JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pengacara Bripka Ricky Rizal (RR), Erman Umar mengungkap, Ferdy Sambo masih garang waktu diperiksa penyidik sehingga Bripka Ricky sampai takut di pemeriksaan konfrontasi. Erman sampai harus melakukan psywar atau perang psikologi dengan Sambo. Sikap garang Ferdy Sambo saat diperiksa polisi ini seperti mengisyaratkan Sambo seolah-olah masih memiliki pengaruh kuat di tubuh Polri.
Erman Umar tidak memungkiri, Bripka Ricky masih takut terhadap Sambo yang pernah menjadi atasannya. Momen itu diketahui saat terjadi pemeriksaan dengan metode konfrontasi. Saat itu, penyidik kepolisian mempertemukan kelima tersangka untuk diuji alibi masing-masing terkait kasus dugaan pembunuhan Brigadir Joshua. “Kan nggak bisa dihindari juga psikologi, dia takut sama Sambo. Kan sewaktu konfrontasi itu, Sambo masih ada garang-garangnya kan,” tutur pengacara Bripka Ricky Rizal kepada wartawan, Rabu (7/9).
Di sisi lain, Erman juga mengaku melakukan psywar atau perang psikologis dengan Ferdy Sambo. Dia mengatakan Sambo sempat memperhatikannya secara detail. Erman menganggap Sambo sedang mencari tahu soal sosoknya. “Melihat saya, begini Sambo (menirukan gestur melihat sinis). Mungkin dia menyelidik, kan selama ini dia cuma menyiapkan pengacara Bharada RE. Sekarang dilihat, ‘wah, gaya juga pakai jas’,” katanya soal sikap garang Ferdy Sambo saat diperiksa polisi.
“Bisa juga dari mata dia ‘jangan-jangan bahaya ada dua nih’. Kan bisa saja kan, secara psikologi, matanya melihat saya seperti menyelidik juga. Makanya saya menantang juga. Tapi lama-lama ya pelan terus,” tambahnya seperti dikutip PojokSatu (Jawa Pos Group), Jumat (9/9).
Sementara itu, keluarnya Bripka Ricky dari skenario licik Sambo dan berani melawan mantan Kadiv Propam Polri ini diungkap oleh pengacaranya Erman Umar kepada wartawan. Erman Umar mengungkap alasan Bripka Ricky berbalik arah dari skenario licik Ferdy Sambo. Hal itu tak terlepas dari dukungan keluarga Bripka Ricky. “Ya mungkin mendengar-dengar berita yang jelek terhadap berita Sambo ini, akhirnya dia minta. Ya karena berita-berita rekayasa ini berkembang. Mereka nggak mau. Karena keluarga mereka ini keluarga polisi semua,” kata Erman.
Dia mengatakan beberapa anggota keluarga Bripka Ricky bekerja menjadi abdi negara sebagai anggota polisi dan TNI. Sementara ayah Bripka Ricky pernah menjabat Kapolsek. Meski begitu, dia tidak memungkiri, Bripka Ricky masih takut terhadap Sambo yang pernah menjadi atasannya.
Diketahui, Bripka Ricky Rizal diperiksa menggunakan lie detector terkait kasus dugaan pembunuhan Brigadir Joshua Hutabarat. Bareskrim menyatakan Bripka Ricky jujur. Dan ini sejalan dengan sikap Bripka Ricky yang sudah keluar dari scenario Sambo.
Erman Umar mengaku sudah meyakini kliennya akan jujur dalam pemeriksaan. Dia mengaku sudah memberi wejangan agar Bripka Ricky jujur dalam kasus ini. “Saya yakin dia akan memberikan keterangan yang jujur pada saat dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan lie detector tersebut, karena saya ingatkan dia jika tidak jujur akan mempersulit dia atau memberatkan dia sendiri,” kata Erman.
Harusnya Jadi Saksi
Pengacara Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Erman Umar menilai, kliennya seharusnya tidak dijadikan tersangka dalam kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J Menurutnya, Ricky tidak memiliki unsur kesengajaan maupun niat untuk membunuh Yosua. “Kalau menurut, saya sebenarnya posisi klien saya RR ini saksi. Pertama, dia tidak punya mens rea untuk disuruh,” kata Erman kepada wartawan, Jumat (9/9).
Menurut Erman, Bripka Ricky sudah menceritakan rangkaian peristiwa yang menimpa Brigadir J dari saat di Magelang, Jawa Tengah, hingga detik-detik penembakan. Disebut Erman, awalnya Ricky ditanya Sambo mengenai peristiwa yang terjadi di Magelang. Ricky menjawab tidak mengetahui pasti. Lalu Sambo mengatakan, jika istrinya Putri Candrawathi telah dilecehkan oleh Yosua.
Setelah itu, Sambo sempat menanyakan kepada kliennya tentang kesiapan menembak Yosua saat tiba di Rumah Jalan Saguling, Jakarta Selatan. “Kamu berani nembak Yosua? Dia (Ricky) bilang saya nggak berani Pak, saya nggak kuat, nggak berani Pak. Ya sudah kalau gitu kamu panggil Richard,” kata Erman.
