26 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Efektif Berlaku Oktober 2024, Banyak yang Belum Bersertifikat Halal, PKL Makanan dan Minuman Diberi Kelonggaran

SUMUTPOS.CO – Pemberlakuan wajib bersertifikat halal untuk produk makan, minuman, dan jasa olahan berlaku efektif mulai 17 Oktober nanti. Ironisnya, di lapangan masih banyak pelaku usaha mikro yang belum mengantongi sertifikat halal. Pemerintah pun mengeluarkan kebijakan relaksasi atau kelonggaran aturan wajib bersertifikat halal, khusus untuk pelaku usaha mikro.

Kebijakan relaksasi itu disampaikan Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal BPJPH Kemenag Siti Aminah. Dia mencontohkan, pelaku usaha mikro itu seperti pedagang kaki lima (PKL) makanan dan minuman, penjual bakso, pecel ayam, siomay, dan sejenisnya. “Relaksasi bisa tiga bulan, enam bulan, bahkan setahun,” katanya di sela pemasangan label Halal Indonesia bersama jajaran LPPOM MUI di area kuliner halal Kampung Ujung, Labuan Bajo pada Rabu (8/5) malam.

Aminah menegaskan, adanya kebijakan relaksasi itu bukan berarti pemberlakuan wajib sertifikat halal diundur atau ditunda. Dia menegaskan, untuk pelaku usaha menengah bahkan besar, tetap wajib mengantongi sertifikat halal. Jika nanti ditemukan ada yang belum bersertifikat halal, maka produk makanan dan minumannya bakal ditarik dari pasaran.

Dia menjelaskan, pemerintah terus berupaya melakukan sertifikasi halal, khususnya untuk pelaku usaha mikro dan kecil. BPJPH Kemenag mengalokasikan anggaran untuk pendampingan pengurusan sertifikat halal. Begitupun dengan sejumlah perusahaan perbankan, swasta, pemda, dan lembaga lainnya juga ikut membantu pembiayaan sertifikasi halal pelaku usaha mikro san kecil.

“Misalnya BCA tahun ini membantu 2.000 (pelaku usaha), BSI dan BRI masing-masing 500 pelaku usaha, Telkom, Bank Indonesia, dan lainnya,” jelasnya. Aminah menegaskan pemerintah daerah saat ini juga diperbolehkan mengalokasikan sebagian APBD-nya untuk membantu UMKM setempat dalam pengurusan sertifikasi halal.

Dia lantas menjelaskan proses sertifikasi halal untuk UMKM ada dua jalur. Pertama adalah deklarasi mandiri (self declare) halal. Dengan catatan barang yang diproduksi tidak mengandung unsur hewani. Skema ini biasanya untuk usaha warung kopi, serta roti, atau kue yang tidak berbahan hewan.

Skema sertifikasi halal yang kedua adalah jalur reguler. Skema ini berlaku untuk pelaku UMKM yang produknya berbahan hewani. “Seperti penjual bakso, ayam goreng, dan sejenisnya,” katanya. Untuk pelaku usaha jenis ini, tidak hanya memastikan daging yang digunakan diproses dari rumah potong yang bersertifikat halal. Proses penggilingan dagingnya, juga harus di tempat penggilingan yang bersertifikat halal.

Aminah mengungkapkan kebanyakan penjual bakso menggiling dagingnya di pasar-pasar umum. Sementara tempat penggilingan daging di pasaran, masih sedikit yang sudah bersertifikat halal. Mereka tidak peduli daging yang digiling itu halal atau non halal. Semuanya tercampur.

Nantinya akan ada petugas yang turun ke lapangan untuk memeriksa sertifikat halal. Jika menemukan ada PKL, pedagang bakso, atau pelaku UMKM lainnya yang belum bersertifikat halal, akan dilakukan pendataan. “Mereka sulitnya di mana. Kalau terkait pendanaan, dicarikan dukungan,” katanya. Jika penyebabnya karena pendanaan, relaksasi bisa sekitar tiga bulan. Tetapi jika pedagangnya masih belum paham soal sertifikasi halal, relaksasi atau kelonggaran bisa sampai setahun.

Dia menegaskan ketentuan wajib sertifikat halal pada Oktober nanti tetap berjalan sesuai aturan. Tidak benar aturan itu ditunda, gara-gara ada pelantikan Presiden dan Wakil Presiden baru pada 20 Oktober. “Tetap sesuai aturan berlaku 17 Oktober. Bunyi regulasinya seperti itu,” pungkasnya.

Pada kesempatan yang sama Dirut LPPOM MUI Muti Arintawati mendukung upaya penguatan wisata halal. Khususnya di Labuan Bajo, salah satu dari lima destinasi wisata prioritas. Sesuai dengan kewenangannya, dia mengatakan LPPOM MUI membantu dalam proses sertifikasi halal, sebagai Lembaga Pemeriksa Halal (LPH).

