29 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

CERI Berharap Bharada E Bisa Mendapatkan Keadilan

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Bila tidak ada aral melintang, Rabu (25/1) hari ini, Bharada Richard Eliezer (Bharada E) bersama penasihat hukumnya akan mengajukan pembelaan atau pledoi. Namun demikian, sejumlah masyarakat masih bingung terhadap tuntutan yang diberikan Jaksa Penuntut Umum kepada Bharada E.

Padahal Bharada E merupakan Justice Colaborator (JC) yang justru membuka kotak pandora hingga kasus dan rekayasa untuk menutupi kasus pembunuhan mendiang Brigadir Polisi Nofriansyah Yosua Hutabarat terbongkar.

Terkait hal ini, Direktur Eksekutif CERI Yusri Usman bertanya kepada Praktisi Hukum DR. Augustinus Hutajulu SH. CN. MHum, tentang tuntutan 12 tahun terhadap Eliezer, sang Justice Collaborator yang mendapat simpati dan dukungan masyarakat luas itu.

“Augustinus mengatakan bahwa sejak dakwaan, sudah heran dengan surat dakwaan yang banyak menggunakan istilah hukum secara sembarangan, misalnya menyebut pistol ‘milik’ terdakwa Eliezer serta terdakwa lain bukan istilah senjata dinas atau senjata yang digunakan. Padahal semua pistol itu adalah milik negara cq. Kepolisian RI, dengan kata lain mereka itu tidak pernah membeli senjata api atau memiliki Buku Pemilikan Senjata Api,” kata Yusri Usman dalam rilisnya, Rabu (25/1).

Lalu, kata Yusri mencontohkan perkataan Agustinus, dalam Surat Tuntutan (Requisitoir), JPU memandang terdakwa Eliezer memenuhi unsur ‘dengan sengaja’ dalam pasal 340 KUHP karena memandang Eliezer menghendaki dan mengetahui risiko dari tindakannya.

Dengan kata lain, JPU menganggap Eliezer memenuhi unsur dengan sengaja sebagai maksud (opzet als oogmerk) yang mensyaratkan menghendaki dan mengetahui (willens en wetens) perbuatan maupun akibatnya, dalam hal ini penembakan dan kematian dari Brigadir Yosua.

“Saya heran, karena jelas dalam persidangan terungkap fakta baik dalam kesaksiannya maupun keterangannya sebagai terdakwa, Eliezer mengatakan dia sangat ketakutan mendapat perintah dari Ferdy Sambo dan skenarionya. Di persidangan selaku saksi mahkota untuk terdakwa Kuat Ma’ruf dan Bripka Ricky Rizal, Eliezer menjelaskan alasan dia tidak berani menolak perintah Ferdy Sambo untuk menembak Brigadir Y. Eliezer mengaku takut bernasib sama seperti Yosua. Kepada Majelis Hakim, Richard mengatakan, ‘Takut Yang Mulia’. “Kenapa takut,” timpal Hakim,” jelasnya.

Kemudian, lanjutnya, di persidangan Eliezer mengatakan dia sampai berdoa di toilet saat baru menerima perintah di rumah Saguling. “Saya berdoa, ‘Tuhan kalau bisa ubah pikirannya biar nggak jadi’, karena saya takut harus cerita kepada siapa lagi saya beraninya hanya berdoa,” ujar Eliezer.

Lanjut Augustinus, menurut Pasal 51 Ayat 2 KUHP, ‘perintah jabatan tanpa wewenang, tidak menyebabkan hapusnya pidana, kecuali jika yang diperintah, dengan itikad baik mengira bahwa perintah diberikan dengan wewenang, dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkup pekerjaannya’.

“Jadi menurut saya, pastilah Eliezer menganggap perintah itu berdasarkan wewenang, lalu dengan itikad baik melaksanakannya karena dia hanya diajarkan untuk siap melaksanakan bukan untuk menilai perintah atasan,” kata Augustinus.

“Hemat saya, Eliezer yang juga oleh JPU sendiri dipandang sebagai orang jujur, dengan pendidikan yang hanya diajarkan untuk siap melaksanakan perintah atasan, patutlah mengira bahwa perintah yang diberikan Ferdy Sambo itu adalah dengan wewenang dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkup pekerjaannya makanya ia diperintah untuk itu. Eliezer tidak bisa disamakan dengan Bripka RR yang lebih senior 9 jenjang di atas Bharada Eliezer. Dengan demikian, bahkan seandainya tanpa status sebagai JC pun, JPU harus berani menuntut agar Eliezer tidak dijatuhi pidana,” jelas Augustinus.

Yusri Usman mengatakan masyarakat tentulah berharap para penasihat hukum Eliezer mampu dengan baik mengungkapkan semua fakta-fakta dan argumentasi yang meringankan bagi Eliezer.

Di atas segalanya itu, seluruh masyarakat pendamba keadilan sangatlah berharap kiranya Majelis Hakim dengan segala kewibawaan hukum dan kebebasannya memberi putusan tidak memidana Eliezer. Maka pertanyaannya pantaskah Eliezer dituntut 12 tahun?