Ricky kemudian bersama Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E mengantar anaknya Sambo untuk bersekolah di Taruna Nusantara. Namun, di tengah jalan Bharada E ditelepon oleh Putri untuk kembali. Usai tiba di rumah Magelang, Ricky hanya melihat pertengkaran antara Kuat Ma’ruf dan Yosua. Kuat saat itu mengaku melihat Yosua naik turun tangga ke kamar Putri, namun saat ditanya malah kabur. Sehingga Kuat memiliki pikiran negatif kepada Yosua, tapi Ricky tidak tahu apakah memang telah terjadi pelecehan atau tidak.
Ricky kemudian melihat Yosua berusaha menemui Putri di kamar namun ditahan oleh Kuat yang memegang pisau. Sesangkan Putri dalam posisi menangis di dalam kamar. “Akhirnya kan si RR ini jadi bingung. Jadi nggak tahulah. Makanya dia nggak bisa bicara sama Pak Sambo. Masuk ke ruang Ibu, akhirnya kan dia melihat juga ibu ya, ibu di kamar, berbaring di kamar,” jelas Erman.
Ricky kemudian bertanya kepada Yosua tentang apa yang terjadi. Yosua menjawab tidak tahu, dan bingung karena Kuat marah-marah. Setelah itu Yosua disuruh menemui Putri karena sebelumnya Putri sudah menanyakan keberadaan Yosua.
Pertemuan Yosua dan Putri terjadi di dalam kamar. Sedangkan Ricky menunggu di luar. Sehingga tidak tahu isi pembicaraan di dalam. Usai keluar Yosua mengatakan kepada Ricky tidak ada sesuatu yang terjadi. “Tadi kan kalau pertama dia (Yosua) bilang si Kuat marah-marah nggak karuan. Kalau sekarang ditanya ‘udah nggak ada apa-apa kok bang’,” kata Erman menirukan percakapan Yosua dan Ricky.
Setelah itu, semua orang kembali ke Jakarta. Saat di rumah dinas Duren Tiga, Ricky yang berada di luar rumah bersama Yosua dipanggil Kuat masuk ke dalam atas perintah Sambo. Yosua masuk terlebih dahulu, Ricky menyusul karena harus membuka sepatu terlebih dahulu.
Setibanya di dalam rumah, Ricky menyaksikan sudah terjadi penembakan kepada Yosua. “Pada saat kejadian dia melihat, entah berapa kali dia sudah nggak ingat, apakah tiga kali Richard menembak, Sambo agak ke samping, si Kuat-nya di belakang Sambo, si Ricky posisinya agak di belakang Richard,” pungkas Erman.
Bripka Ricky Sempat Terima Rp1 M
Pengacara Bripka Ricky Rizal, Erman Umar juga membebarkan, kliennya sempat menerima uang Rp1 miliar dari Ferdy Sambo. Uang itu diterima usai peristiwa pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Namun, Erman membantah jika uang tersebut sebagai imbalan karena membantu proses pembunuhan. Kliennya pun tak tahu sebelumnya, jika akan diberi uang tersebut. “Inikan setelah skenario Pak Sambo menyampaikan bahwa ini ada uang, tetapi kalimatnya dalam BAP (Ricky) yang saya baca itu karena kalian sudah menjaga ibu,” jelas Erman.
Uang tersebut diterima Ricky beberapa hari usai pembunuhan terjadi. Sedangkan sebelum pembunuhan, tidak ada percakapan antara Sambo dan Ricky terkait pemberian uang sebagai imbalan membunuh Yosua. Uang yang diberikan itupun sudah diambil lagi oleh Sambo dari tangan Ricky. “Sudah diambil lagi sama Pak Sambo karena seolah-olah untuk perkembangan kasusnya lihat nanti,” pungkas Erman.
Kejagung Kembalikan Berkas Putri
Kejaksaan Agung (Kejagung) RI mengembalikan berkas tersangka Putri Chandrawathi ke penyidik Direktorat Reserse Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri. Jaksa menilai berkas tersebut belum lengkap. Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana mengatakan, berkas Putri diterima pada Senin (29/8). Dan dikembalikan ke penyidik pada Kamis (8/9).
“Hari ini akan dikembalikan ke penyidik Tipidum Bareskrim Polri,” kata Ketut saat dihubungi, Jumat (9/9).
Penyidik diminta untuk melengkapi berkas perkara tersebut. Jaksa juga menyertakan petunjuk yang harus diikuti oleh penyidik. Diketahui, 5 orang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Mereka adalah Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E, Brigadir Kepala Ricky Rizal (RR), Irjen Pol Ferdy Sambo (FS), KM, dan yang terbaru adalah Putri Chandrawathi.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 340 tentang Pembunuhan Berencana subsider Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan juncto Pasal 55 dan 56 KUHP dengan ancaman hukuman mati atau seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun. (jpc)