26 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

36 Derajat Celsius, Fiuhhh!

Usai berbasah-basah nyaris tiap hari selama bulan Mei, memasuki Juni, Kota Medan langsung berpanas-ria. Saking panasnya cuaca, selimut tebal yang dicuci pagi dan dijemur di panas matahari, dijamin kering sore harinya. Dan Selasa kemarin menjadi hari yang benar-benar membuat warga Medan berkeluh-kesah. Panasnya, fiuhhh…!

Prakiraan cuaca panas di bulan Juni ini sudah diprediksi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) pada Mei lalu. Suhu kemarin disebut mencapai 36 derajat Celcius, dan dinyatakan sebagai suhu terpanas di Kota Medan dalam 30 tahun terakhir.

Menurut BMKG, suhu panas ini disebabkan aktivitas angin monsun barat daya yang mengganggu pembentukan awan. Akibatnya, sinar matahari langsung menerpa ke permukaan bumi tanpa penghalang.

Cuaca di tanah air umumnya terdiri dari dua musim: hujan dan kemarau. Bulan-bulannya pun hampir selalu sama tahun demi tahun. Bahkan sampai ada istilah, bulan yang diakhiri dengan Ber Ber adalah bulan hujan. Yakni, September, Oktober, November, dan Desember.
Tetapi belakangan ini, cuaca mulai ekstrem. Tak lagi ’patuh’ pada jadwal-jadwal yang sudah dikenal para petani. Hujan turun di bulan yang biasanya kemarau, dan kemarau di bulan yang biasanya hujan.

“Hujan salah, panas salah, halaahhh…,” keluh seorang pekerja toko, yang mengaku repot menyapu debu dan daun pohon yang saban menit masuk ke toko tempatnya bekerja.

Ya, kita ini memang serba salah. Saat diberi hujan tiap hari, kita mengeluh: basah, banjir, flu, pohon tumbang, jemuran tak kering, dan sebagainya. Saat diberi suhu panas tiap hari, kita juga mengeluh: panas, sakit kepala, ISPA, debu, dan sebagainya.

Jadi kita maunya apa nih?

Sebenarnya, teknologi saat ini sudah bisa ’memaksa’ hujan turun di tempat tertentu, atau bahkan mengusir hujan dari tempat tertentu. Bukan tenaga pawang hujan maksud saya, tetapi benar-benar teknologi dengan ilmu pengetahuan. Namun ini skalanya terbatas. Alam tetap lebih kuat. Artinya, teknologi belum bisa mengatur cuaca global sesuai kehendak manusia.

Jadi, apa yang harus dilakukan?

Mengeluh, kita semua tau jelas, tak ada gunanya. Mengeluhkan hujan, mengeluhkan panas, hanya akan menambah gundah gulana. Yang terbaik untuk dilakukan barangkali adalah menyesuaikan diri dengan cuaca. Bak kata pepatah, sedia payung sebelum hujan… sedia juga payung di musim panas. Nikmati hujan pada saatnya, dan panas pada musimnya.

Pada musim hujan, jangan lupa payung, jas hujan, sepatu karet, dan sebagainya. Di musim panas, jangan lupakan juga payung, masker bagi pengguna motor, topi, banyak minum air putih, dan sebagainya. Antisipasi, itulah payung di segala musim. (*)

Usai berbasah-basah nyaris tiap hari selama bulan Mei, memasuki Juni, Kota Medan langsung berpanas-ria. Saking panasnya cuaca, selimut tebal yang dicuci pagi dan dijemur di panas matahari, dijamin kering sore harinya. Dan Selasa kemarin menjadi hari yang benar-benar membuat warga Medan berkeluh-kesah. Panasnya, fiuhhh…!

Prakiraan cuaca panas di bulan Juni ini sudah diprediksi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) pada Mei lalu. Suhu kemarin disebut mencapai 36 derajat Celcius, dan dinyatakan sebagai suhu terpanas di Kota Medan dalam 30 tahun terakhir.

Menurut BMKG, suhu panas ini disebabkan aktivitas angin monsun barat daya yang mengganggu pembentukan awan. Akibatnya, sinar matahari langsung menerpa ke permukaan bumi tanpa penghalang.

Cuaca di tanah air umumnya terdiri dari dua musim: hujan dan kemarau. Bulan-bulannya pun hampir selalu sama tahun demi tahun. Bahkan sampai ada istilah, bulan yang diakhiri dengan Ber Ber adalah bulan hujan. Yakni, September, Oktober, November, dan Desember.
Tetapi belakangan ini, cuaca mulai ekstrem. Tak lagi ’patuh’ pada jadwal-jadwal yang sudah dikenal para petani. Hujan turun di bulan yang biasanya kemarau, dan kemarau di bulan yang biasanya hujan.

“Hujan salah, panas salah, halaahhh…,” keluh seorang pekerja toko, yang mengaku repot menyapu debu dan daun pohon yang saban menit masuk ke toko tempatnya bekerja.

Ya, kita ini memang serba salah. Saat diberi hujan tiap hari, kita mengeluh: basah, banjir, flu, pohon tumbang, jemuran tak kering, dan sebagainya. Saat diberi suhu panas tiap hari, kita juga mengeluh: panas, sakit kepala, ISPA, debu, dan sebagainya.

Jadi kita maunya apa nih?

Sebenarnya, teknologi saat ini sudah bisa ’memaksa’ hujan turun di tempat tertentu, atau bahkan mengusir hujan dari tempat tertentu. Bukan tenaga pawang hujan maksud saya, tetapi benar-benar teknologi dengan ilmu pengetahuan. Namun ini skalanya terbatas. Alam tetap lebih kuat. Artinya, teknologi belum bisa mengatur cuaca global sesuai kehendak manusia.

Jadi, apa yang harus dilakukan?

Mengeluh, kita semua tau jelas, tak ada gunanya. Mengeluhkan hujan, mengeluhkan panas, hanya akan menambah gundah gulana. Yang terbaik untuk dilakukan barangkali adalah menyesuaikan diri dengan cuaca. Bak kata pepatah, sedia payung sebelum hujan… sedia juga payung di musim panas. Nikmati hujan pada saatnya, dan panas pada musimnya.

Pada musim hujan, jangan lupa payung, jas hujan, sepatu karet, dan sebagainya. Di musim panas, jangan lupakan juga payung, masker bagi pengguna motor, topi, banyak minum air putih, dan sebagainya. Antisipasi, itulah payung di segala musim. (*)

Artikel Terkait

Wayan di New York

Trump Kecele Lagi

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/