26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Jamaah Haji Indonesia Terlantar, Berikut Kesaksian Petugas Haji Daerah Asal Sumut

MAKKAH, SUMUTPOS.CO – Ribuan jamaah haji Indonesia dikabarkan terlantar di Muzdalifah, Rabu (28/6/2023). Mereka menunggu bus jemputan dengan duduk di tepian jalan sambil terjemur terik matahari di tengah lapangan pada suhu yang mencapai 42 derajat celcius, tanpa ada makanan dan minuman yang minim.

Menurut Petugas Haji Daerah (PHD) asal Sumatera Utara (Sumut) Dr Aswan Jaya, peristiwa ini terjadi karena penjemputan jamaah sedikit tersendat. Berikut kesaksian Aswan Jaya dalam keterangan tertulisnya yang diterima SumutPos.co, Jumat (30/6/2023) malam.

Aswan Jaya mengatakan, pelaksanaan wukuf di Arafah berlangsung dengan baik. Seluruh rangkaian ibadah mulai dari khutbah Arafah dan wukuf, berlangsung dengan khidmat dari maktab masing-masing, makan dan minum tercukupi dengan baik.

Di muzdalifah, diakui Aswan, memang penjemputan sedikit tersendat sehingga menguras energi para jamaah, karena cuaca sangat panas. “Soal makan malam saat di Muzdalifah memang tidak ada, tetapi jamaah sudah makan malam di Arafah. Sedangkan, minuman di Muzdalifah sesungguhnya cukup, bahkan kalau dilihat kasat mata minuman berserakan,” terangnya.

Memang, lanjut Aswan, tidak ada serapan pagi di Muzdalifah, sebab asumsinya sarapan disediakan di Mina. Tetapi disebabkan penjemputan tersendat hingga siang hari, menyebabkan banyak jamaah terutama lansia yang tidak kuat menahan suhu panas dan harus terus antrean menunggu jemputan yang tersendat.

“Alhamdulillah seluruh jamaah terbawa ke Mina walau sampai tengah hari. Masing-masing kloter memiliki tenaga medis untuk terus mengantisipasi jamaah yang kelelahan dan beberapa jatuh pingsan. Tetapi semua cepat ditangani. Kalau ada petugas kesehatan yang mengeluhkan soal itu, berarti petugas tersebut tidak bekerja sesuai tugasnya sebagai tim kesehatan haji Indonesia,” ujarnya.

Selanjutnya, Aswan juga menepis kabar yang menyebutkan, jamaah mengeluhkan fasilitas tenda yang tidak layak di Mina. Sebab, satu tenda yang sebetulnya berkapasitas maksimal 200 orang, ternyata untuk satu kloter atau sekitar 450 orang. “Sangat disayangkan, informasi yang dinyatakan salah satu anggota DPD RI itu adalah hoax yang sangat besar. Sebab, setiap kloter jumlahnya hanya 360 jamaah dan masing-masing kloter mendapatkan 3-4 tenda. Jadi, tidak mungkin sampai 460 jamaah pertenda, gak masuk akal berita itu,” tegas Wakil Ketua DPD PDI Perjuangan Sumut ini.

Dia juga menyebutkan, jamaah yang tidur di luar tenda, itu bukan jamaah yang terlantar. Tetapi jamaah itu sendiri yang memilih tidur di luar disebabkan lebih nyaman. “Sebab harus diakui, satu tenda yang diisi oleh puluhan orang, sebanyak-banyaknya 65 orang, tentu bagi jamaah yang tak terbiasa hidup berjamaah dan sederhana, pastilah akan tidak nyaman menghadapi situasi itu,” ungkapnya.

“Padahal sudah dinyatakan dalam Alquran bahwa haji itu ibadah fisik yang membutuhkan kemampuan fisik itu sendiri sehingga benar-benar harus istitoah, membutuhkan kesabaran dan keikhlasan,” imbuhnya.

Namun begitu, Aswan mengakui, memang terjadi berbagai dinamika selama pelaksanaan puncak haji. Namun, dinamika itu masih sangat wajar dan dalam dimaklumi karena di tengah ratusan ribu bahkan jutaan jamaah haji yang berkumpul dalam waktu yang bersamaan di tempat yang sama. “Pastilah ada dinamika dan berbagai hal yang mungkin tidak diharapkan, karena itu kesabaran dan keikhlasan menjadi kunci mendapatkan haji yang Mabrur. Semoga seluruh jemaah mendapatkan haji yang Mabrur,” harapnya.

