26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Kasus OTT Anggota KPU Padangsidimpuan, Polda Sumut Diminta Terbuka ke Publik

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Polda Sumut diminta mengusut tuntas kasus dugaan pemerasan terhadap calon anggota legislatif (Caleg) sebesar Rp26 juta yang dilakukan komisioner KPUD Padangsidimpuan, Parlagutan Harahap. Sebab, ada kemungkinan kasus ini juga melibat oknum lainnya.

“Tidak mungkin satu orang, bisa mengatur ribuan suara. Pasti melibatkan oknum-oknum lain, khususnya dalam proses administrasi. Uang itulah nantinya dibagi-bagi,” kata pengamat politik Rafriandi Nasution kepada Sumut Pos, Selasa (30/1).

Rafriandi menduga, kasus seperti ini juga banyak terjadi di KPU lain, hanya saja belum terungkap. Untuk itu, dia meminta agar polisi benar-benar serius mengungkap kasus ini dan mengumumkan hasilnya ke publik. “Ini merupakan kasus memalukan bagi Sumatera Utara. Ini yang kedua terjadi di Sumut. Sebelumnya oknum Bawaslu kena OTT di Medan,” tambahnya.

Mantan anggota DPRD Sumut periode 2004-2009 ini juga meminta agar oknum komisioner tersebut diberi sanksi tegas. Sebab, dia akan menjadi contoh bagi komisioner lainnya. “Kalau tidak diberi sanksi tegas, maka kasus serupa akan terulang kembali,” tegasnya.

Senada, pengamat politik asal Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU), Bengkel Ginting juga meminta penyidik terbuka secara publik terkait proses hukum yang dilakukan. Jangan sampai tidak ada kejelasan dalam kasus ini. “Jangan sampai kasus ini tidak kita ketahui penyelesaiannya, “ katanya.

Bengkel Ginting yang juga Sekretaris Program Magister Ilmu Politik, FISIP USU ini juga menyarankan, kasus ini segara dibawa Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). “Yang sudah muncul ke permukaan, harus dituntaskan secara hukum dan juga harus ada sikap tegas dari DKPP,” ujarnya.

Menurutnya, kasus ini tidak lepas dari persoalan integritas para penyelenggara Pemilu yang dimulai dari proses seleksi terhadap mereka. “Akar masalahnya berawal dari proses rekrutmen komisioner yang penuh intervensi parpol dan sebagian job seeker terpilih dengan transaksional. Jangka panjang rekrutmen KPU RI jangan voting komisi II agar tidak menjadi bola salju ke bawah,” ujarnya.

Sementara, Ketua DPRD Sumut Baskami Ginting juga menyesalkan OTT yang menjerat komisioner KPU Kota Padangsidimpuan. Menurut Baskami, penyelenggara Pemilu, baik itu KPU, Bawaslu dan DKPP, harus menjalankan kode etik serta pedoman yang menjunjung tinggi profesionalitas. “Harus menunjukkan integritas, sesuai kata dan perbuatan. Jangan ada lagi OTT, karena ini memalukan bagi kita semua,” kata Baskami kepada Sumut Pos, Selasa (30/1).

Baskami meminta kejadian tersebut agar menjadi pelajaran bagi seluruh penyelenggara Pemilu, baik KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), maupun pada tingkat paling bawah. “Kita diamanahkan untuk menyelenggarakan pemilu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Kita memiliki tanggung jawab moril kepada seluruh rakyat Indonesia,” ujarnya.

Baskami mengingatkan, tindakan-tindakan penekanan dan pemerasan merupakan tindakan yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dan mengancam demokrasi. Baskami pun meminta masyarakat dan media untuk melakukan pengawasan seluruh tahapan Pemilu. “Pengawasan partisipatif dan kontrol dari media sangat kita perlukan. Segera laporkan bila ada tindakan-tindakan pemerasan dan sebagainya,” pungkasnya.

Menyikapi terkait integritas penyelenggara Pemilu, Ketua KPU Kota Medan Mutia Atiqah memastikan, pihaknya akan tetap netral dalam Pemilu 2024. Apalagi, pihaknya sudah menandatangani pakta integritas sebagai komisoner KPU. “Saya pastikan kita netral. Begitu juga terhadap seluruh petugas PPS dan KPPS, terus kita ingatkan agar bekerja sesuai amanat UU,” kata Mutia kepada wartawan, Selasa (30/1).

Dikatakan Mutia, kemarin pihaknya bersama perwakilan KPU di seluruh Sumatera Utara juga diberikan penguatan oleh KPU RI melalui sambungan zoom. “Jadi kita diminta agar mengurangi berkumpul-kumpul di luar sampai waktu Pemilu nanti. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi potensi yang rentan terjadi menjelang Pemilu,” ujarnya.

