26 C
Medan
Saturday, September 28, 2024

Menu Favorit Daging Domba, Berbagi Tempat dengan PKL

Barbeque di Semak-semak, Cara Warga Jordania Nikmati Hari Libur

Ber-barbeque ria di sela pepohonan di pinggir jalan raya adalah kegiatan populer untuk menikmati hari libur bagi warga Jordania. Cara praktis menyiasati minimnya wilayah “hijau” di negeri gurun pasir tersebut. Berikut laporan wartawan JPNN Tatang Mahardika yang baru berkunjung ke sana.

BAU sedap ayam bakar menyeruak dari bawah salah satu pohon di kawasan Suwayma yang mengarah ke Laut Mati itu. Suleyman Al Thayb, seorang bapak empat anak berusia 30-an, dengan peluh bercucuran mengipasi tempat pemanggangan. Si anak tertua yang masih berusia belasan, Hassan, mencoba membantu, tapi malah lebih sering dimarahi.

“Bukan begitu cara memanggang ayam,” kata Suleyman sembari memberikan contoh kepada si anak. Hari itu, Jumat siang selepas salat Jumat, keluarga Suleyman tak sendiri berada di “lokasi piknik” tersebut.
Hanya berjarak sekitar 15 meter, ada keluarga Halib bin Waleed. Aktivitas mereka sama, namun menu utama yang dimasak berbeda.

Keluarga Halib tengah memanggang daging. Saat menunggu sajian utama masak, anggota keluarga yang lain membeber tikar, menyiapkan peralatan makan dan bumbu-bumbu serta memunguti beberapa sampah plastik.
Rata-rata tiap 15-20 meter di kawasan yang sama, pemandangan serupa bisa ditemui. Padahal, mungkin, bagi orang Indonesia kebanyakan, “lokasi piknik” tersebut sangat jauh dari ideal. Sama sekali bukan tempat dengan pemandangan hijau nan rindang berhawa segar. Melainkan “semak-semak” di pinggir jalan yang ramai karena mengarah ke tempat wisata terkenal, Laut Mati.

Lebih pantas disebut semak-semak karena pepohonan yang tumbuh hanyalah pepohonan khas kawasan gurun yang berdaun kecil dan berakar kuat. Semacam pohon keres di Indonesia. Warga setempat menyebutnya “saro”.
Yang pasti amat jauh dari kesan rindang. Belum lagi ditambah polusi dan sengatan matahari. Suwayma yang dekat laut bertemperatur lebih panas daripada Amman yang berada di perbukitan.

Tapi, semua itu tak menghalangi keluarga-keluarga seperti Suleyman dan Halib. Bagi mereka, seperti juga kebanyakan warga Jordania, ada pohon, apa pun jenisnya, sudah termasuk anugerah dan bisa menjadi tempat piknik yang menyenangkan.

Maklum saja, di antara seluruh wilayah Jordania yang tak terlalu luas itu, kawasan “hijau” hanya bisa ditemukan di bagian barat daya. Di sana ada titik tertinggi di negara tersebut, yakni Jabal Umm al-Dami setinggi 1.854 meter dengan puncak bersalju. Ada pun titik terendah “sekaligus titik terendah di dunia” berada di Laut Mati. Selebihnya adalah gurun dan lembah.

Dengan konfigurasi geografi seperti itu, warga Jordania jadi tak punya banyak pilihan untuk meluangkan waktu senggang bersama keluarga. Barbeque di pinggir jalan raya merupakan cara paling praktis dan murah.
Kebanyakan yang berpiknik di pinggir jalan raya ke arah Laut Mati itu adalah warga Amman yang memang hanya terpisah tak sampai sejam perjalanan. Bercampur panas dan debu, mereka bisa betah berjam-jam di sana. Mulai selepas salat Jumat hingga menjelang magrib.

Jumat dan Sabtu yang merupakan hari-hari libur di Jordania menjadi waktu favorit bagi para pemburu piknik. Yang datang terlambat bisa sulit mencari tempat untuk membeber tikar. “Saya sibuk bekerja mulai Minggu sampai Kamis. Piknik pada hari libur seperti ini memberi saya kesempatan berbincang dan bermain dengan anak-anak. Anak-anak juga senang karena punya tempat bermain agak luas,” ungkap Suleyman yang bekerja di sebuah perusahaan komunikasi itu.

Mayoritas pola perumahan di Jordania, seperti juga di negara-negara Arab dan Timur Tengah, memang vertikal. Otomatis mereka tak punya lahan bermain yang memadai untuk anak-anak. Sekadar mencari tempat bermain bola saja juga tak gampang karena jarangnya tanah landai yang cukup luas.

