25 C
Medan
Sunday, September 29, 2024

Lantai Basement Seberang Masjid Raya Kemarin sore.

Oleh: Ramadhan Batubara

Saya memilih menulis lantun ini di lantai basement sebuah pusat perbelanjaan di seberang masjid raya. Tidak bermaksud untuk apa-apa, hanya ingin mencari suasana baru saja. Dan, yang saya dapati ternyata sebuah keasyikan tak terduga.

SEBELUMNYA saya harus mengatakan kalau ada sedikit perubahan pada lantun kali ini dan lantun-lantun mendatang. Saya tak lagi berusaha untuk menerjemahkan sesuatu (seperti lantun-lantun sebelumnya) hingga mencoba memberikan solusi. Mulai saat ini saya hanya ingin bercerita. Bercerita tentang apa? Ya, tentu saja tentang Medan.

Semua ini berawal setelah kritik yang diberikan istri saya tentang lantun pekan lalu. Katanya, saya terlalu beronani; sibuk sendiri, nikmat sendiri, dan sok paten. Katanya, kenapa tidak membuat semacam catatan untuk Kota Medan? Catatan perjalanan, catatan harian, atau apalah yang bisa dinikmati orang lain. Ayolah, kata dia, tidak semua warga Medan bisa menikmati bahkan mengetahui kota ini.

“Berbagilah, ceritakan tentang yang kau alami di Medan. Kau kan baru empat tahun di sini, jadi kau masih bisa melihat mana yang bagus untuk ditulis dan mana yang tidak. Kalau orang yang sudah menahun di kota ini, dia sudah tak tahu lagi mana yang indah di kota ini. Semuanya sudah dianggap biasa,” begitu kata istri saya.

Betul juga. Buktinya, kini saya ada di lantai basement seberang Masjid Raya. Adakah pengarang atau penulis atau jurnalis yang pernah menulis di sini? He he he.

Bercerita soal basement (sebelumnya ingin saya tuliskan lantai bawah tanah, tapi karena yang tertulis di tempat ini adalah basement, ya sudah saya ikut saja) pasti bukan barang baru bagi kota terbesar di Sumatera ini. Nyaris setiap gedung pencakar langit yang ada di kota ini memiliki basement bukan? Biasanya, dijadikan tempat parkir. Lalu, apa menariknya? Itu dia yang ingin saya ceritakan.

Baiklah kita mulai dengan lokasi basement ini. Pertama, Anda harus menjalani Jalan Sisingamangaraja dulu. Lalu, setelah tiba di simpang empat Masjid Raya, perhatikan sebuah pusat perbelanjaan di seberangnya.

Dari pusat perbelanjaan ini ada sebuah jembatan penyeberangan ke Masjid Raya; sudut menarik untuk melihat keindahan masjid.

Pusat perbelanjaan ini tak berbeda dengan tempat lain. Dia menawarkan berbagai barang yang bisa membuat orang tergiur. Jangan peduli kan itu. Anda jalan saja menuju belakang, setelah mendapati barisan ATM, Anda akan melihat tangga ke bawah. Nah, di bawah itulah ruang yang saya maksud. Dan, di sinilah saya menulis untuk Anda. Di sebuah warung internet yang ber-AC dingin, tidak boleh merokok, dan menawarkan musik santai.

Yang menjadi pikiran saya, tempat ini kan bukan kawasan pendidikan atau mungkin perkantoran yang memang membutuhkan warung internet.

Kenapa disediakan warnet? Hm, mungkinkah untuk mendukung pariwisata, mengingat pusat perbelanjaan ini dekat dengan objek wisata Medan seperti Masjid Raya dan Istana Maimoon. Hingga, manajemen pusat perbelanjaan ini berpikir harus menyediakan fasilitas bagi pelancong yang harus segera berhubungan dengan koleganya di luar Medan; misalnya mengirim email dan foto.

Tapi, kan ada telepon genggam.

Dan, bukankah telepon genggam semakin pintar; soal internet bukan masalah lagi bukan? Lalu, jika memang manajemen pusat perbelanjaan ini berpikir harus, kenapa warnet ini diletakkan di lantai basement? Ah, terserahlah. Yang jelas, kini saya mengalami suasana yang berbeda sekali. Biasanya saya menulis lantun di kantor atau di rumah.

Sekian puntung rokok pun habis untuk menulis lantun. Kali ini saya di warnet yang letaknya cukup menggoda; basement. Ruang ber- AC yang tak memperbolehkan saya menyulut rokok. Ruang yang berkaca besar hingga mereka yang berada di barisan ATM bisa melihat jelas tingkah pola saya. Makin menggoda, basement di sebuah pusat perbelanjaan. Makin tambah bergairah, letaknya di seberang masjid raya. Bisa bayangkan kebahagiaan warnet ini ketika saya berhasil menemukannya? Ayolah, warnet (apalagi di basement) harus bersaing dengan masjid yang menjadi ikon kota dan pusat perbelanjaan ramai, bisakah dia menang? Entahlah, ada semangat yang muncul, seperti tak sabar menunggu hari Minggu agar ada ruang untuk saya menulis lagi. Ya, melaporkan pada Anda tentang sesuatu yang saya alami di Medan. Tunggulah…(*)

Oleh: Ramadhan Batubara

Saya memilih menulis lantun ini di lantai basement sebuah pusat perbelanjaan di seberang masjid raya. Tidak bermaksud untuk apa-apa, hanya ingin mencari suasana baru saja. Dan, yang saya dapati ternyata sebuah keasyikan tak terduga.