“Setidaknya hakim dapat memberi putusan yang terbaik baginya sehingga untuk ke depan, orang tidak merasa sia-sia untuk menjadi Justice Collaborator dan agar orang selalu memilih kejujuran di atas segalanya,” tutup Yusri Usman. (rel/dek)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Bila tidak ada aral melintang, Rabu (25/1) hari ini, Bharada Richard Eliezer (Bharada E) bersama penasihat hukumnya akan mengajukan pembelaan atau pledoi. Namun demikian, sejumlah masyarakat masih bingung terhadap tuntutan yang diberikan Jaksa Penuntut Umum kepada Bharada E.

Padahal Bharada E merupakan Justice Colaborator (JC) yang justru membuka kotak pandora hingga kasus dan rekayasa untuk menutupi kasus pembunuhan mendiang Brigadir Polisi Nofriansyah Yosua Hutabarat terbongkar.

Terkait hal ini, Direktur Eksekutif CERI Yusri Usman bertanya kepada Praktisi Hukum DR. Augustinus Hutajulu SH. CN. MHum, tentang tuntutan 12 tahun terhadap Eliezer, sang Justice Collaborator yang mendapat simpati dan dukungan masyarakat luas itu.

“Augustinus mengatakan bahwa sejak dakwaan, sudah heran dengan surat dakwaan yang banyak menggunakan istilah hukum secara sembarangan, misalnya menyebut pistol ‘milik’ terdakwa Eliezer serta terdakwa lain bukan istilah senjata dinas atau senjata yang digunakan. Padahal semua pistol itu adalah milik negara cq. Kepolisian RI, dengan kata lain mereka itu tidak pernah membeli senjata api atau memiliki Buku Pemilikan Senjata Api,” kata Yusri Usman dalam rilisnya, Rabu (25/1).

Lalu, kata Yusri mencontohkan perkataan Agustinus, dalam Surat Tuntutan (Requisitoir), JPU memandang terdakwa Eliezer memenuhi unsur ‘dengan sengaja’ dalam pasal 340 KUHP karena memandang Eliezer menghendaki dan mengetahui risiko dari tindakannya.

Dengan kata lain, JPU menganggap Eliezer memenuhi unsur dengan sengaja sebagai maksud (opzet als oogmerk) yang mensyaratkan menghendaki dan mengetahui (willens en wetens) perbuatan maupun akibatnya, dalam hal ini penembakan dan kematian dari Brigadir Yosua.

“Saya heran, karena jelas dalam persidangan terungkap fakta baik dalam kesaksiannya maupun keterangannya sebagai terdakwa, Eliezer mengatakan dia sangat ketakutan mendapat perintah dari Ferdy Sambo dan skenarionya. Di persidangan selaku saksi mahkota untuk terdakwa Kuat Ma’ruf dan Bripka Ricky Rizal, Eliezer menjelaskan alasan dia tidak berani menolak perintah Ferdy Sambo untuk menembak Brigadir Y. Eliezer mengaku takut bernasib sama seperti Yosua. Kepada Majelis Hakim, Richard mengatakan, ‘Takut Yang Mulia’. “Kenapa takut,” timpal Hakim,” jelasnya.

Kemudian, lanjutnya, di persidangan Eliezer mengatakan dia sampai berdoa di toilet saat baru menerima perintah di rumah Saguling. “Saya berdoa, ‘Tuhan kalau bisa ubah pikirannya biar nggak jadi’, karena saya takut harus cerita kepada siapa lagi saya beraninya hanya berdoa,” ujar Eliezer.

Lanjut Augustinus, menurut Pasal 51 Ayat 2 KUHP, ‘perintah jabatan tanpa wewenang, tidak menyebabkan hapusnya pidana, kecuali jika yang diperintah, dengan itikad baik mengira bahwa perintah diberikan dengan wewenang, dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkup pekerjaannya’.

“Jadi menurut saya, pastilah Eliezer menganggap perintah itu berdasarkan wewenang, lalu dengan itikad baik melaksanakannya karena dia hanya diajarkan untuk siap melaksanakan bukan untuk menilai perintah atasan,” kata Augustinus.

“Hemat saya, Eliezer yang juga oleh JPU sendiri dipandang sebagai orang jujur, dengan pendidikan yang hanya diajarkan untuk siap melaksanakan perintah atasan, patutlah mengira bahwa perintah yang diberikan Ferdy Sambo itu adalah dengan wewenang dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkup pekerjaannya makanya ia diperintah untuk itu. Eliezer tidak bisa disamakan dengan Bripka RR yang lebih senior 9 jenjang di atas Bharada Eliezer. Dengan demikian, bahkan seandainya tanpa status sebagai JC pun, JPU harus berani menuntut agar Eliezer tidak dijatuhi pidana,” jelas Augustinus.

Yusri Usman mengatakan masyarakat tentulah berharap para penasihat hukum Eliezer mampu dengan baik mengungkapkan semua fakta-fakta dan argumentasi yang meringankan bagi Eliezer.

Di atas segalanya itu, seluruh masyarakat pendamba keadilan sangatlah berharap kiranya Majelis Hakim dengan segala kewibawaan hukum dan kebebasannya memberi putusan tidak memidana Eliezer. Maka pertanyaannya pantaskah Eliezer dituntut 12 tahun?

“Setidaknya hakim dapat memberi putusan yang terbaik baginya sehingga untuk ke depan, orang tidak merasa sia-sia untuk menjadi Justice Collaborator dan agar orang selalu memilih kejujuran di atas segalanya,” tutup Yusri Usman. (rel/dek)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/