JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Tragedi berdarah di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo menemui puncaknya. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo secara resmi mengumumkan Irjen Ferdy Sambo sebagai tersangka kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua. Tim Khusus menduga Sambo memerintahkan penembakan yang menghilangkan nyawa brigadir Yosua, sopir dari istrinya Putri Candrawathi.
SAYANGNYA, motif dari pembunuhan terhadap Brigadir Yosua itu masih gelap. Belum terjawab apakah motif Sambo hingga mampu dengan keji merampas nyawa dari Yosua yang menjadi anak buahnya selama bertahun-tahun. Yang bahkan, berbagai pesan dari Putri Candrawathi menunjukkan kedekatan kekeluargaannya dengan Yosua.
Selain Sambo, tiga tersangka lainnya telah disebutkan sebelumnya. Yakni, asisten rumah tangga bernama Kuat, Bharada E atau Richard Eliezer dan Brigadir Kepala Ricky Rizal (RR). Saat kejadian penembakan itu diketahui keempatnya berada di ruang yang sama saat Brigadir Yosua telah tergeletak di lantai.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan bahwa setelah menempuh berbagai proses secara scientific crime investigation (SCI), dengan olah tempat kejadian perkara, autopsi yang dilakukan Kedokteran Forensik, pendalaman CCTV dan handphone oleh Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) dan tindakan ilmiah lainnya. “Serta memeriksa para saksi,” terangnya.
Dari hasil pemeriksaan terhadap saksi Bharada E, Bripka R, KM asisten rumah tangga, AR, P dan Irjen Sambo, ditemukan kesesuaian bahwa tidak ada peristiwa tembak menembak. Tim Khusus menemukan bahwa peristiwa yang sebenarnya terjadi adalah penembakan terhadap Brigadir Yosua. “Penembakan itu dilakukan Bharada E atas perintah Irjen Sambo yang menyebabkan meninggal dunia,” paparnya.
Untuk membuat kejadian seolah-olah tembak menembak, Sambo lantas mengambil senjata milik Brigadir Yosua. Oleh Sambo senjata itu ditembakkan ke arah dinding berkali-kali. “Apakah Sambo terlibat langsung dalam penembakan, masih didalami dari saksi,” terangnya.
Dengan semua itu, bila sebelumnya hanya terdapat tiga tersangka yakni, Bharada E, Bripka R, dan KM. Maka, Hari ini (9/8) setelah gelar perkara, Tim Khusus memutuskan untuk menetapkan Sambo sebagai tersangka. “Untuk pasal yang menjerat nanti akan dijelaskan Kabareskrim,” ujarnya.
Terkait motif yang memicu kejadian pembunuhan terhadap Brigadir Yosua, dia mengatakan bahwa masih dilakukan pendalaman. Termasuk terhadap Putri Cadrawathi, istri dari Sambo. “Untuk pelanggaran kode etiknya dan pidana lain yang ditemukan nanti dijelaskan ,” urainya.
Begitu pula terkait kronologi awal, dimana disebutkan terjadinya pelecehan seksual terhadap Putri Cadrawathi. Sigit menjelaskan bahwa untuk motif ini akan didalami terhadap saksi-saksi dalam peristiwa tersebut. Memang saat ini belum bisa disimpulkan. “Yang pasti, motif ini memang pemicu utamanya,” ujarnya.
Dia juga menyoroti soal siapa yang membuat kronologi awal berupa pelecehan seksual yang diakhiri dengan tembak-menembak. “Kami mendalami soal kronologi yang disebut dibuat oleh penasehat ini,” tuturnya.
Sementara Kabareskrim Komjen Agus Andrianto menjelaskan, setelah memeriksa secara marathon terhadap Bharada E, akhirnya muncul pengakuan. Pengakuan tersebut yang kemudian mengungkap tabir untuk tersangka lainnya. “Terungkap pula terjadinya penembakan, bukan tembak-menembak,” jelasnya.
Dengan begitu ditetapkanlah empat tersangka yang telah disebutkan Kapolri. Tersangka Irjen Sambo berperan menyuruh dan membuat skenario seolah-olah terjadi tembak menembak. Lalu, Bharada E menembak Brigadir Yosua dan dua orang lainnya membantu serta, menyaksikan penembakan yang terjadi di rumah dinas mantan Kadivpropam. “Itu peran keempatnya,” terangnya.
Setelah pemeriksaan terhadap keempatnya, akhirnya penyidik menjeratnya dengan pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 dan Pasal 56. Pasal 340 merupakan pasal pembunuhan berencana. Agus menuturkan, untuk ancaman hukuman maksimalnya berupa hukuman mati, hukuman penjara seumur hidup atau penjara selama-lamanya 20 tahun.
Proses Kode Etik
Sementara Irwasum Polri Komjen Agung Budi Maryoto mengatakan, Tim Khusus ini selama satu minggu pertama bekerja memang terasa tidak bergerak. Hal itu dikarenakan ada ketidakprofesionalan dan pengambilan barang bukti pendukung dalam kasus tersebut. “Kami dapat informasi intelijen soal pengambilan CCTV dan lainnya,” jelasnya.
Karena itu, lanjutnya, Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) membuat surat perintah gabungan untuk memeriksa 56 personel Polri.
Dari jumlah tersebut, bila sebelumnya ditemukan 25 personel yang diduga melakukan pelanggaran kode etik. Kini jumlahnya bertambah menjadi 31 personel yang diduga tidak profesional dengan merusak tempat kejadian perkara (TKP). “Bertambah enam orang personel diduga melanggar kode etik,” ujarnya.
Dari 31 personil yang melanggar kode etik tersebut, sebelas diantaranya telah berada ditempat khusus. Tiga orang perwira tingginya ditempat khususnya di Mako Brimob Kelapa Dua. “Satu bintang dua dan dua bintang satu,” jelasnya kemarin.
Menurutnya, seperti halnya pemeriksaan terhadap Bharada E, saat diperiksa kode etik diketahui adanya pidana. Maka, nantinya untuk 31 personel tersebut, bila ditemukan adanya tindakan pidana, akan diserahkan ke Bareskrim. “Bripka RR juga demikan, ada pidana diserahkan,” terangnya kemarin. (idr/jpg)