MEDAN, SUMUTPOS.CO – Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Peranginangin alias Cana, kini menyandang tiga status tersangka. Sebelumnya, mantan Ketua DPRD Kabupaten Langkat ini ditetapkan sebagai tersangka kasus suap oleh KPK dan kasus kerangkeng manusia oleh Polda Sumut. Terbaru, penyidik Gakkum KLHK Wilayah Sumatera menetapkan Cana menjadi tersangka atas kasus kepemilikan satwa dilindungi.
Kepala Balai Gakkum Wilayah Sumatra Subhan mengatakan, penetapan status ini didasarkan hasil gelar perkara antara pihaknya dengan Balai Besar Konservasi dan Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatra Utara dan Polda Sumatra Utara pada Rabu (8/6) lalu. “Saat ini tersangka merupakan tahanan KPK RI dalam perkara tindak pidana korupsi, sehingga penyidik Balai Gakkum KLHK akan berkoordinasi dengan KPK RI untuk dapat melanjutkan pemeriksaan Terbit Rencana Perangin-angin sebagai tersangka,” kata Subhan melalui keterangan tertulis, Kamis (9/6).
Sebelumnya diketahui, Cana memelihara berbagai jenis satwa dilindungi di kediaman pribadinya di Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, Sumatra Utara. Saat ini, barang bukti berupa satu ekor elang brontok (Spizaetus cirrhatus), dua ekor beo (Gracula religiosa), dua ekor jalak Bali (Leucopsar rothschildi), dan satu ekor monyet hitam Sulawesi (Cynopithecus niger) telah direhabilitasi di Pusat Penyelamatan Satwa Sibolangit. Sedangkan satu individu orang utan Sumatra (Pongo abelii) yang sebelumnya juga ditemukan di rumah Cana, kini direhabilitasi di Pusat Karantina Orangutan Sumatra.
Atas perbuatannya, Cana akan dijerat dengan Pasal 21 ayat (2) huruf a jo Pasal 40 ayat (2) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Dia terancam hukuman pidana penjara maksimal lima tahun dan denda maksimal Rp100 juta. “Saat ini penyidik masih terus berkoordinasi dengan Polda Sumut untuk menyempurnakan berkas perkara,” ujarnya.
Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, juru bicara keluarga Cana, Mangapul Silalahi menyebut, sebagian dari satwa yang ditemukan di rumah Cana memiliki izin atau legal. Satwa yang dimaksud adalah dua ekor beo (Gracula religiosa) dan dua ekor jalak Bali (Leucopsar rothschildi). Sedangkan orang utan Sumatra (Pongo abelii) dan monyet hitam Sulawesi (Cynopithecus niger), menurut Mangapul, merupakan titipan oknum. Akan tetapi, Mangapul enggan membeberkan identitasnya.
Yang jelas, menurut dia, orang utan itu sudah dititipkan ke Cana sejak dua atau tiga tahun lalu. Mangapul mengatakan, asal-usul satwa langka tersebut akan dibongkar bila nantinya kasus ini masuk dalam persidangan. “Dan itu bapak (Cana) hanya menerima titipan. Saya tidak bisa sebut namanya,” kata Mangapul beberapa waktu lalu.
Mangapul mengatakan, keluarga Cana sebenarnya paham bahwa orang utan merupakan satwa dilindungi. Namun, menurutnya, mereka cuma khilaf karena telah menerima titipan tersebut. “Soal monyet dan orang utan, itu adalah satwa dilindungi, kami paham. Tapi adakah perlakuan eksploitasi terhadap binatang tersebut? Saya pastikan tidak pernah. Karena itu sudah diperiksa,” kata Mangapul.
“Pernahkah ada dipertontonkan untuk menarik keuntungan? Itu tidak ada. Pernahkah diperniagakan? Itu tidak ada. Bahwa kekhilafan? Itu ya,” sambungnya.
Mangapul membantah bahwa orang utan itu berasal dari kalangan oknum TNI. Menurutnya, sejumlah unsur aparat terkait juga sudah datang untuk menelisik rumor yang beredar. “Tidak ada. Mabes TNI, intelijen TNI dari Jakarta dan segala macam, terakhir dari Kasdam Bukit Barisan datang kemari kami jawab semua. Informasi dari mana itu. Sampai kemudian ada rekomendasi yang menyebut beberapa oknum anggota di situ, saya kira konfirmasi tidak ada. Silakan. Bahkan justru kami ingin tahu,” katanya.
Seperti diketahui, Cana dan lima orang lainnya terjerat kasus suap proyek infrastruktur dengan barang bukti uang tunai Rp786 juta oleh KPK. Kasus suap ini tidak hanya menguak keberadaan sejumlah lelaki dalam kurungan kerangkeng besi di rumah pribadi Cana yang kemudian diduga merupakan praktik perbudakan dengan modus panti rehabilitasi narkoba. Melainkan juga mengungkap keberadaan berbagai satwa dilindungi, termasuk orangutan Sumatra yang berstatus kritis (Critically Endangered) versi International Union for Conservation of Nature (IUCN).
Infomasi keberadaan satwa-satwa tersebut kemudian disampaikan KPK ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Pada Selasa (25/1/2022), KPK kembali menggeledah rumah Cana. Saat itulah petugas Balai Besar Konservasi dan Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatra Utara bersama Balai Gakkum Wilayah Sumatra serta dibantu Yayasan Orangutan Sumatra Lestari-Orangutan Information Center (YOSL-OIC) datang ke lokasi. Kedatangan mereka bertujuan menjemput satwa-satwa dilindungi yang bertahun-tahun dipelihara Cana tanpa tersentuh hukum tersebut.
Satu orang utan yang ditemukan di rumah Cana kini sudah dibawa ke Pusat Karantina dan Rehabilitasi Orangutan di Batu Mbelin, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deliserdang, Sumatra Utara. Sedangkan satwa lainnya dibawa ke Pusat Penyelamatan Satwa Sibolangit. Menurut Founder YOSL-OIC Panut Hadisiswoyo, orang utan yang ditemukan berjenis kelamin jantan.
Usianya diperkirakan 15 tahun dan berbobot 25 kilogram. Walau kondisi kesehatannya relatif baik, orang utan itu mengalami infeksi pada bagian gusi. “So far sehat-sehat saja. Tapi ada infeksi gusi. Katanya sudah dua tahun dipelihara,” kata Panut beberapa waktu lalu.
Panut mengapresiasi otoritas terkait karena menyita satwa-satwa dilindungi dari rumah Cana. Panut menduga orang utan tersebut berasal dari praktik perburuan liar yang kemudian diperdagangkan. Panut juga menduga bahwa satwa orang utan selama ini turut menjadi alat transaksi dalam praktik suap atau gratifikasi di kalangan pejabat. Untuk itu, dia meminta aparat bersungguh-sungguh mengusut tuntas asal-usulnya.
“Kami meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan beserta penegak hukum mengusut tuntas asal-usulnya. Karena satwa-satwa dilindungi kadang menjadi objek gratifikasi oleh oknum-oknum tertentu,” kata Panut.
Menurut Panut, keberadaan orang utan di rumah pribadi Cana menjadi bukti masih ada oknum pejabat negara yang hobi memelihara satwa dilindungi. “Karena itu kami mendesak penegak hukum untuk memproses oknum-oknum yang memelihara satwa dilindungi agar ada efek jera,” katanya.
Lima jenis satwa yang ditemukan di kediaman Cana tergolong dilindungi oleh Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Undang-undang ini secara rinci melarang orang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa-satwa dilindungi. Ancamannya berupa pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100 juta. (dtc/bsc/bbs/adz)

