Setiap penerimaan mahasiswa baru pasti orangtua calon mahasiswa langsung dihadapkan dengan duit. Pasalnya, untuk masuk universitas negeri dan jurusan favorit seperti kedokteran butuh duit tak sedikit. Bisa mencapai ratusan juta rupiah mematok tarif bagi calon mahasiswa baru menggunakan jalur mandiri lokal sebesar Rp60 juta per tahun. Jumlah tersebut belum termasuk Dana Kelengkapan Akademik (DKA) senilai Rp7 juta yang harus dibayarkan calon mahasiswa sebelum memulai perkuliahan. DAK ini hanya dibayarkan sekali saja sampai mahasiswa menyelesaikan perkuliahannya. Dana DAK ini sudah termasuk seluruh biaya praktikum, laboratorium, almamater dan sebagainya.
Untuk jalur jalur reguler, setiap mahasiswa dibebankan biaya kuliah Rp2 juta per tahun dengan biaya DAK senilai Rp4,5 juta.
Di Universitas Brawijaya (Unibraw) mematok uang Sumbangan Pengembangan Fasilitas Pendidikan (SPFP) bagi calon mahasiswa Fakultas Kedokteran sebesar Rp155 juta. Sumbangan sebesar itu merupakan jalur mandiri.
Di Universitas Riau khusus Fakultas Kedoteran setiap calon mahasiswa diwajibkan membayar Rp125 juta.
Artinya setelah dinyatakan lulus seleksi, nantinya calon mahasiswa langsung membayarkan uang Rp125 juta tersebut.
Universitas Indonesia (UI) mengklaim sebagai universitas negeri termurah. Tapi, untuk fakultas kedokterannya tetap saja biaya sumbangan pendidikan sebesar Rp25 juta.
Di ITB tidak membuka lagi jalur mandiri atau kelas khusus. 100 Persen mahasiswa dan mahasiswi ITB direkrut dari jalur SNMPTN. Setelah lulus tes, mereka akan dimintai kesanggupan membayar Rp55 juta, tetapi bagi mahasiswa tidak mampu bisa mendapat subsidi 100 persen.
Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar menawarkan beragam jalur masuk ke jurusan favorit di Fakultas Kedokteran. Mulai dari jalur SNMPTN, undangan, hingga non-subsidi. Biayanya juga beragam dari Rp600 ribu per semester hingga Rp125 juta.
Di Universitas Diponegoro (Undip) untuk jalur mandiri Fakultas Kedokteran, dana sumbangan pengembangan manajemen pendidikan (SPMP) mencapai Rp125 juta. Sementara, Sumbangan Pengembangan Intitusi (SPI) Rp5 juta, Praktikum Responsi dan Kegiatan Perkuliahan (PRKP) dan Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) masing-masing Rp2 juta.
Bagi masyarakat menengah yang anaknya punya cita-cita menjadi dokter tentu akan mengurungkan niatnya untuk menjadi dokter. Itu pasti. Karena kalaupun ditempuhnya dengan utang sana utang sini, bisa-bisa orangtuanya akan dikejar-kejar utang terus hingga anaknya tamat kuliah.
Bagaimana dengan seorang penarik becak yang tergolong masyarakat kelas bawah. Jangankan memikirkan anak mau menjadi dokter untuk makan saja susah.
“Kalau sekarang ini semua kuliah duit. Sehingga begitu tamat kuliah tak tahu apa-apa. Terkadang sudah menyandang gelar dokter aja tak bisa mengobati,” kata seorang tukang becak.
Jadi, katanya, wajar kalau zaman sekarang ini kalau tak ada duit tak akan bisa kuliah.
“Jadi, dokter itu tahun-tahun ke depan pasti berasal dari anak orang kaya. Orang masukknya aja harus mengeluarkan ratusan juta. Manalah kita bisa,” katanya.
Nah, dari ocehan tukang becak tadi pemerintah seharusnya sudah memikirkan agar masyarakat yang tak punya duit juga bisa kuliah di perguruan tinggi negeri dengan jurusan favorit. Tidak seperti sekarang ini, ada duit baru bisa kuliah. Hasilnya juga jadi kuliah duit. (*)