virus. banyak dari virus ini,” ucap WHO.

Berdasarkan data WHO, sekitar 35 persen pasien yang terinfeksi MERS-CoV meninggal dunia.

Meskipun disebut kerabat genetik dari MERS-CoV dan sangat berpotensi menyerang manusia, namun sampai saat ini, masih belum ditemukan adanya kasus manusia yang terinfeksi dari virus NeoCoV.

Berdasarkan penelitian yang diunggah di bioRxiv oleh ilmuwan Tiongkok, virus ini dengan mudah dapat mengikat reseptor ACE 2 dalam sel kelelawar untuk menginfeksi hewan tersebut, tetapi tidak efisien untuk mengikat reseptor ACE 2 manusia kecuali terjadi mutasi baru. “NeoCoV dapat menggunakan reseptor ACE 2 pada kelelawar, tetapi mereka tidak dapat menggunakan reseptor ACE 2 manusia kecuali terjadi mutasi baru,” kata dr Shashank Joshi dari gugus tugas Covid di Maharashtra.

Tim peneliti juga menemukan, virus NeoCoV ini tak dapat dihancurkan oleh antibodi dari COVID atau MERS, dan bersifat zoonosis, artinya, ditularkan melalui hewan ke manusia. Penularan tersebut dapat terjadi secara kontak langsung ataupun tidak.(cnn/dth)

SUMUTPOS.CO – Baru-baru ini, ilmuwan Tiongkok melaporkan temuan virus Neoromicia Capensis atau dikenal sebagai Neocov yang mereka klaim memiliki tingkat kematian dan penularan yang tinggi. Virus ini disebut dapat membunuh 1 dari 3 orang yang terinfeksi.

Para ilmuwan Tiongkok itu, pertama kali menemukan Neocov di antara kelelawar yang hidup di Afrika Selatan. Penelitian tersebut mengungkapkan, Neocov bukanlah merupakan varian baru coronavirus diseases (Covid-19) yang menyebabkan pandemi.

Virus ini justru merupakan kerabat dekat dari virus Middle East Respiratory Syndrome (MERS). Sebagai informasi, MERS merupakan virus yang merebak di Arab Saudi pada 2012. Virus ini menyebabkan demam, batuk, hingga gangguan pernapasan.

Menurut laporan Center for Disease Control and Prevention Amerika Serikat (CDC US), 3 atau 4 dari 10 pasien MERS dilaporkan meninggal dunia. The Gamaleya Research Institute of Epidemiology Kementerian Kesehatan Rusia mengatakan, penemuan Neocov merupakan bentuk mutasi alamiah yang terjadi pada sebuah virus.

Mutasi sebuah virus akan bergantung pada seberapa besar jumlah orang yang terdeteksi virus itu pada sebuah komunitas masyarakat tertentu. “Mutasi akan terjadi secara konstan. Dalam sebuah wilayah di mana terjadi 100 ribu kasus setiap bulannya, maka akan selalu ada varian yang terdeteksi. Namun, apabila kasus penularannya hanya 2.000-4.000, maka kita tidak akan pernah menemukan varian baru,” ungkap ahli dikutip dari Rusia Tass, Minggu (30/1).

Sebetulnya, komunitas peneliti pernah menemukan NeoCov pada sebuah studi yang dilakukan di wilayah utara dan tenggara Afrika Selatan pada 2017 silam. Namun, NeoCov saat itu hanya menjangkit mamalia dengan genus Neorimicia. Tidak hanya Afrika Selatan, peneliti tersebut juga menemukan Neocov di beberapa negara di Afrika seperti Uganda.

Meskipun demikian, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan bahwa virus NeoCoV ini masih perlu diteliti lebih lanjut. “Apakah virus yang terdeteksi dalam penelitian ini akan menimbulkan risiko bagi manusia akan memerlukan penelitian lebih lanjut,” kata WHO kepada Rusia Tass.

Virus ini bukanlah varian baru dari Covid-19 atau SARS-CoV-2, melainkan jenis baru virus Corona yang ditularkan melalui hewan. Nama lain dari NeoCoV adalah Neoromicia Capensis. “Hewan, khususnya satwa liar merupakan sumber lebih dari 75 persen dari semua penyakit menular yang muncul pada manusia, banyak di antaranya disebabkan oleh virus baru. Virus corona sering ditemukan pada hewan, termasuk pada kelelawar yang telah diidentifikasi sebagai reservoir alami virus. banyak dari virus ini,” ucap WHO.

Berdasarkan data WHO, sekitar 35 persen pasien yang terinfeksi MERS-CoV meninggal dunia.

Meskipun disebut kerabat genetik dari MERS-CoV dan sangat berpotensi menyerang manusia, namun sampai saat ini, masih belum ditemukan adanya kasus manusia yang terinfeksi dari virus NeoCoV.

Berdasarkan penelitian yang diunggah di bioRxiv oleh ilmuwan Tiongkok, virus ini dengan mudah dapat mengikat reseptor ACE 2 dalam sel kelelawar untuk menginfeksi hewan tersebut, tetapi tidak efisien untuk mengikat reseptor ACE 2 manusia kecuali terjadi mutasi baru. “NeoCoV dapat menggunakan reseptor ACE 2 pada kelelawar, tetapi mereka tidak dapat menggunakan reseptor ACE 2 manusia kecuali terjadi mutasi baru,” kata dr Shashank Joshi dari gugus tugas Covid di Maharashtra.

Tim peneliti juga menemukan, virus NeoCoV ini tak dapat dihancurkan oleh antibodi dari COVID atau MERS, dan bersifat zoonosis, artinya, ditularkan melalui hewan ke manusia. Penularan tersebut dapat terjadi secara kontak langsung ataupun tidak.(cnn/dth)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/