24 C
Medan
Thursday, December 18, 2025

Soroti Kelambatan Penanganan Bencana di Sumut, Penrad Dukung Masinton Minta Alat Berat ke Pusat

TAPANULI TENGAH – Anggota DPD RI asal Sumatra Utara Pdt Penrad Siagian turun langsung meninjau sejumlah lokasi bencana banjir dan longsor di Humbang Hasundutan, Tapanuli Tengah, hingga Kota Sibolga. Kunjungan gelombang kedua ke tiga daerah itu dilakukan untuk melihat langsung kondisi warga terdampak sekaligus menyalurkan bantuan kemanusiaan.

Dalam perjalanan sejak Senin, 15 Desember 2025, ke titik-titik bencana, Penrad menyerahkan lebih dari 10 ton bantuan berupa sembako, pakaian bekas, dan Alkitab kepada warga terdampak. Bantuan diberikan tidak hanya di lokasi pengungsian, tetapi juga kepada masyarakat yang ditemui di sepanjang jalur perjalanan menuju daerah terdampak. “Semoga bantuan ini dapat sedikit mengurangi beban masyarakat yang menjadi korban bencana alam ini,” kata Penrad Siagian dalam keterangannya, Rabu (17/12/2025).

Ia juga menyerap langsung aspirasi warga yang mengeluhkan lambannya penanganan pascabencana. Penrad menyebutkan, dampak bencana yang terjadi sejak akhir November lalu belum tertangani secara optimal.

Memasuki minggu ketiga Desember, proses pemulihan dinilai sangat lambat dan mengganggu aktivitas perkantoran, sekolah, serta perekonomian masyarakat. “Sejumlah sekolah terpaksa menghentikan kegiatan belajar-mengajar karena bangunan sekolah dan rumah warga masih terendam air, lumpur, dan material kayu,” ujarnya.

Di Kabupaten Tapanuli Tengah saat menuju Kecamatan Tukka, lokasi terparah bencana di wilayah itu, Penrad bertemu dengan Bupati Masinton Pasaribu. Dalam pertemuan tersebut, Masinton menyampaikan keterbatasan dalam penanganan pascabencana, khususnya alat-alat berat.

Masinton menyampaikan, alat berat milik Pemkab Tapteng sangat terbatas sehingga terpaksa menyewa dari pihak swasta dengan kemampuan fiskal yang juga terbatas. “Jalanan, rumah, sekolah, dan infrastruktur lainnya masih tergenang banjir, kayu, dan lumpur. Yang disampaikan Bupati Masinton tadi, mereka kekurangan alat-alat berat karena yang tersedia di Pemkab hanya beberapa unit saja. Bahkan, Pemkab sampai menyewa ke beberapa perusahaan yang menyediakan alat-alat berat,” ungkapnya.

Penrad mengungkapkan, Masinton secara langsung meminta bantuan pemerintah pusat untuk mengirimkan alat-alat berat dalam jumlah memadai. “Penanganan bencana ini sangat lambat karena kekurangan alat-alat berat untuk melakukan proses pemulihan perbaikan sarana dan prasarana. Saya secara resmi akan menyampaikan permintaan ini ke Pemerintah Pusat,” sambungnya.

Di Kecamatan Tukka, Penrad menyaksikan langsung aliran Sungai Tukka yang tertutup kayu gelondongan dan lumpur sepanjang lebih dari satu kilometer. Pengerjaan pembersihan hanya mengandalkan dua unit alat berat yang tersedia di lokasi. Kondisi tersebut dinilai tidak sebanding dengan tingkat kerusakan yang ada dan berpotensi memperpanjang penderitaan masyarakat.

“Saya menyaksikan langsung aliran Sungai Tukka ditutup gelondongan kayu, terjadi pendangkalan, dan ditutup oleh lumpur serta longsoran kayu sepanjang kiloan meter di sungai itu. Pengerjaannya hanya menggunakan dua alat berat. Mau sampai kapan ini selesai!” ucapnya.

