JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan, pemerintah mencabut pelarangan ekspor minyak goreng, yang akan mulai berlaku pada Senin (23/5) mendatang. Hal ini setelah Pemerintah memantau kebijakan pelarangan ekspor setelah diterapkan beberapa waktu lalu.
“Saya memutuskan bahwa ekspor minyak goreng akan dibuka kembali pada senin 23 Mei 2022 meskipun ekspor dibuka pemerintah akan tetap mengawasi dan memantau dengan ketat,” kata Jokowi dalam siaran Youtube Sekretariat Presiden, Kamis (19/5).
Kepala negara menyampaikan, pihaknya akan tetap memantau agar kebutuhan minyak goreng dalam negeri terpenuhi. Serta tersedia dengan harga yang terjangkau. Jokowi menjelaskan, selama pelarangan ekspor minyak goreng dilakukan, terdapat penurunan harga rata-rata minyak goreng secara nasional.
Dia menyebut, sebelum pelarangan ekspor dilakukan pada April 2022 harga rata-rata nasional minyak goreng curah berkisar kurang lebih Rp 19.800. Setelah adanya pelarangan ekspor harga rata-rata nasional turun menjadi Rp 17.200 sampai dengan Rp 17.600.
“Penambahan pasokan dan penurunan harga tersebut merupakan usaha bersama-sama kita baik dari pemerintah, dari BUMN dan juga dari swasta. Walaupun memang ada beberapa daerah yang saya tahu harga minyak goreng yang masih relatif tinggi, tapi saya meyakini dalam beberapa minggu ke depan harga minyak goreng curah akan semakin terjangkau menuju harga yang kita tentukan karena ketersediaannya semakin melimpah,” ungkap Jokowi.
Pemerintah, kata Jokowi, akan melakukan pembenahan prosedur dan regulasi di badan pengelola dana perkebunan kelapa sawit agar terus disederhanakan dan dipermudah agar lebih adaptif dan solutif menghadapi dinamika pasokan dan harga minyak dalam negeri. “Sehingga masyarakat dapat dilindungi dan dipenuhi kebutuhannya,” tegasnya.
Di sisi lain, mengenai adanya dugaan pelanggaran dan penyelewengan dalam distribusi dan produksi minyak goreng, Presiden Jokowi memerintahkan aparat penegak hukum untuk terus mengusut kasus minyak goreng. Jokowi meminta para pelaku diproses hukum.
Jokowi menegaskan tidak ingin ada para pihak yang bermain-main terkait distribusi minyak goreng. Menurut Jokowi, hal itu dapat berdampak buruk terhadap kondisi masyarakat. “Saya tidak mau ada yang bermain-main, yang dampaknya mempersulit rakyat merugikan rakyat,” ujar Jokowi.
Menanggapi dibukanya kembali kran ekspor CPO dan turunannya oleh Presiden, Plt Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Veri Anggriono mengatakan, pihaknya akan segera menyiapkan aturan mengenai hal tersebut. Sebelumnya, aturan larangan ekspor dibuat berdasarkan Permendag No. 22-2022. “Setelah mendengar berita tersebut, kami langsung siapkan peraturannya,” kata Veri, Kamis (19/5).
Peraturan tersebut akan mengatur ketentuan pembukaan kembali ekspor CPO dan produk turunannya secara rinci. Namun demikian, Veri enggan menjelaskan lebih lanjut mengenai Permendag tersebut.
Sementara itu, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyambut baik keputusan Presiden Joko Widodo yang akan membuka keran ekspor CPO dan produk turunannya mulai Senin, 23 Mei 2022. Namun demikian, kebijakan tersebut berpotensi untuk menurunkan harga CPO global.
Sekretaris Jenderal Gapki Eddy Martono optimistis CPO dan produk turunannya dari Indonesia masih diminati pasar global. Hal itu karena permintaan minyak nabati dunia sedang tumbuh didorong oleh terbatasnya pasokan dari produsen utama.
Saat ini, harga CPO di pasar ekspor melonjak secara tahunan. Gapki mendata, rata-rata harga CPO setelah biaya logistik dan asuransi (cost, insurance, and freight/Cif) di Rotterdam, Belanda mencapai US$ 1.813 per ton per Maret 2022. Angka tersebut naik 62,45% dari harga CPO Cif Rotterdam per Maret 2021 senilai US$ 1.116 per ton.
Eddy mengatakan, pembukaan keran ekspor CPO bisa mempengaruhi harga global. Sebab, pembukaan ekspor akan menambah pasokan minyak nabati dunia. “Kemungkinan harga (CPO) internasional akan turun, walaupun mungkin tidak signifikan,” kata Eddy.
Negara Kehilangan Rp6 Triliun per Bulan
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, negara kehilangan potensi pendapatan sekitar Rp6 triliun setiap bulannya akibat larangan ekspor crude palm oil atau CPO dan turunannya. Hal tersebut disampaikan Sri Mulyani usai Rapat Kerja Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (Raker Banggar DPR) terkait persetujuan tambahan kebutuhan anggaran dalam merespons kenaikan harga komoditas, Kamis (19/5).
Penerimaan dari ekspor CPO menjadi salah satu pembahasan setelah Sri Mulyani dan Banggar DPR mendiskusikan penambahan anggaran untuk merespons tingginya harga komoditas. Pemerintah mengajukan penambahan anggaran untuk subsidi energi, kemudian DPR buka suara terkait larangan ekspor CPO yang menghilangkan potensi penerimaan negara. “Sekitar Rp6 triliun satu bulannya [potensi pendapatan yang hilang jika kebijakan larangan ekspor terus terjadi],” ujar Sri).
Dia pun menyatakan akan menyampaikan aspirasi dari sejumlah anggota DPR terkait CPO kepada menteri-menteri terkait dan kepada presiden. Pihaknya sendiri mengakui, kebijakan larangan ekspor memang mengurangi penerimaan negara dari sejumlah aspek. “Kami dari sisi Kementerian Keuangan sudah menyampaikan kalau CPO dan seluruh ekspor itu tetap dilakukan pelarangan setiap bulan berapa penerimaan kita turun dari pajak ekspor, pajak penghasilan [PPh], bea keluar, itu semuanya kami sampaikan laporannya sehingga termasuk tadi, ekspor kita kan menambah devisa, jadi seluruh kehilangan pendapatan itu kami sampaikan supaya bisa menjadi bahan untuk membuat keputusan,” katanya.
Indonesia sebagai salah satu eksportir terbesar CPO dunia menuai untung dari tingginya harga komoditas tersebut. Namun, polemik pengelolaan minyak goreng di dalam negeri membuat pemrintah memberlakukan larangan ekspor—meskipun harga minyak goreng belum turun signifikan setelah larangan itu berlaku. Di sisi lain, tingginya harga komoditas energi menyebabkan adanya selisih antara alokasi subsidi dengan biaya yang diperlukan. Pemerintah pun mengajukan tambahan anggaran subsidi energi Rp74,9 triliun, anggaran kompensasi energi Rp275 triliun, dan anggaran perlindungan sosial Rp18,6 triliun. (jpc/kps/bbs)