LABUHANBATU, SUMUTPOS.CO – Pengadilan Negeri (PN) Rantauprapat kembali menggelar sidang lapangan terkait lahan di Desa Negerilama Seberang, Kecamatan Bilah Hilir, Labuhanbatu, Sumut, Senin (27/11/2023) kemarin.
Sebelumnya, pada lahan yang sama, PN Rap pada tanggal 11 Oktober 2023 telah melaksanakan eksekusi pengosongan serta pada Kamis 12 Oktober 2023 yang lalu melakukan penumbangan pohon kelapa sawit.
Hal itu terkait sengketa lahan antara Lie Kian Sing cs dengan PT Belunkut. Berangkat dari sana, muncul berbagai kejanggalan sikap oknum aparat terhadap kasus tanah itu. Mulai dari penerapan regulasi hingga fakta objek di lapangan.
Seperti yang disampaikan Sudarsono selalu kuasa hukum Lie Kian Sing cs, usai sidang lapangan. Jauh sebelumnya, dia sudah menyampaikan bahwa lahan yang akan dieksekusi, tidak sesuai antara putusan dengan objek di lapangan.
Misalnya, kebun sawit kliennya seluas 116 hektar dengan batas sebelah Utara dengan PT Hari Sawit Jaya (HSJ), Selatan berbatas dengan lahan masyarakat, Timur dengan PT HSJ dan Barat berbatas lahan PT Lingga Tiga Sawita (LTS).
Fakta di lokasi, ujarnya, Sabtu 2 Desember 2023, jelas berbeda dengan yang dimohonkan eksekusi oleh PT Belunkut. Contoh, luasnya 126,7 hektar dengan batas Utara berbatas tanah HGU PT Belunkut, Selatan berbatas HGU PT Belunkut, Timur berbatas dengan PT HSJ dan Barat berbatas dengan PT LTS.
“Artinya, luas lahannya sudah berbeda. Selain itu, dua batas yakni di Utara dan Selatan tidak sesuai antara surat HGU PT Belunkut dengan objek eksekusi atau fakta di lapangan. Perbedaan nyata-nyata ini malah diabaikan Pengadilan Negeri (PN) Rantauprapat,” kesalnya.
Tidak sampai di sana, HGU PT Belunkut telah berakhir 31 Desember 2021 dan tidak diperpanjang. Sesuai UU Pokok Agraria, ketentuan PPRI dan Permen ATR/Kepala BPN, maka secara hukum HGU-nya telah dihapus dan tanahnya dikuasai negara.
Setelah objek sengketa menjadi tanah negara, lanjut Sudarsono, maka berlaku SK Dirjen Badilum tentang pedoman eksekusi, sehingga putusan kasasi PT Belunkut non eksekutabel.
Bahkan, sebelum eksekusi, mereka sudah menyampaikan permintaan penundaan prosesnya. Sebab, seharusnya terlebih dahulu dilaksanakan sita eksekusi, karena objek sengketa tidak pernah diletakkan sita jaminannya.
“Lagi-lagi, pihak PN Rantauprapat tidak mengabulkan permintaan kita. Jadi, atas dasar banyaknya ketidaksesuaian antara putusan dengan objek dieksekusi dan fakta telah berakhirnya HGU PT Belunkut pada tanggal 31-12-2021, maka kami menggugat PT Belunkut atas perbuatan melawan hukum, terlebih surat klien kami hingga kini tidak dibatalkan,” tambahnya.
Terpisah, panitera muda yang juga menjabat Humas PN Rantauprapat, Sapriono ditemui wartawan, Rabu (29/11/2023) membenarkan pelaksanaan eksekusi maupun sidang lapangan atau pemeriksaan setempat.
Dijelaskannya, sidang lapangan dilaksanakan atas dasar gugatan dari kuasa hukum Lie Kian Sing yang memang sudah dilayangkan sebelum eksekusi mereka lakukan.
Walau ada ajuan gugatan tersebut, pihaknya mengaku tetap mengeksekusi dengan berpedoman pada prinsip putusan PK atas gugatan Belunkut.
Ditanya adanya ketidaksesuaian luasan serta dua titik batas antara surat putusan dengan objek di lokasi, menurut Sapriono itu tidak menjadi kendala. Karena ada beberapa faktor yang dinilainya tidak bermasalah.
“Setelah diukur, ternyata luasnya pas sekitar 118,4. Namun karena tidak ada perlawanan dari pihak lain terkait batas, ya dianggap tidak ada masalah,” akunya.
Kembali ditanya kenapa sebelumnya tidak dilakukan sita eksekusi, karena objek sengketa tidak pernah diletakkan sita jaminannya sebelum eksekusi, Sapriono mengaku mungkin ada pandangan lain dari Ketua PN Rantauprapat.
“Mungkin dianggap tidak perlu, mungkin itu pandangannya. Kalau kami hanya menjalankan perintah Ketua PN,” akunya.
Sapriono juga menjelaskan pihaknya tidak berwenang membatalkan surat kepemilikan klien Sudarsono tersebut. Terkait saat eksekusi bahwa HGU PT Belunkut telah lama mati, Sapriono berdalih bahwa saat pengajuan beberapa tahun lalu, HGU PT Belunkut masih berlaku.
Sementara, Sekretaris Desa Negerilama Seberang, Sugianto menjawab wartawan usai sidang lapangan menegaskan sepengetahuannya sejak dahulu, tidak pernah ada HGU milik perusahaan di areal yang hari ini sedang bersengketa tersebut.
Bahkan, sampai kini, bukti pembayaran pajak bumi dan bangunan hingga tahun 2023 di lahan bersengketa, masih tertera nama warga/perorangan dan bukan atas nama perusahaan yang berstatus HGU.
Lebih jauh diakui Sugianto, pihaknya tidak pernah menandatangani berkas apa pun, bahkan sama sekali tidak mengetahui secara detail data HGU PT Belunkut terletak di wilayah Desa Negerilama Seberang.
“Kalau sepengetahuan pemerintah Desa Negerilama Seberang, tidak ada di sini milik PT atau HGU mana pun dan perlu kami sampaikan bahwa yang membayar PBB sampai tahun 2023 ini adalah atas nama masyarakat,” beber Sugianto lagi.
Diketahui, kisruh sengketa tanah antara masyarakat/Lie Kian Sing cs dengan PT Belunkut tidak kunjung tuntas sejak beberapa tahun lalu. Dari mulai konstatering hingga eksekusi, masyarakat terus melakukan penolakan, karena adanya ketidakcocokan objek sengketa dengan putusan.
Misalnya saja seperti disampaikan Kanali warga yang memiliki lahan perkebunan di sebelah Selatan tanah yang bersengketa. Sejak awal, mereka melakukan perlawanan atas gugatan PT Belunkut.
Sebab, menurut isi gugatan PT Belunkut atas tanah milik Lie Kian Sing cs, sebelah Selatan berbatas dengan tanah PT Belunkut. Sedangkan fakta di lapangan, sebelah Selatan merupakan berbatasan dengan lahan pertanian masyarakat.
“Artinya, sejak awal sudah tidak sesuai objek fakta lahan yang mau dieksekusi dengan isi putusan. Jelas, pihak PN Rantauprapat mengabaikan fakta dan melanggar kenyataan,” tegasnya. (fdh/ram)