Tiga Mahasiswi IPB Bikin Beras Analog Pengganti Beras Otentik
Keberhasilan IPB membuat beras analog mendapatkan apresiasi dari Menteri BUMN Dahlan Iskan. Beras sintetis itu diharapkan mampu meringankan ‘beban’ beras alami sebagai makanan pokok rakyat Indonesia.
M. DINARSA KURNIAWAN, Bogor
Tanggal 17 April 2012 adalah hari bersejarah bagi Annisa Karunia dan dua rekannya, Suba Santika Widara dan Yulianti. Ketiganya mahasiswi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta) IPB Bogor. Malam itu mereka mendapatkan apresiasi istimewa dari Menteri BUMN Dahlan Iskan. Annisa cs dijanjikan berangkat ke luar negeri karena berhasil membuat beras analog sebagai bahan makanan pokok pengganti beras.
Saat itu Dahlan memberikan kuliah umum memperingati 60 tahun Pendidikan Pertanian Indonesia di Gedung Graha Widya Wisuda IPB, Dramaga, Bogor. Dahlan lantas membuka sesi tanya jawab. “Begitu pembawa acara mengumumkan membuka sesi tanya jawab, saya langsung lari ke atas panggung. Tapi, di atas sudah ada 14 orang,” kata Annisa saat ditemui di F-Technopark, laboratorium di Fateta, pekan lalu.
“Padahal, moderator hanya mengizinkan maksimal lima penanya. Akhirnya diundi. Sebenarnya saya kalah, tapi saya memaksa, karena lawan suit saya adalah adik kelas,” sambungnya lantas tertawa.
Mahasiswi berjilbab itu pun berhasil mempresentasikan beras analog di depan Dahlan. Dia menjelaskan, beras analog merupakan beras sintetis yang dibuat dari berbagai macam tepung, seperti sorgum, jagung, atau sagu. Bentuknya mirip beras, tapi warnanya kecokelatan.
Memang belum dipastikan kapan Annisa dkk diberangkatkan ke luar negeri. Yang jelas, dia berharap kepergian mereka ke luar negeri bukan sekadar jalan-jalan. Mereka ingin mendapatkan beasiswa S-2 di Universitas Wageningen, Belanda. Perguruan tinggi tersebut mengkhususkan diri pada ilmu pertanian.
Jika harapan itu tak dikabulkan, Annisa berharap bisa diberi kesempatan menghadiri pertemuan Institute of Food Technologist (IFT) Expo di Las Vegas, Amerika Serikat, Juni mendatang. “Tapi, kalaupun nanti hanya jalan-jalan, kami tetap senang, karena hasil kerja kami diapresiasi. Tapi, harapan kami, sepulang dari luar negeri bisa membawa manfaat secara keilmuan,” ungkap mahasiswi semester delapan ini.
Riset tentang beras analog sebenarnya dilakukan sebagai tugas akhir (TA) bagi Annisa, Suba, dan Yulianti. Kebetulan inventor beras analog adalah Slamet Budijanto, dosen pembimbing mereka sendiri. Tema beras analog adalah topik yang dia tawarkan kepada tiga mahasiswi itu.
Menurut Slamet, beras analog sebenarnya adalah riset yang dilakukannya tahun lalu dengan biaya dari Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek). Namun, sampai deadline presentasi, Slamet belum bisa membuatnya secara sempurna karena terkendala mesin.
Bagi Slamet, meski riset yang dilakukan Annisa dkk dibiayai sendiri, itu semacam penebusan utang pada Kemenristek. Hasilnya pun cukup signifikan. Bahkan, bentuk beras sintetis itu nyaris sempurna, menyerupai beras betulan. (*/c2/ari/jpnn)