SEBELUMNYA saya harus mengatakan kalau ada sedikit perubahan pada lantun kali ini dan lantun-lantun mendatang. Saya tak lagi berusaha untuk menerjemahkan sesuatu (seperti lantun-lantun sebelumnya) hingga mencoba memberikan solusi. Mulai saat ini saya hanya ingin bercerita. Bercerita tentang apa? Ya, tentu saja tentang Medan.

Semua ini berawal setelah kritik yang diberikan istri saya tentang lantun pekan lalu. Katanya, saya terlalu beronani; sibuk sendiri, nikmat sendiri, dan sok paten. Katanya, kenapa tidak membuat semacam catatan untuk Kota Medan? Catatan perjalanan, catatan harian, atau apalah yang bisa dinikmati orang lain. Ayolah, kata dia, tidak semua warga Medan bisa menikmati bahkan mengetahui kota ini.

“Berbagilah, ceritakan tentang yang kau alami di Medan. Kau kan baru empat tahun di sini, jadi kau masih bisa melihat mana yang bagus untuk ditulis dan mana yang tidak. Kalau orang yang sudah menahun di kota ini, dia sudah tak tahu lagi mana yang indah di kota ini. Semuanya sudah dianggap biasa,” begitu kata istri saya.

Betul juga. Buktinya, kini saya ada di lantai basement seberang Masjid Raya. Adakah pengarang atau penulis atau jurnalis yang pernah menulis di sini? He he he.

Bercerita soal basement (sebelumnya ingin saya tuliskan lantai bawah tanah, tapi karena yang tertulis di tempat ini adalah basement, ya sudah saya ikut saja) pasti bukan barang baru bagi kota terbesar di Sumatera ini. Nyaris setiap gedung pencakar langit yang ada di kota ini memiliki basement bukan? Biasanya, dijadikan tempat parkir. Lalu, apa menariknya? Itu dia yang ingin saya ceritakan.

Baiklah kita mulai dengan lokasi basement ini. Pertama, Anda harus menjalani Jalan Sisingamangaraja dulu. Lalu, setelah tiba di simpang empat Masjid Raya, perhatikan sebuah pusat perbelanjaan di seberangnya.

Dari pusat perbelanjaan ini ada sebuah jembatan penyeberangan ke Masjid Raya; sudut menarik untuk melihat keindahan masjid.

Pusat perbelanjaan ini tak berbeda dengan tempat lain. Dia menawarkan berbagai barang yang bisa membuat orang tergiur. Jangan peduli kan itu. Anda jalan saja menuju belakang, setelah mendapati barisan ATM, Anda akan melihat tangga ke bawah. Nah, di bawah itulah ruang yang saya maksud. Dan, di sinilah saya menulis untuk Anda. Di sebuah warung internet yang ber-AC dingin, tidak boleh merokok, dan menawarkan musik santai.

Yang menjadi pikiran saya, tempat ini kan bukan kawasan pendidikan atau mungkin perkantoran yang memang membutuhkan warung internet.

Kenapa disediakan warnet? Hm, mungkinkah untuk mendukung pariwisata, mengingat pusat perbelanjaan ini dekat dengan objek wisata Medan seperti Masjid Raya dan Istana Maimoon. Hingga, manajemen pusat perbelanjaan ini berpikir harus menyediakan fasilitas bagi pelancong yang harus segera berhubungan dengan koleganya di luar Medan; misalnya mengirim email dan foto.

Tapi, kan ada telepon genggam.

Dan, bukankah telepon genggam semakin pintar; soal internet bukan masalah lagi bukan? Lalu, jika memang manajemen pusat perbelanjaan ini berpikir harus, kenapa warnet ini diletakkan di lantai basement? Ah, terserahlah. Yang jelas, kini saya mengalami suasana yang berbeda sekali. Biasanya saya menulis lantun di kantor atau di rumah.

Sekian puntung rokok pun habis untuk menulis lantun. Kali ini saya di warnet yang letaknya cukup menggoda; basement. Ruang ber- AC yang tak memperbolehkan saya menyulut rokok. Ruang yang berkaca besar hingga mereka yang berada di barisan ATM bisa melihat jelas tingkah pola saya. Makin menggoda, basement di sebuah pusat perbelanjaan. Makin tambah bergairah, letaknya di seberang masjid raya. Bisa bayangkan kebahagiaan warnet ini ketika saya berhasil menemukannya? Ayolah, warnet (apalagi di basement) harus bersaing dengan masjid yang menjadi ikon kota dan pusat perbelanjaan ramai, bisakah dia menang? Entahlah, ada semangat yang muncul, seperti tak sabar menunggu hari Minggu agar ada ruang untuk saya menulis lagi. Ya, melaporkan pada Anda tentang sesuatu yang saya alami di Medan. Tunggulah…(*)

Previous article
Next article

Artikel Terkait

Mahasiswi Dirampok Wanita Hamil

Jalan Pintas dari Kualanamu

Karya dan Kamar Mandi

Ya atau Tidak Sama Saja …

Terpopuler

Artikel Terbaru

/