Sebagai evaluasi, kata Aswan, untuk pelaksanaan ibadah haji tahun depan, pemerintah harus selektif betul dalam membuat standar istitoah jamaah haji sesuai dengan perintah Allah dan Rasulullah. (adz)

MAKKAH, SUMUTPOS.CO – Ribuan jamaah haji Indonesia dikabarkan terlantar di Muzdalifah, Rabu (28/6/2023). Mereka menunggu bus jemputan dengan duduk di tepian jalan sambil terjemur terik matahari di tengah lapangan pada suhu yang mencapai 42 derajat celcius, tanpa ada makanan dan minuman yang minim.

Menurut Petugas Haji Daerah (PHD) asal Sumatera Utara (Sumut) Dr Aswan Jaya, peristiwa ini terjadi karena penjemputan jamaah sedikit tersendat. Berikut kesaksian Aswan Jaya dalam keterangan tertulisnya yang diterima SumutPos.co, Jumat (30/6/2023) malam.

Aswan Jaya mengatakan, pelaksanaan wukuf di Arafah berlangsung dengan baik. Seluruh rangkaian ibadah mulai dari khutbah Arafah dan wukuf, berlangsung dengan khidmat dari maktab masing-masing, makan dan minum tercukupi dengan baik.

Di muzdalifah, diakui Aswan, memang penjemputan sedikit tersendat sehingga menguras energi para jamaah, karena cuaca sangat panas. “Soal makan malam saat di Muzdalifah memang tidak ada, tetapi jamaah sudah makan malam di Arafah. Sedangkan, minuman di Muzdalifah sesungguhnya cukup, bahkan kalau dilihat kasat mata minuman berserakan,” terangnya.

Memang, lanjut Aswan, tidak ada serapan pagi di Muzdalifah, sebab asumsinya sarapan disediakan di Mina. Tetapi disebabkan penjemputan tersendat hingga siang hari, menyebabkan banyak jamaah terutama lansia yang tidak kuat menahan suhu panas dan harus terus antrean menunggu jemputan yang tersendat.

“Alhamdulillah seluruh jamaah terbawa ke Mina walau sampai tengah hari. Masing-masing kloter memiliki tenaga medis untuk terus mengantisipasi jamaah yang kelelahan dan beberapa jatuh pingsan. Tetapi semua cepat ditangani. Kalau ada petugas kesehatan yang mengeluhkan soal itu, berarti petugas tersebut tidak bekerja sesuai tugasnya sebagai tim kesehatan haji Indonesia,” ujarnya.

Selanjutnya, Aswan juga menepis kabar yang menyebutkan, jamaah mengeluhkan fasilitas tenda yang tidak layak di Mina. Sebab, satu tenda yang sebetulnya berkapasitas maksimal 200 orang, ternyata untuk satu kloter atau sekitar 450 orang. “Sangat disayangkan, informasi yang dinyatakan salah satu anggota DPD RI itu adalah hoax yang sangat besar. Sebab, setiap kloter jumlahnya hanya 360 jamaah dan masing-masing kloter mendapatkan 3-4 tenda. Jadi, tidak mungkin sampai 460 jamaah pertenda, gak masuk akal berita itu,” tegas Wakil Ketua DPD PDI Perjuangan Sumut ini.

Dia juga menyebutkan, jamaah yang tidur di luar tenda, itu bukan jamaah yang terlantar. Tetapi jamaah itu sendiri yang memilih tidur di luar disebabkan lebih nyaman. “Sebab harus diakui, satu tenda yang diisi oleh puluhan orang, sebanyak-banyaknya 65 orang, tentu bagi jamaah yang tak terbiasa hidup berjamaah dan sederhana, pastilah akan tidak nyaman menghadapi situasi itu,” ungkapnya.

“Padahal sudah dinyatakan dalam Alquran bahwa haji itu ibadah fisik yang membutuhkan kemampuan fisik itu sendiri sehingga benar-benar harus istitoah, membutuhkan kesabaran dan keikhlasan,” imbuhnya.

Namun begitu, Aswan mengakui, memang terjadi berbagai dinamika selama pelaksanaan puncak haji. Namun, dinamika itu masih sangat wajar dan dalam dimaklumi karena di tengah ratusan ribu bahkan jutaan jamaah haji yang berkumpul dalam waktu yang bersamaan di tempat yang sama. “Pastilah ada dinamika dan berbagai hal yang mungkin tidak diharapkan, karena itu kesabaran dan keikhlasan menjadi kunci mendapatkan haji yang Mabrur. Semoga seluruh jemaah mendapatkan haji yang Mabrur,” harapnya.

Sebagai evaluasi, kata Aswan, untuk pelaksanaan ibadah haji tahun depan, pemerintah harus selektif betul dalam membuat standar istitoah jamaah haji sesuai dengan perintah Allah dan Rasulullah. (adz)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/