Kalaupun nanti ada komisioner maupun petugas PPS dan KPPS yang terbukti melakukan pelanggaran, Mutia menyebut bahwa semua perbuatan tersebut tentu akan menuai sanksi. “Kalau memang sudah melenceng dari amanat UU dan peraturan KPU, tentu oknum-oknum tersebut akan ada sanksinya. Kasus OTT terhadap rekan kita yang terjadi di Padangsidempuan harus menjadi pembelajaran. Kita prihatin atas peristiwa itu. Oleh karenanya, saya imbau rekan-rekan KPU Medan agar menjalankan tugasnya sesuai amanat UU,” pungkasnya.

Hal serupa disampaikan Ketua Bawaslu Kota Medan, David Reynold Tampubolon. Ia menyebutkan, penandatanganan pakta integritas membuktikan bahwa Bawaslu Kota Medan juga qkan bersikap netral dalam Pemilu 2024 nanti. “Selalu kita ingatkan, baik itu komisioner maupun PKD agar bekerja sesuai tupoksinya. Tugas Bawaslu sebagai pengawas Pemilu tentu sarat banyaknya godaan, makanya selalu kita ingatkan jajaran kita agar selalu netral,” katanya.

David menyadari bahwa pelanggaran bisa saja terjadi, baik itu dari Peserta Pemilu maupun penyelenggara. Hanya saja, dirinya menegaskan bahwa hal-hal seperti itu terjadi terhadap oknum saja. “Sanksinya pasti ada bagi setiap oknum yang melanggar, apakah itu etik ataupun pidana. Namun saya tegaskan jika sikap kita (Bawaslu Medan) netral dalam Pemilu ini,” pungkasnya.

Sementara, Polda Sumut masih terus melakukan penyidikan kasus dugaan pemerasan yang diduga dilakukan komisioner KPU Padangsidempuan, Parlagutan Harahap. “Sejauh ini masih satu orang tersangka dan masih berproses. Penyidik masih terus melakukan penyidikan,” ujar Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Hadi Wahyudi, Selasa (30/1).

Dijelaskannya, dalam proses kasus tersebut, tahapannya itu penyelidikan, lalu operasi tangkap tangan (OTT), proses pemeriksaan, gelar perkara. “Setelah itu penetapan tersangka, penahanan tersangka dan penyidikan lanjut,” tandasnya. (gus/map/dwi/dek/adz)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Polda Sumut diminta mengusut tuntas kasus dugaan pemerasan terhadap calon anggota legislatif (Caleg) sebesar Rp26 juta yang dilakukan komisioner KPUD Padangsidimpuan, Parlagutan Harahap. Sebab, ada kemungkinan kasus ini juga melibat oknum lainnya.

“Tidak mungkin satu orang, bisa mengatur ribuan suara. Pasti melibatkan oknum-oknum lain, khususnya dalam proses administrasi. Uang itulah nantinya dibagi-bagi,” kata pengamat politik Rafriandi Nasution kepada Sumut Pos, Selasa (30/1).

Rafriandi menduga, kasus seperti ini juga banyak terjadi di KPU lain, hanya saja belum terungkap. Untuk itu, dia meminta agar polisi benar-benar serius mengungkap kasus ini dan mengumumkan hasilnya ke publik. “Ini merupakan kasus memalukan bagi Sumatera Utara. Ini yang kedua terjadi di Sumut. Sebelumnya oknum Bawaslu kena OTT di Medan,” tambahnya.

Mantan anggota DPRD Sumut periode 2004-2009 ini juga meminta agar oknum komisioner tersebut diberi sanksi tegas. Sebab, dia akan menjadi contoh bagi komisioner lainnya. “Kalau tidak diberi sanksi tegas, maka kasus serupa akan terulang kembali,” tegasnya.

Senada, pengamat politik asal Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU), Bengkel Ginting juga meminta penyidik terbuka secara publik terkait proses hukum yang dilakukan. Jangan sampai tidak ada kejelasan dalam kasus ini. “Jangan sampai kasus ini tidak kita ketahui penyelesaiannya, “ katanya.

Bengkel Ginting yang juga Sekretaris Program Magister Ilmu Politik, FISIP USU ini juga menyarankan, kasus ini segara dibawa Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). “Yang sudah muncul ke permukaan, harus dituntaskan secara hukum dan juga harus ada sikap tegas dari DKPP,” ujarnya.

Menurutnya, kasus ini tidak lepas dari persoalan integritas para penyelenggara Pemilu yang dimulai dari proses seleksi terhadap mereka. “Akar masalahnya berawal dari proses rekrutmen komisioner yang penuh intervensi parpol dan sebagian job seeker terpilih dengan transaksional. Jangka panjang rekrutmen KPU RI jangan voting komisi II agar tidak menjadi bola salju ke bawah,” ujarnya.

