JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kementerian Agama (Kemenag) segera tancap gas membahas persiapan haji 2024. Diawali dengan pelaporan penyelenggaraan haji 2023 ke DPR. Kemudian langsung disusul pembahasan biaya haji tahun depan. Penetapan biaya haji 2024 bisa lebih cepat, karena Arab Saudi sudah menetapkan kuota haji Indonesia tahun depan.
Persiapan penyelenggaraan haji 2024 itu disinggung Menag Yaqut Cholil Qoumas di Jakarta, kemarin (29/8). Dia mengatakan sebelum membahas haji 2024, mereka lebih dahulu melaporkan penyelenggaraan haji 2023 ke DPR. “Kita akan lapor ke DPR tanggal 31 Agustus besok lusa,” katanya usai membuka Jakarta Plurilateral Dialogue 2023.
Setelah laporan penyelenggaraan haji 2023 itu diterima DPR, baru melangkah pada pembahasan penyelenggaraan haji 2024. Seperti yang sudah-sudah, pembahasan penyelenggaraan haji 2024 diawali dengan usulan biaya haji dari Kemenag.
Jika rencana tersebut berjalan sesuai dengan waktu yang ditetapkan, pembahasan haji 2024 lebih cepat dibandingkan dengan haji 2023. Pasalnya untuk penyelenggaraan haji 2023, Kemenag baru menyampaikan usulan biaya haji pada pertengahan Januari 2023.
Saat itu Kemenag mengusulkan total biaya haji sebesar Rp 98,8 jutaan per jamaah. Dari biaya itu, ongkos haji yang ditanggung jamaah diusulkan Rp69 jutaan per jamaah. Tetapi akhirnya diputuskan jauh di bawah usulan tersebut.
Waktu itu Kemenag baru bisa mengusulkan biaya di Bulan Januari, karena menunggu kepastian kuota haji dari Arab Saudi. Sementara untuk haji tahun depan, Arab Saudi sudah mengumumkan kuota haji 2024. Tahun depan kuota haji Indonesia sebanyak 221 ribu jemaah.
Soal biaya haji tahun depan, Yaqut belum menyampaikan komentarnya. Dia hanya menegaskan bahwa, dengan kuota yang sudah ditetapkan sejak awal itu, persiapan haji 2024 bisa dilakukan sejak dini. Termasuk juga dengan masa pelunasan ongkos haji 2024 nanti.
Pada kesempatan itu, Yaqut juga mengomentari wacana haji dibatasi cukup satu kali saja. Yaqut menuturkan di dalam Islam, haji memang diwajibkan satu kali seumur hidup. “Itupun jika mampu. Namun usulan (haji cukup satu kali) harus dikaji,” katanya.
Dia mengatakan kajian tersebut penting. Mengingat antrian haji saat ini memang sudah sangat panjang. Yaqut mengatakan jika menggunakan pertimbangan antrian haji yang panjang, aturan pembatasan haji cukup satu kali saja itu tepat.
Namun dia mengatakan di antrian yang panjang itu, juga ada yang sudah berhaji. Jadi orang yang sudah berhaji, juga ikut antri seperti orang yang belum pernah berhaji. Dia menegaskan soal haji cukup sekali, perlu dilakukan kajian secara terpisah.
Sementara itu, Konjen RI di Jeddah Yusron B Ambary mengatakan, masih ada 26 jamaah haji Indonesia yang berada di Saudi. Mereka dirawat karena sakit dan berada di sejumlah rumah sakit di sana. “Sebanyak 12 orang di rumah sakit di Madinah, 11 orang di Mekkah, dan 3 di Jeddah,” ujarnya saat dihubungi, kemarin (29/8).
Yusron memastikan, para jamaah tersebut terus didampingi oleh tim KJRI. Begitu pula nanti ketika proses pemulangan. Mereka akan diantarkan secara bertahap sesuai dengan izin dari rumah sakit. “Untuk proses pemulangan mereka masih menunggu clearance dari rumah sakit,” sambungnya.
Setibanya di Tanah Air, mereka dijemput tim Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU). Namun sebelumnya, mereka akan diobservasi oleh Pihak kantor kesehatan pelabuhan (KKP) Bandara Soekarno Hatta. Apabila dinyatakan sehat maka jemaah melanjutkan perjalanan pulang ke keluarganya. Jika tidak, maka akan dirujuk ke Rumah Sakit Haji Pondok Gede untuk pemulihan.
Operasional haji 1444 H dinyatakan berakhir oleh Menag Yaqut Cholil Qoumas pada 5 Agustus 2023. Saat itu, tercatat masih ada 77 jemaah haji Indonesia yang dirawat di RSAS Arab Saudi. Sampai dengan hari ke 24 pasca penutupan operasional haji, ada 35 jemaah haji Indonesia yang wafat di Saudi.
Pada bagian lain, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Tubagus Ace Hasan Syadzily turut angat bicara mengenai wacana ibadah haji sekali dalam seumur hidup. Dia mendukung wacana kebijakan tersebut sebagai upaya mengurangi antrean keberangkatan haji dan memberi kesempatan bagi mereka yang belum menjalankan haji.
“Sebetulnya, menurut ajaran agama Islam, kewajiban haji itu hanya satu kali seumur hidup. Saya setuju larangan naik haji bagi yang sudah berangkat Haji, kecuali bagi petugas yang memang melayani jemaah,” ujarnya.
Menurut dia, selain mengurangi antrean, wacana pembatasan naik haji ini juga akan mengurangi tekanan pada Pemerintah dalam mengatur penyelenggaraan ibadah haji. Mengingat, pada penyelenggaraan Haji tahun 2023 banyak masalah yang dihadapi para jemaah Indonesia. “Wacana ini tentu akan kami pertimbangkan dibahas dalam revisi UU Penyelenggaraan Haji dan Umrah yang saat ini sudah masuk Prolegnas,” ungkapnya.
Kendati demikian, dia meminta, agar pemerintah melakukan perencanaan matang sebelum mengimplementasikan kebijakan berhaji sekali dalam seumur hidup tersebut. Harus ada kajian mendalam demi kebaikan masyarakat dan menjaga integritas pelaksanaan Ibadah Haji itu sendiri.
Hal-hal detail seperti pendataan calon jemaah haji pun harus dilakukan secara cermat. Sehingga dapat diketahui betul mana yang sudah berhaji dan belum. “Bagaimana sistem pendaftaran dan seleksi akan diatur untuk memastikan bahwa mereka yang belum pernah berhaji mendapatkan prioritas, sambil tetap mempertimbangkan keadilan bagi semua pihak,” paparnya.
Selain itu, lanjut dia, Pemerintah juga harus melakukan sosialisasi dan edukasi yang masif bila hendak merealisasikan kebijakan tersebut. Dengan begitu, kebijakan bisa diterima dengan baik oleh masyarakat.
Selain itu, Ace juga meminta agar kebijakan ini linier dengan kemudahan lain bagi umat muslim yang hendak beribadah di Tanah Suci lebih dari satu kali. Misalnya dengan kemudahan akses umrah. (wan/mia/jpg)