MEDAN- Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumatera Utara diminta selektif menerbitkan sertifikat di tanah Eks HGU PTPN II seluas 5.873 hektar. BPN Sumut juga harus berani membatalkan sertifikat yang disinyalir diterbitkan untuk kelompok-kelompok mafia tanah. Saat ini lahan dimaksud masih berstatus tanah negara dan pengaturan, penguasaan, pemilikan, pemanfaatan, dan penggunaannya diserahkan kepada Gubsu.
Hal itu ditegaskan Ketua Kelompok Tani (Himpunan Penggarap Pengusahaan Lahan Kosong Negara (HPPLKN), Saifal Bahri kepada wartawan, di Medan, Minggu (20/5).
“Dalam surat Gubsu, Drs Rudolf M Pardede tanggal 16 April 2007 No 593/1977, dijelaskan areal eks HGU tersebut statusnya dikuasai langsung oleh negara,” ungkapnya didampingi pengurus Kelompok Tani 71-79, Kelompok Tani Selambo, Jas Merah, Kelompok Tani Bandar Rejo Bersatu, Kelompok Tani Maju Bersama Rakorba, PPRM Sumut, Perempuan Mahardika, SMI Cabang Medan, L-KESRA dan KPOPRP yang seluruhnya tergabung dalam Komite Tani Menggugat (KTM).
Dalam surat nomor 42-44/HGU/BPN/2002 tanggal 29 Nopember 2002 untuk areal di Deliserdang, Langkat, Binjai dan Nomor 10/HGU/BPN/2004 tertanggal 6 Februari untuk areal Deliserdang, BPN Sumut menetapkan, tanah tersebut dikuasai oleh negara yakni Gubsu yang selanjutnya diproses sesuai dengan ketentuan dan perundangan yang berlaku.
“Sementara yang terjadi saat ini di lapangan, tanah eks HGU PTPN II telah beralih kepada mafia-mafia yang mendirikan bangunan perumahan dan terjadi jual beli di bawah tangan. Dan ini jelas tertuang dalam surat Gubsu dan diakui sampai sekarang Gubsu belum mendistribusikan tanah tersebut kepada siapa pun karena pada masa pak Rudolf sudah 4 kali menyurati Meneg BUMN dan sampai saat ini belum ada pelepasan asset,” jelasnya.
Disebutkannya, tanah eks HGU milik negara seluas 74 hektar di Pasar IV, Desa Helvetia, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deliserdang, sekarang ini telah berdiri bangunan perumahan dan pengerjaannya terus berlangsung. Padahal tanah tersebut status quo (stanvas) berdasarkan hasil rapat kerja dengan pendapat DPRD Sumut, BPN Sumut, Biro Pemerintahan Umum Setda Provsu, Bupati Deliserdang, BPN Deliserdang, Kades, PTPN II dan masyarakat penggarap pada 12 Juli 2011 silam.
“Tidak ada upaya pihak Pemkab Deliserdang dan kepolisian untuk menghentikannya dan sepertinya di-back up oleh oknum-oknum tertentu dan tidak mau tahu dengan keputusan yang telah disepakati yakni status quo (stanvas),” sebutnya.
Bahkan ada disinyalir BPN Sumut telah menerbitkan 234 sertifikat atas tanah tersebut. Namun setelah dikonfirmasi, BPN Sumut mengklaim tidak menerbitkannya. Dia melihat BPN Sumut terlampau jauh mengambil wewenang Gubsu untuk menerbitkan sertifikat di lahan eks HGU di Pasar IV, Desa Helvetia, Labuhan Deli, Kabupaten Deliserdang. ‘’Pengambil kebijakan telah memberi kesempatan pada mafia tanah untuk mendirikan bangunan. Ini membuktikan jajaran pemerintah yakni eksekutif, penegak hukum sudah terkontaminasi oleh mafia tanah. Oleh karena itu kita tinggal menunggu kebijakan dan ketegasan Gubsu,” ucapnya.
Saifal mengatakan, 106 hektar tanah Eks HGU PTPN II di Pasar IV, Desa Helvetia, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deliserdang dimana 74 hektar telah dikuasai namun status stanvas, yang digugat Titin Kurniawati Rahayu Cs ke PN Lubukpakam pada 2006 dengan alas hak Surat Keterangan Penerimaan Tanah Sawah dan Ladang (SKPT-SL) oleh Gubsu tanggal 20 Januari 1954 itu tidak berlaku lagi sesuai keputusan BPN nomor 540.1-1138 tertanggal 10 Mei 2004. Dia mengatakan dua orang yang mengaku pemilik lahan dengan alas surat itu sudah ditangkap polisi, yakni Misran Sasmita dan Sudarsono.
“Kami mengimbau masyarakat jangan membeli lahan di lahan eks HGU PTPN II di Pasar IV, Desa Helvetia, Labuhan Deli. Lahan itu masih bermasalah dan dalam proses hukum,” ujar Saifal.
Opung Juntak dari kelompok tani HPPLKN menyayangkan Plt Gubsu Gatot Pujo Nugroho yang belum menuntaskan masalah tanah eks HGU. Gatot berjanji menyelesaikan paling lambat Mei 2012. “Jangan BPN dan Gubsu dikendalikan mafia,” dia menegaskan. (*/ila)