Alurnya adalah pelaku usaha mendaftar ke BPJPH Kemenag. Kemudian pemeriksaan material makanan dan minuman, dilakukan oleh LPH. Setelah itu dikeluarkan fatwa oleh MUI. Baru kemudian BPJPH Kemenag menerbitkan sertifikat halal. “Sebanyak 744 pelaku UMK telah mendapatkan fasilitasi halal secara reguler oleh LPPOM,” katanya. Muti mengatakan mendukung upaya pemerintah untuk menjadi pusat pusat halal dunia. (wan/jpg)

SUMUTPOS.CO – Pemberlakuan wajib bersertifikat halal untuk produk makan, minuman, dan jasa olahan berlaku efektif mulai 17 Oktober nanti. Ironisnya, di lapangan masih banyak pelaku usaha mikro yang belum mengantongi sertifikat halal. Pemerintah pun mengeluarkan kebijakan relaksasi atau kelonggaran aturan wajib bersertifikat halal, khusus untuk pelaku usaha mikro.

Kebijakan relaksasi itu disampaikan Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal BPJPH Kemenag Siti Aminah. Dia mencontohkan, pelaku usaha mikro itu seperti pedagang kaki lima (PKL) makanan dan minuman, penjual bakso, pecel ayam, siomay, dan sejenisnya. “Relaksasi bisa tiga bulan, enam bulan, bahkan setahun,” katanya di sela pemasangan label Halal Indonesia bersama jajaran LPPOM MUI di area kuliner halal Kampung Ujung, Labuan Bajo pada Rabu (8/5) malam.

Aminah menegaskan, adanya kebijakan relaksasi itu bukan berarti pemberlakuan wajib sertifikat halal diundur atau ditunda. Dia menegaskan, untuk pelaku usaha menengah bahkan besar, tetap wajib mengantongi sertifikat halal. Jika nanti ditemukan ada yang belum bersertifikat halal, maka produk makanan dan minumannya bakal ditarik dari pasaran.

Dia menjelaskan, pemerintah terus berupaya melakukan sertifikasi halal, khususnya untuk pelaku usaha mikro dan kecil. BPJPH Kemenag mengalokasikan anggaran untuk pendampingan pengurusan sertifikat halal. Begitupun dengan sejumlah perusahaan perbankan, swasta, pemda, dan lembaga lainnya juga ikut membantu pembiayaan sertifikasi halal pelaku usaha mikro san kecil.

“Misalnya BCA tahun ini membantu 2.000 (pelaku usaha), BSI dan BRI masing-masing 500 pelaku usaha, Telkom, Bank Indonesia, dan lainnya,” jelasnya. Aminah menegaskan pemerintah daerah saat ini juga diperbolehkan mengalokasikan sebagian APBD-nya untuk membantu UMKM setempat dalam pengurusan sertifikasi halal.

Dia lantas menjelaskan proses sertifikasi halal untuk UMKM ada dua jalur. Pertama adalah deklarasi mandiri (self declare) halal. Dengan catatan barang yang diproduksi tidak mengandung unsur hewani. Skema ini biasanya untuk usaha warung kopi, serta roti, atau kue yang tidak berbahan hewan.

Skema sertifikasi halal yang kedua adalah jalur reguler. Skema ini berlaku untuk pelaku UMKM yang produknya berbahan hewani. “Seperti penjual bakso, ayam goreng, dan sejenisnya,” katanya. Untuk pelaku usaha jenis ini, tidak hanya memastikan daging yang digunakan diproses dari rumah potong yang bersertifikat halal. Proses penggilingan dagingnya, juga harus di tempat penggilingan yang bersertifikat halal.

Aminah mengungkapkan kebanyakan penjual bakso menggiling dagingnya di pasar-pasar umum. Sementara tempat penggilingan daging di pasaran, masih sedikit yang sudah bersertifikat halal. Mereka tidak peduli daging yang digiling itu halal atau non halal. Semuanya tercampur.

Nantinya akan ada petugas yang turun ke lapangan untuk memeriksa sertifikat halal. Jika menemukan ada PKL, pedagang bakso, atau pelaku UMKM lainnya yang belum bersertifikat halal, akan dilakukan pendataan. “Mereka sulitnya di mana. Kalau terkait pendanaan, dicarikan dukungan,” katanya. Jika penyebabnya karena pendanaan, relaksasi bisa sekitar tiga bulan. Tetapi jika pedagangnya masih belum paham soal sertifikasi halal, relaksasi atau kelonggaran bisa sampai setahun.

Dia menegaskan ketentuan wajib sertifikat halal pada Oktober nanti tetap berjalan sesuai aturan. Tidak benar aturan itu ditunda, gara-gara ada pelantikan Presiden dan Wakil Presiden baru pada 20 Oktober. “Tetap sesuai aturan berlaku 17 Oktober. Bunyi regulasinya seperti itu,” pungkasnya.

Pada kesempatan yang sama Dirut LPPOM MUI Muti Arintawati mendukung upaya penguatan wisata halal. Khususnya di Labuan Bajo, salah satu dari lima destinasi wisata prioritas. Sesuai dengan kewenangannya, dia mengatakan LPPOM MUI membantu dalam proses sertifikasi halal, sebagai Lembaga Pemeriksa Halal (LPH).

Alurnya adalah pelaku usaha mendaftar ke BPJPH Kemenag. Kemudian pemeriksaan material makanan dan minuman, dilakukan oleh LPH. Setelah itu dikeluarkan fatwa oleh MUI. Baru kemudian BPJPH Kemenag menerbitkan sertifikat halal. “Sebanyak 744 pelaku UMK telah mendapatkan fasilitasi halal secara reguler oleh LPPOM,” katanya. Muti mengatakan mendukung upaya pemerintah untuk menjadi pusat pusat halal dunia. (wan/jpg)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/