30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Sikapi Manuver Firli, Dewas Perlu Surati Presiden

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti keputusan pengunduran diri Ketua (nonaktif) Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri. Mereka menilai, langkah itu diambil Firli untuk menghindari sanksi etik.

ICW menyebut, modus serupa pernah dilakukan oleh mantan pimpinan KPK Lili Pintauli Siregar. Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menyampaikan, penolakan terhadap permohonan Firli bisa dimulai dengan langkah dari Dewan Pengawas (Dewas) KPK. “Dewas segera mengirim surat kepada presiden untuk meminta permohonan pengunduran diri Firli Bahuri ditunda,” ungkapnya, kemarin (22/12).

Menurut Kurnia, penundaan bisa dilakukan sampai sidang dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Dewas KPK tuntas dilaksanakan. “Presiden harus menunda penerbitan keputusan presiden yang berisi pemberhentian Firli Bahuri sampai kemudian persidangan dugaan pelanggaran kode etik di dewas selesai,” katanya.

Kurnia menyebut, siasat Firli menghindari sanksi etik maupun sanksi pidana terlihat sejak jauh hari. Termasuk saat pemeriksaan oleh penyidik Polda Metro Jaya. Sebagaimana diketahui, Firli sempat tidak memenuhi panggilan penyidik dengan berbagai alasan. Itu terjadi sampai yang bersangkutan berstatus tersangka.

Karena itu, ICW mendorong Polda Metro Jaya bergerak cepat. “Polda Metro Jaya harus menerbitkan surat perintah penangkapan terhadap Firli,” imbuhnya.

Terpisah, Ketua Sementara KPK Nawawi Pomolango mengatakan, pihaknya telah menerima surat tembusan dari Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) terkait surat pemberitahuan berhenti Komisioner nonaktif KPK Firli Bahuri. “Surat tembusan bahwa pernyataan berhenti dari Pak Firli itu belum dapat ditindaklanjuti oleh Setneg,” ujar Nawawi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (22/12).

Nawawi menjelaskan, Kementerian Sekretaris Negara menyebutkan, pernyataan berhenti dan tidak ingin diperpanjang lagi itu tidak termasuk syarat-syarat pemberhentian sebagaimana yang ditentukan dalam Undang-Undang KPK.

Selain itu, dia mengatakan, surat yang diajukan Firli beberapa waktu lalu itu bukanlah pula surat permohonan pengunduran diri dari KPK. “Tapi yang surat kemarin dr beliau itu bukan permohonan pengunduran diri tapi pernyataan berhenti. Nah, pernyataan berhenti ini tidak termasuk dalam klasifikasi pemberhentian dalam Undang-Undang, sehingga tidak dapat ditindaklanjuti,” katanya.

Sementara, Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana menyebut, Presiden Joko Widodo belum bisa menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) pemberhentian Firli Bahuri dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ari mengatakan, surat yang dikirim Firli tak sesuai dengan Undang-Undang KPK. Firli tidak menyatakan pengunduran diri.

“Keppres pemberhentian Bapak Firli Bahuri sebagai Pimpinan KPK belum bisa diproses lebih lanjut karena dalam surat tersebut, Bapak Firli Bahuri tidak menyebutkan mengundurkan diri, tetapi menyatakan berhenti,” kata Ari melalui pesan singkat, Jumat (22/12).

Syarat pemberhentian ketua KPK diatur dalam pasal 32 UU KPK. Syarat pemberhentian yang diatur adalah meninggal dunia, berakhir masa jabatan, melakukan perbuatan tercela, menjadi terdakwa, berhalangan tetap, mengundurkan diri, dikenai sanksi berdasarkan undang-undang.

Ari menyebut, surat yang disampaikan Firli tak memenuhi unsur mana pun yang diatur dalam UU KPK. Dengan demikian, Istana belum bisa memprosesnya. “Pernyataan berhenti tidak dikenal sebagai syarat pemberhentian Pimpinan KPK sebagaimana diatur dalam pasal 32 UU KPK,” ujar Ari.

Sebelumnya, Firli menyatakan pengunduran diri dari KPK setelah menjadi tersangka kasus pemerasan. Dia menyurati Jokowi sejak Senin (18/12). Jokowi baru membaca dan memproses surat itu hari ini.

Firli menghadapi proses hukum yang ditangani Polda Metro Jaya. Ia juga menghadapi sidang dugaan pelanggaran etik berat di Dewan Pengawas KPK. “(Keppres) tidak mengganggu. Kami sudah putus ini hari. Sudah kami putus. Kami sudah musyawarah tadi. Cuma putusannya dibacakan tanggal 27,” ucap Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean di Kantor Dewas KPK, Jakarta, Jumat (22/12).

Tumpak mengatakan, putusan etik Firli telah dimusyawarahkan kemarin. Menurutnya, pengunduran diri Firli nantinya tidak akan mempengaruhi putusan yang telah diambil. “Kami sudah putus ini hari. Sudah kami putus. Kami sudah musyawarah tadi. Cuma putusannya dibacakan tanggal 27,” ujarnya.

Tumpak menyebut, Firli tidak wajib hadir pada sidang pengucapan putusan tersebut. Sidang putusan etik Firli juga terbuka untuk umum. “Kalau mau hadir boleh juga. Sidang tanggal 27 itu terbuka untuk umum,” pungkasnya. (syn/c18/bay/jpg/bbs/adz)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti keputusan pengunduran diri Ketua (nonaktif) Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri. Mereka menilai, langkah itu diambil Firli untuk menghindari sanksi etik.