Mengenai menu, meski lokasi piknik dekat laut, ayam dan daging domba merupakan pilihan utama. Bukan karena tak ada ikan yang bisa hidup di Laut Mati yang kadar garamnya sangat tinggi itu, tapi lebih karena kebiasaan. Di Jordania, suplai ikan didapatkan dari Aqaba, satu-satunya pelabuhan yang mereka miliki. Itu pun harus berbagi dengan Israel serta Mesir.

“Harga ikan sebenarnya lebih murah. Daging (domba) paling mahal. Tapi, karena masakan kami selama ini banyak memakai daging, itu pula yang lebih sering kami panggang saat piknik,” jelas Samir Hamdoun, seorang pemilik bengkel yang ditemui di check point dekat pintu masuk Laut Mati.

Biasanya bukan hanya anggota keluarga inti yang ikut berpiknik. Ikut pula kakek dan nenek serta bibi dan paman. Juga, para pembantu keluarga yang kebanyakan berasal dari Filipina, Sri Lanka, atau Indonesia. Jadilah sekeluarga bisa butuh lebih dari satu mobil karena rata-rata keluarga di negara monarki konstitusional yang dipimpin Raja Abdullah II tersebut memiliki lebih dari dua anak.

Menurut Salim Mahmoud, seorang pemandu wisata, saat musim panas, jumlah keluarga yang ber-barbeque ria di semak-semak pinggir jalan lebih banyak. Istilahnya, mencari angin. Sebab, saat musim panas, temperatur bisa lebih dari 30 derajat Celsius.

Ada pun saat ini Jordania bisa dibilang masih bermusim dingin (ada pula yang menyebutnya musim semi). Biasanya berlangsung mulai November hingga Maret. Cuaca berkisar 10 derajat Celsius. Dulu biasanya ada salju saat musim dingin, tapi sudah sekitar lima tahun tak turun lagi.

Di lokasi piknik di Suwayma itu, para keluarga juga harus “bersaing” dengan para pedagang sayur dan buah-buahan. Suwayma memang dikenal sebagai sentra produsen sayur dan buah di Jordania.

Para pedagang itu biasanya juga mencari tempat di dekat pepohonan. Mereka menjual wortel, kentang, serta pisang di bak mobil atau di meja yang dibawa dari rumah. Tanpa harus membuat warung darurat seperti pedagang kaki lima di Indonesia.

Tapi, seperti halnya debu, panas, dan ketidakrindangan, “ko-eksistensi” dengan para pedagang itu juga tak dianggap mengganggu kenyamanan bagi para keluarga yang berpiknik. “Kami justru senang karena saat pulang bisa membeli sayur atau buah segar untuk buah tangan,” kata Halib. (*)

Barbeque di Semak-semak, Cara Warga Jordania Nikmati Hari Libur

Ber-barbeque ria di sela pepohonan di pinggir jalan raya adalah kegiatan populer untuk menikmati hari libur bagi warga Jordania. Cara praktis menyiasati minimnya wilayah “hijau” di negeri gurun pasir tersebut. Berikut laporan wartawan JPNN Tatang Mahardika yang baru berkunjung ke sana.

BAU sedap ayam bakar menyeruak dari bawah salah satu pohon di kawasan Suwayma yang mengarah ke Laut Mati itu. Suleyman Al Thayb, seorang bapak empat anak berusia 30-an, dengan peluh bercucuran mengipasi tempat pemanggangan. Si anak tertua yang masih berusia belasan, Hassan, mencoba membantu, tapi malah lebih sering dimarahi.

“Bukan begitu cara memanggang ayam,” kata Suleyman sembari memberikan contoh kepada si anak. Hari itu, Jumat siang selepas salat Jumat, keluarga Suleyman tak sendiri berada di “lokasi piknik” tersebut.
Hanya berjarak sekitar 15 meter, ada keluarga Halib bin Waleed. Aktivitas mereka sama, namun menu utama yang dimasak berbeda.

Keluarga Halib tengah memanggang daging. Saat menunggu sajian utama masak, anggota keluarga yang lain membeber tikar, menyiapkan peralatan makan dan bumbu-bumbu serta memunguti beberapa sampah plastik.
Rata-rata tiap 15-20 meter di kawasan yang sama, pemandangan serupa bisa ditemui. Padahal, mungkin, bagi orang Indonesia kebanyakan, “lokasi piknik” tersebut sangat jauh dari ideal. Sama sekali bukan tempat dengan pemandangan hijau nan rindang berhawa segar. Melainkan “semak-semak” di pinggir jalan yang ramai karena mengarah ke tempat wisata terkenal, Laut Mati.

Lebih pantas disebut semak-semak karena pepohonan yang tumbuh hanyalah pepohonan khas kawasan gurun yang berdaun kecil dan berakar kuat. Semacam pohon keres di Indonesia. Warga setempat menyebutnya “saro”.
Yang pasti amat jauh dari kesan rindang. Belum lagi ditambah polusi dan sengatan matahari. Suwayma yang dekat laut bertemperatur lebih panas daripada Amman yang berada di perbukitan.

