MEDAN, SUMUTPOS.CO – Mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Jabiat Sagala melalui tim kuasa hukumnya, Parulian Siregar dan Hutur Irvan Pandiangan mendatangi Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut), Senin (31/7) sore.
Kedatangan tim kuasa hukum Jabiat Sagala tersebut, mempertanyakan tindak lanjut pertanggung jawaban secara hukum dari Bupati Samosir periode Februari 2016 hingga Februari 2021, Rapidin Simbolon (RP) selaku penanggung jawab Gugus Tugas Covid-19 di Kabupaten Samosir.
“Kami mempertanyakan kepada Kejati Sumut terkait laporan dan pengaduan atas adanya indikasi terjadinya dugaan tindak pidana korupsi pada Penyalahgunaan Dana Belanja Tidak Terduga Penanggulangan Bencana Non-Alam dalam Penanganan Covid-19 Status Siaga Darurat Tahun 2020 di Kabupaten Samosir pada 17 Maret 2020 sampai 31 Maret 2020,” ungkap Parulian Siregar.
Sebab, kata dia, RP dinilai bertanggung jawab atas dugaan korupsi yang menjerat Jabiat Sagala, dikarenakan Ketua DPD PDIP Sumut tersebut yang membuat Surat Keputusan (SK) Tentang Status Siaga Darurat di Kabupaten Samosir, pada 17 Maret 2020 sampai 31 Maret 2020.
“Oleh karena itu, kami meminta agar Kejati Sumut berlaku adil dalam menegakkan hukum dan tidak memilah-milah dengan memproses laporan dan pengaduan yang kami sampaikan pada tanggal 30 Agustus 2022 lalu, dan telah diterima oleh PTSP Kejati Sumut,” tegasnya.
“Laporan kami terkait Dugaan Korupsi pada Penyalahgunaan Dana Belanja Tidak Terduga Penanggulangan Bencana Non-Alam Dalam Penanganan Covid-19 Status Siaga Darurat pada Tahun 2020 di Kabupaten Samosir yakni pada 17 Maret 2020 sampai 31 Maret 2020,” sambungnya.
Dikatakan Parulian, hal itu juga berdasarkan sebagaimana dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumut di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan Reg.Nomor : 28/Pid.Sus-TPK/2022/PN Mdn atas nama terdakwa Drs Jabiat Sagala.
“Dalam dakwaan JPU, dana siaga darurat penanggulangan bencana non alam penanganan Covid-19 sebesar Rp1.880.621.425, yang mana bersumber dari Anggaran untuk Belanja Tidak Terduga (BTT) APBD Kabupaten Samosir TA 2020 sebesar Rp3 miliar yang ditempatkan dalam Anggaran Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) sebagai Satuan Kerja Perangkat Keuangan Daerah (SKPKD) atau Bendahara Umum Daerah (BUD) tidak sesuai dengan peruntukan Dana Belanja Tidak Terduga,” jelasnya.
Menurutnya, anggaran untuk BTT APBD Kabupaten Samosir TA 2020 sebesar Rp3 miliar dipergunakan untuk status tanggap darurat bukan siaga darurat, sehingga bertentangan dengan ketentuan Peraturan Bupati (Perbup) Samosir Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pedoman Pengelolaan Belanja Tidak Terduga yakni Pasal 5 Ayat (1), (2), (3), (4) dan (5).
“Hal itu sesuai dengan pertimbangan majelis hakim tingkat pertama maupun putusan MA,” katanya.
Dalam amar putusannya, sambungnya, majelis hakim yang menyatakan, bahwa perbuatan Jabiat Sagala dalam jabatan maupun kedudukannya selaku Ketua Pelaksana dalam Penanggulangan Covid-19 di Samosir Tahun 2020 dalam pengelolaan penggunaan dana tak terduga penanggulangan bencana non-alam percepatan penanganan Covid-19 yang dilakukan Tidak Ada Kajian atau Penilaian untuk menentukan status siaga darurat Covid-19 di Kabupaten Samosir dan hingga tanggal 21 Juni 2020.
“Dan belum ada penduduk Kabupaten Samosir yang terkonfirmasi Covid-19 dan status wilayah Kabupaten Samosir dikategorikan dalam zona hijau, sehingga tidak pernah dilakukan lockdown di Samosir,” sebutnya.
Selain itu, kata dia, bahwa berdasarkan dari konstruksi hukum yang diuraikan oleh JPU dalam surat dakwaan dan tuntutannya, serta pertimbangan hukum majelis hakim terhadap Jabiat Sagala untuk menentukan status siaga darurat Covid-19 di Samosir, adalah kewenangan dan tanggung jawab dari RP yang pada saat itu menjabat sebagai Bupati Samosir.
“Hal itu sesuai dengan SK Nomor 88 Tahun 2020 Tentang Penetapan Status Siaga Darurat Bencana Non Alam Covid-19 di Kabupaten Samosir, SK Nomor: 89 Tahun 2020 Tentang Gugus Tugas
Percepatan Penanganan Covid-19 di Kabupaten Samosir, SK Nomor: 103 Tahun 2020 tentang Penggunaan Belanja Tidak Terduga Untuk Pencegahan Dan/Atau Penanganan Covid-19 di Kabupaten Samosir,” urainya.
Ditegaskan Parulian, hal ini juga telah diterangkan RP ketika dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan, yang mengeluarkan SK Nomor: 88 Tahun 2020, SK Nomor: 89 Tahun 2020 dan SK Nomor: 103 Tahun 2020.
“Sehingga tidak tepat secara hukum apabila atau seandainya terdapat kesalahan dalam menentukan status siaga darurat covid-19 di Kabupaten Samosir bukanlah menjadi tanggung jawab atau kewenangan dari klien kami yakni Jabiat Sagala, akan tetapi yang bertanggung jawab dan memiliki kewenangan mengeluarkan status siaga darurat Covid-19 adalah Bupati Samosir RP,” tegasnya.
Oleh karenanya, seharusnya Bupati Kabupaten Samosir saat, turut patut diminta pertanggung jawaban secara hukum dalam perkara tersebut.
“Berdasarkan fakta-fakta yang ada, kami meminta agar Kejati Sumut dapat memproses laporan dan pengaduan tersebut dan segera menindaklanjuti proses hukum terhadap Rapidin Simbolon selaku penanggungjawab Gugus Tugas Covid-19 di Samosir Tahun 2020,” pungkasnya, seraya menegaskan akan terus memantau perkembangan laporan tersebut, dan apabila belum ditindaklanjuti, pihaknya akan membawa massa ke Kejati Sumut untuk menggelar aksi dan akan melaporkan kasus tersebut ke Kejagung RI.
Sementara itu, Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara melalui Kasi Penkum Yos A Tarigan membenarkan telah menerima laporan tersebut.
“Terkait surat tersebut benar ada diterima. Dan pasti surat tersebut telah dipelajari oleh jaksa yang ditunjuk untuk mempelajarinya. Apa hasilnya nanti, akan kita cek kembali,” tandasnya. (man/azw)