Sementara, Ketua DPRD Sumut Baskami Ginting juga menyesalkan OTT yang menjerat komisioner KPU Kota Padangsidimpuan. Menurut Baskami, penyelenggara Pemilu, baik itu KPU, Bawaslu dan DKPP, harus menjalankan kode etik serta pedoman yang menjunjung tinggi profesionalitas. “Harus menunjukkan integritas, sesuai kata dan perbuatan. Jangan ada lagi OTT, karena ini memalukan bagi kita semua,” kata Baskami kepada Sumut Pos, Selasa (30/1).

Baskami meminta kejadian tersebut agar menjadi pelajaran bagi seluruh penyelenggara Pemilu, baik KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), maupun pada tingkat paling bawah. “Kita diamanahkan untuk menyelenggarakan pemilu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Kita memiliki tanggung jawab moril kepada seluruh rakyat Indonesia,” ujarnya.

Baskami mengingatkan, tindakan-tindakan penekanan dan pemerasan merupakan tindakan yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dan mengancam demokrasi. Baskami pun meminta masyarakat dan media untuk melakukan pengawasan seluruh tahapan Pemilu. “Pengawasan partisipatif dan kontrol dari media sangat kita perlukan. Segera laporkan bila ada tindakan-tindakan pemerasan dan sebagainya,” pungkasnya.

Menyikapi terkait integritas penyelenggara Pemilu, Ketua KPU Kota Medan Mutia Atiqah memastikan, pihaknya akan tetap netral dalam Pemilu 2024. Apalagi, pihaknya sudah menandatangani pakta integritas sebagai komisoner KPU. “Saya pastikan kita netral. Begitu juga terhadap seluruh petugas PPS dan KPPS, terus kita ingatkan agar bekerja sesuai amanat UU,” kata Mutia kepada wartawan, Selasa (30/1).

Dikatakan Mutia, kemarin pihaknya bersama perwakilan KPU di seluruh Sumatera Utara juga diberikan penguatan oleh KPU RI melalui sambungan zoom. “Jadi kita diminta agar mengurangi berkumpul-kumpul di luar sampai waktu Pemilu nanti. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi potensi yang rentan terjadi menjelang Pemilu,” ujarnya.

Kalaupun nanti ada komisioner maupun petugas PPS dan KPPS yang terbukti melakukan pelanggaran, Mutia menyebut bahwa semua perbuatan tersebut tentu akan menuai sanksi. “Kalau memang sudah melenceng dari amanat UU dan peraturan KPU, tentu oknum-oknum tersebut akan ada sanksinya. Kasus OTT terhadap rekan kita yang terjadi di Padangsidempuan harus menjadi pembelajaran. Kita prihatin atas peristiwa itu. Oleh karenanya, saya imbau rekan-rekan KPU Medan agar menjalankan tugasnya sesuai amanat UU,” pungkasnya.

Hal serupa disampaikan Ketua Bawaslu Kota Medan, David Reynold Tampubolon. Ia menyebutkan, penandatanganan pakta integritas membuktikan bahwa Bawaslu Kota Medan juga qkan bersikap netral dalam Pemilu 2024 nanti. “Selalu kita ingatkan, baik itu komisioner maupun PKD agar bekerja sesuai tupoksinya. Tugas Bawaslu sebagai pengawas Pemilu tentu sarat banyaknya godaan, makanya selalu kita ingatkan jajaran kita agar selalu netral,” katanya.

David menyadari bahwa pelanggaran bisa saja terjadi, baik itu dari Peserta Pemilu maupun penyelenggara. Hanya saja, dirinya menegaskan bahwa hal-hal seperti itu terjadi terhadap oknum saja. “Sanksinya pasti ada bagi setiap oknum yang melanggar, apakah itu etik ataupun pidana. Namun saya tegaskan jika sikap kita (Bawaslu Medan) netral dalam Pemilu ini,” pungkasnya.

Sementara, Polda Sumut masih terus melakukan penyidikan kasus dugaan pemerasan yang diduga dilakukan komisioner KPU Padangsidempuan, Parlagutan Harahap. “Sejauh ini masih satu orang tersangka dan masih berproses. Penyidik masih terus melakukan penyidikan,” ujar Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Hadi Wahyudi, Selasa (30/1).

Dijelaskannya, dalam proses kasus tersebut, tahapannya itu penyelidikan, lalu operasi tangkap tangan (OTT), proses pemeriksaan, gelar perkara. “Setelah itu penetapan tersangka, penahanan tersangka dan penyidikan lanjut,” tandasnya. (gus/map/dwi/dek/adz)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/