Tapi, semua itu tak menghalangi keluarga-keluarga seperti Suleyman dan Halib. Bagi mereka, seperti juga kebanyakan warga Jordania, ada pohon, apa pun jenisnya, sudah termasuk anugerah dan bisa menjadi tempat piknik yang menyenangkan.

Maklum saja, di antara seluruh wilayah Jordania yang tak terlalu luas itu, kawasan “hijau” hanya bisa ditemukan di bagian barat daya. Di sana ada titik tertinggi di negara tersebut, yakni Jabal Umm al-Dami setinggi 1.854 meter dengan puncak bersalju. Ada pun titik terendah “sekaligus titik terendah di dunia” berada di Laut Mati. Selebihnya adalah gurun dan lembah.

Dengan konfigurasi geografi seperti itu, warga Jordania jadi tak punya banyak pilihan untuk meluangkan waktu senggang bersama keluarga. Barbeque di pinggir jalan raya merupakan cara paling praktis dan murah.
Kebanyakan yang berpiknik di pinggir jalan raya ke arah Laut Mati itu adalah warga Amman yang memang hanya terpisah tak sampai sejam perjalanan. Bercampur panas dan debu, mereka bisa betah berjam-jam di sana. Mulai selepas salat Jumat hingga menjelang magrib.

Jumat dan Sabtu yang merupakan hari-hari libur di Jordania menjadi waktu favorit bagi para pemburu piknik. Yang datang terlambat bisa sulit mencari tempat untuk membeber tikar. “Saya sibuk bekerja mulai Minggu sampai Kamis. Piknik pada hari libur seperti ini memberi saya kesempatan berbincang dan bermain dengan anak-anak. Anak-anak juga senang karena punya tempat bermain agak luas,” ungkap Suleyman yang bekerja di sebuah perusahaan komunikasi itu.

Mayoritas pola perumahan di Jordania, seperti juga di negara-negara Arab dan Timur Tengah, memang vertikal. Otomatis mereka tak punya lahan bermain yang memadai untuk anak-anak. Sekadar mencari tempat bermain bola saja juga tak gampang karena jarangnya tanah landai yang cukup luas.

Mengenai menu, meski lokasi piknik dekat laut, ayam dan daging domba merupakan pilihan utama. Bukan karena tak ada ikan yang bisa hidup di Laut Mati yang kadar garamnya sangat tinggi itu, tapi lebih karena kebiasaan. Di Jordania, suplai ikan didapatkan dari Aqaba, satu-satunya pelabuhan yang mereka miliki. Itu pun harus berbagi dengan Israel serta Mesir.

“Harga ikan sebenarnya lebih murah. Daging (domba) paling mahal. Tapi, karena masakan kami selama ini banyak memakai daging, itu pula yang lebih sering kami panggang saat piknik,” jelas Samir Hamdoun, seorang pemilik bengkel yang ditemui di check point dekat pintu masuk Laut Mati.

Biasanya bukan hanya anggota keluarga inti yang ikut berpiknik. Ikut pula kakek dan nenek serta bibi dan paman. Juga, para pembantu keluarga yang kebanyakan berasal dari Filipina, Sri Lanka, atau Indonesia. Jadilah sekeluarga bisa butuh lebih dari satu mobil karena rata-rata keluarga di negara monarki konstitusional yang dipimpin Raja Abdullah II tersebut memiliki lebih dari dua anak.

Menurut Salim Mahmoud, seorang pemandu wisata, saat musim panas, jumlah keluarga yang ber-barbeque ria di semak-semak pinggir jalan lebih banyak. Istilahnya, mencari angin. Sebab, saat musim panas, temperatur bisa lebih dari 30 derajat Celsius.

Ada pun saat ini Jordania bisa dibilang masih bermusim dingin (ada pula yang menyebutnya musim semi). Biasanya berlangsung mulai November hingga Maret. Cuaca berkisar 10 derajat Celsius. Dulu biasanya ada salju saat musim dingin, tapi sudah sekitar lima tahun tak turun lagi.

Di lokasi piknik di Suwayma itu, para keluarga juga harus “bersaing” dengan para pedagang sayur dan buah-buahan. Suwayma memang dikenal sebagai sentra produsen sayur dan buah di Jordania.

Para pedagang itu biasanya juga mencari tempat di dekat pepohonan. Mereka menjual wortel, kentang, serta pisang di bak mobil atau di meja yang dibawa dari rumah. Tanpa harus membuat warung darurat seperti pedagang kaki lima di Indonesia.

Tapi, seperti halnya debu, panas, dan ketidakrindangan, “ko-eksistensi” dengan para pedagang itu juga tak dianggap mengganggu kenyamanan bagi para keluarga yang berpiknik. “Kami justru senang karena saat pulang bisa membeli sayur atau buah segar untuk buah tangan,” kata Halib. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/