ICW menyebut, modus serupa pernah dilakukan oleh mantan pimpinan KPK Lili Pintauli Siregar. Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menyampaikan, penolakan terhadap permohonan Firli bisa dimulai dengan langkah dari Dewan Pengawas (Dewas) KPK. “Dewas segera mengirim surat kepada presiden untuk meminta permohonan pengunduran diri Firli Bahuri ditunda,” ungkapnya, kemarin (22/12).

Menurut Kurnia, penundaan bisa dilakukan sampai sidang dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Dewas KPK tuntas dilaksanakan. “Presiden harus menunda penerbitan keputusan presiden yang berisi pemberhentian Firli Bahuri sampai kemudian persidangan dugaan pelanggaran kode etik di dewas selesai,” katanya.

Kurnia menyebut, siasat Firli menghindari sanksi etik maupun sanksi pidana terlihat sejak jauh hari. Termasuk saat pemeriksaan oleh penyidik Polda Metro Jaya. Sebagaimana diketahui, Firli sempat tidak memenuhi panggilan penyidik dengan berbagai alasan. Itu terjadi sampai yang bersangkutan berstatus tersangka.

Karena itu, ICW mendorong Polda Metro Jaya bergerak cepat. “Polda Metro Jaya harus menerbitkan surat perintah penangkapan terhadap Firli,” imbuhnya.

Terpisah, Ketua Sementara KPK Nawawi Pomolango mengatakan, pihaknya telah menerima surat tembusan dari Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) terkait surat pemberitahuan berhenti Komisioner nonaktif KPK Firli Bahuri. “Surat tembusan bahwa pernyataan berhenti dari Pak Firli itu belum dapat ditindaklanjuti oleh Setneg,” ujar Nawawi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (22/12).

Nawawi menjelaskan, Kementerian Sekretaris Negara menyebutkan, pernyataan berhenti dan tidak ingin diperpanjang lagi itu tidak termasuk syarat-syarat pemberhentian sebagaimana yang ditentukan dalam Undang-Undang KPK.

Selain itu, dia mengatakan, surat yang diajukan Firli beberapa waktu lalu itu bukanlah pula surat permohonan pengunduran diri dari KPK. “Tapi yang surat kemarin dr beliau itu bukan permohonan pengunduran diri tapi pernyataan berhenti. Nah, pernyataan berhenti ini tidak termasuk dalam klasifikasi pemberhentian dalam Undang-Undang, sehingga tidak dapat ditindaklanjuti,” katanya.

Sementara, Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana menyebut, Presiden Joko Widodo belum bisa menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) pemberhentian Firli Bahuri dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ari mengatakan, surat yang dikirim Firli tak sesuai dengan Undang-Undang KPK. Firli tidak menyatakan pengunduran diri.

“Keppres pemberhentian Bapak Firli Bahuri sebagai Pimpinan KPK belum bisa diproses lebih lanjut karena dalam surat tersebut, Bapak Firli Bahuri tidak menyebutkan mengundurkan diri, tetapi menyatakan berhenti,” kata Ari melalui pesan singkat, Jumat (22/12).

Syarat pemberhentian ketua KPK diatur dalam pasal 32 UU KPK. Syarat pemberhentian yang diatur adalah meninggal dunia, berakhir masa jabatan, melakukan perbuatan tercela, menjadi terdakwa, berhalangan tetap, mengundurkan diri, dikenai sanksi berdasarkan undang-undang.

Ari menyebut, surat yang disampaikan Firli tak memenuhi unsur mana pun yang diatur dalam UU KPK. Dengan demikian, Istana belum bisa memprosesnya. “Pernyataan berhenti tidak dikenal sebagai syarat pemberhentian Pimpinan KPK sebagaimana diatur dalam pasal 32 UU KPK,” ujar Ari.

Sebelumnya, Firli menyatakan pengunduran diri dari KPK setelah menjadi tersangka kasus pemerasan. Dia menyurati Jokowi sejak Senin (18/12). Jokowi baru membaca dan memproses surat itu hari ini.

Firli menghadapi proses hukum yang ditangani Polda Metro Jaya. Ia juga menghadapi sidang dugaan pelanggaran etik berat di Dewan Pengawas KPK. “(Keppres) tidak mengganggu. Kami sudah putus ini hari. Sudah kami putus. Kami sudah musyawarah tadi. Cuma putusannya dibacakan tanggal 27,” ucap Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean di Kantor Dewas KPK, Jakarta, Jumat (22/12).

Tumpak mengatakan, putusan etik Firli telah dimusyawarahkan kemarin. Menurutnya, pengunduran diri Firli nantinya tidak akan mempengaruhi putusan yang telah diambil. “Kami sudah putus ini hari. Sudah kami putus. Kami sudah musyawarah tadi. Cuma putusannya dibacakan tanggal 27,” ujarnya.

Tumpak menyebut, Firli tidak wajib hadir pada sidang pengucapan putusan tersebut. Sidang putusan etik Firli juga terbuka untuk umum. “Kalau mau hadir boleh juga. Sidang tanggal 27 itu terbuka untuk umum,” pungkasnya. (syn/c18/bay/jpg/bbs/adz)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/