Penrad menegaskan, keterbatasan alat berat menjadi penyebab utama lambannya penanganan pascabencana. Akibatnya, setiap kali hujan turun, air dan lumpur kembali menggenangi rumah warga dan jalanan karena aliran sungai belum pulih secara normal.

Hingga saat ini, kata dia, sebagian warga masih takut kembali ke rumah karena ketinggian air di dalam rumah mencapai dua meter. Ia menegaskan, kelambatan ini sangat mengganggu proses pemulihan kehidupan sehari-hari, mulai dari sekolah, pasar, hingga perkantoran, dan akan berimbas pada tahap rekonstruksi dan rehabilitasi.

“Kalau ini dibiarkan, kondisi masyarakat tidak akan pernah pulih. Selama itu tidak selesai, setiap kali hujan, air dan lumpur itu berpindah ke jalanan dan kembali menggenangi rumah masyarakat. Artinya terjadi aliran air yang baru,” pungkasnya.

Melihat besarnya kerusakan dan kerugian sosial ekonomi yang dialami masyarakat, Penrad kembali mendesak pemerintah pusat agar segera menetapkan bencana di wilayah Sumatra Utara sebagai bencana nasional. “Saya tetap mendorong ini agar ditetapkan menjadi status bencana nasional sehingga penanganan pascabencana ini, rekonstruksi dan rehabilitasi dapat berjalan baik, holistik, dan berjalan dengan cepat. Sehingga pemulihan kondisi ekonomi dan sosial masyarakat dapat kembali terjadi,” pungkasnya.

Ia menilai, kemampuan fiskal daerah sangat terbatas untuk menanggung beban pemulihan infrastruktur publik, rumah warga, serta pemulihan ekonomi masyarakat. Oleh karena itu, intervensi pemerintah pusat melalui penetapan status bencana nasional dinilai menjadi kunci agar penanganan dilakukan secara holistik, terkoordinasi, dan berkelanjutan.

Penrad menutup kunjungannya dengan menegaskan bahwa pengiriman alat-alat berat dalam jumlah besar harus segera dilakukan. Tanpa langkah tersebut, proses pemulihan akan terus tertunda dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat terdampak tidak akan pernah benar-benar pulih. (adz)

TAPANULI TENGAH – Anggota DPD RI asal Sumatra Utara Pdt Penrad Siagian turun langsung meninjau sejumlah lokasi bencana banjir dan longsor di Humbang Hasundutan, Tapanuli Tengah, hingga Kota Sibolga. Kunjungan gelombang kedua ke tiga daerah itu dilakukan untuk melihat langsung kondisi warga terdampak sekaligus menyalurkan bantuan kemanusiaan.

Dalam perjalanan sejak Senin, 15 Desember 2025, ke titik-titik bencana, Penrad menyerahkan lebih dari 10 ton bantuan berupa sembako, pakaian bekas, dan Alkitab kepada warga terdampak. Bantuan diberikan tidak hanya di lokasi pengungsian, tetapi juga kepada masyarakat yang ditemui di sepanjang jalur perjalanan menuju daerah terdampak. “Semoga bantuan ini dapat sedikit mengurangi beban masyarakat yang menjadi korban bencana alam ini,” kata Penrad Siagian dalam keterangannya, Rabu (17/12/2025).

Ia juga menyerap langsung aspirasi warga yang mengeluhkan lambannya penanganan pascabencana. Penrad menyebutkan, dampak bencana yang terjadi sejak akhir November lalu belum tertangani secara optimal.

Memasuki minggu ketiga Desember, proses pemulihan dinilai sangat lambat dan mengganggu aktivitas perkantoran, sekolah, serta perekonomian masyarakat. “Sejumlah sekolah terpaksa menghentikan kegiatan belajar-mengajar karena bangunan sekolah dan rumah warga masih terendam air, lumpur, dan material kayu,” ujarnya.

Di Kabupaten Tapanuli Tengah saat menuju Kecamatan Tukka, lokasi terparah bencana di wilayah itu, Penrad bertemu dengan Bupati Masinton Pasaribu. Dalam pertemuan tersebut, Masinton menyampaikan keterbatasan dalam penanganan pascabencana, khususnya alat-alat berat.

Masinton menyampaikan, alat berat milik Pemkab Tapteng sangat terbatas sehingga terpaksa menyewa dari pihak swasta dengan kemampuan fiskal yang juga terbatas. “Jalanan, rumah, sekolah, dan infrastruktur lainnya masih tergenang banjir, kayu, dan lumpur. Yang disampaikan Bupati Masinton tadi, mereka kekurangan alat-alat berat karena yang tersedia di Pemkab hanya beberapa unit saja. Bahkan, Pemkab sampai menyewa ke beberapa perusahaan yang menyediakan alat-alat berat,” ungkapnya.

Penrad mengungkapkan, Masinton secara langsung meminta bantuan pemerintah pusat untuk mengirimkan alat-alat berat dalam jumlah memadai. “Penanganan bencana ini sangat lambat karena kekurangan alat-alat berat untuk melakukan proses pemulihan perbaikan sarana dan prasarana. Saya secara resmi akan menyampaikan permintaan ini ke Pemerintah Pusat,” sambungnya.

Di Kecamatan Tukka, Penrad menyaksikan langsung aliran Sungai Tukka yang tertutup kayu gelondongan dan lumpur sepanjang lebih dari satu kilometer. Pengerjaan pembersihan hanya mengandalkan dua unit alat berat yang tersedia di lokasi. Kondisi tersebut dinilai tidak sebanding dengan tingkat kerusakan yang ada dan berpotensi memperpanjang penderitaan masyarakat.

“Saya menyaksikan langsung aliran Sungai Tukka ditutup gelondongan kayu, terjadi pendangkalan, dan ditutup oleh lumpur serta longsoran kayu sepanjang kiloan meter di sungai itu. Pengerjaannya hanya menggunakan dua alat berat. Mau sampai kapan ini selesai!” ucapnya.

Penrad menegaskan, keterbatasan alat berat menjadi penyebab utama lambannya penanganan pascabencana. Akibatnya, setiap kali hujan turun, air dan lumpur kembali menggenangi rumah warga dan jalanan karena aliran sungai belum pulih secara normal.

Hingga saat ini, kata dia, sebagian warga masih takut kembali ke rumah karena ketinggian air di dalam rumah mencapai dua meter. Ia menegaskan, kelambatan ini sangat mengganggu proses pemulihan kehidupan sehari-hari, mulai dari sekolah, pasar, hingga perkantoran, dan akan berimbas pada tahap rekonstruksi dan rehabilitasi.

“Kalau ini dibiarkan, kondisi masyarakat tidak akan pernah pulih. Selama itu tidak selesai, setiap kali hujan, air dan lumpur itu berpindah ke jalanan dan kembali menggenangi rumah masyarakat. Artinya terjadi aliran air yang baru,” pungkasnya.

Melihat besarnya kerusakan dan kerugian sosial ekonomi yang dialami masyarakat, Penrad kembali mendesak pemerintah pusat agar segera menetapkan bencana di wilayah Sumatra Utara sebagai bencana nasional. “Saya tetap mendorong ini agar ditetapkan menjadi status bencana nasional sehingga penanganan pascabencana ini, rekonstruksi dan rehabilitasi dapat berjalan baik, holistik, dan berjalan dengan cepat. Sehingga pemulihan kondisi ekonomi dan sosial masyarakat dapat kembali terjadi,” pungkasnya.

Ia menilai, kemampuan fiskal daerah sangat terbatas untuk menanggung beban pemulihan infrastruktur publik, rumah warga, serta pemulihan ekonomi masyarakat. Oleh karena itu, intervensi pemerintah pusat melalui penetapan status bencana nasional dinilai menjadi kunci agar penanganan dilakukan secara holistik, terkoordinasi, dan berkelanjutan.

Penrad menutup kunjungannya dengan menegaskan bahwa pengiriman alat-alat berat dalam jumlah besar harus segera dilakukan. Tanpa langkah tersebut, proses pemulihan akan terus tertunda dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat terdampak tidak akan pernah benar-benar pulih. (adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru