25 C
Medan
Tuesday, November 26, 2024
spot_img

Dari Menara Pengawas Harta hingga Jalur Melarikan Diri

Berkunjung ke Diaolou, Simbol Kekayaan Imigran Tiongkok

Diaolou adalah rumah sekaligus benteng dengan arsitektur gabungan Tiongkok-Barat dan memiliki nilai sejarah tinggi. Menariknya, terali besi yang membentengi pintu masuk dibiarkan bengkok. Kenapa?

ANGGIT SATRIYO, Guandong

TUJUAN WISATA: Sejumlah Diaolou di kawasan Kaiping, Provinsi Guangdong, Tiongkok. //ANGGIT SATRIYO/JAWA POS/jpnn
TUJUAN WISATA: Sejumlah Diaolou di kawasan Kaiping, Provinsi Guangdong, Tiongkok. //ANGGIT SATRIYO/JAWA POS/jpnn
BUKAN karena tak ada dana kalau terali besi yang membentengi pintu masuk ke bangunan empat lantai di Desa Beiyi Xiang, Kaiping, Provinsi Guangdong, Tiongkok, itu dibiarkan bengkok. Tapi, itu semata karena faktor sejarah.

Sebuah keterangan tertulis yang terpasang di dekat terali tersebut menegaskan itu: “Terali ini bengkok karena dirusak tentara Jepang yang gagal menerobos masuk.”n

Tentara Jepang di Tiongkok? Ya, selamat datang di diaolou, bangunan yang akan melemparkan siapa saja yang melihatnya sekarang ke era 1920-an dan 1930-an. Inilah bangunan semacam benteng atau menara pengawas yang menjadi simbol kesuksesan sekaligus kekayaan para imigran Tiongkok kala itu.

Diaolou (arti generiknya “bangunan mirip benteng”) rata-rata bertingkat empat dengan bagian teratas berupa kubah layaknya bangunan lawas Eropa. Arsitekturnya memang gabungan Tiongkok dan Barat. Jendela sempit berornamen ukiran khas Tiongkok menjadi salah satu ciri menonjol.

“Diaolou itu ibarat tempat menimbun kekayaan,” jelas Iris Jiang (23) pegawai Dinas Pariwisata Kaiping yang mengantar Jawa Pos (grup Sumut Pos) dan rombongan Air Asia berkeliling kawasan dialou.

Mulai muncul era Dinasti Qing (1644-1912), diaolou mencapai puncaknya pada dekade 1920-an dan 1930-an. Ketika itu, orang-orang Tiongkok yang sukses berdagang atau membuka restoran di Amerika Serikat, Kanada, Hongkong, dan Malaysia ramai-ramai membangun diaolou di kampung halaman untuk menunjukkan kekayaan sekaligus tempat jujukan saat mudik. Biasanya yang menjadi hunian sang pemilik dan keluarganya adalah dua lantai teratas.

Nah, karena harta yang berlimpah itu pula, para pemilik diaolou membutuhkan kubah di atas sebagai menara pengawas. Yakni, untuk mengawasi kalau-kalau ada bandit yang berusaha menerobos masuk.

Belakangan, ketika Perang Tiongkok-Jepang mulai meletus pada 1931 dan membesar pada periode 1937-1945, menara itu penting untuk mengantisipasi jika ada tentara Jepang mendekat. Maklum, ketika itu, serdadu Negeri Matahari Terbit dikenal doyan menguras harta kekayaan penduduk.

Karena yang memiliki itu adalah kalangan tajir, bagian dalam diaolou sangatlah kosmopolis. Serba luks untuk ukuran saat itu, bahkan tetap terasa mewah hingga sekarang.

Di diaolou yang teralinya bengkok tadi yang dimiliki Xie Wei Li, misalnya.

Lantai bangunan yang berdiri pada 1936 itu dilapisi tegel putih yang dipesan khusus dari Italia “kini terlihat agak kusam. Penutup kloset duduknya dari kayu jati berkualitas tinggi. Sedangkan teralinya buatan Jerman.

“Jadi, wajar kalau kualitas teralinya sangat bagus. Tak bisa dijebol, bahkan oleh tentara Jepang,” ujar Iris yang bernama Mandarin Yu Jiang.

Kompleks diaolou milik Li yang merupakan seorang saudagar sukses di Amerika Serikat itu berdiri di areal 11 hektare. Lokasi itu dilengkapi kanal buatan, jembatan, paviliun, dan koridor.

Selain bangunan utama, ada beberapa bangunan tambahan dengan kombinasi bata kuning dan keramik biru yang memperlihatkan percampuran arsitektur Tiongkok dan Barat.

Menurut Iris, di dialou tersebut empat istri Xie, meski tinggal di rumah yang berbeda-beda, biasa berkumpul untuk membicarakan persoalan anak-anak keturunan Li di menara tersebut. “Empat istri bisa akrab di tempat ini,” kata Iris.

Keunikan lain bisa ditemukan di dialou milik Fang Ru Wen di Desa Zili, pinggiran Kaiping. Di desa tersebut terdapat sekitar 15 diaolou yang tersebar di tiga dusun. Diaolou milik Fang, seorang pengusaha restoran di Kanada, termasuk yang paling menonjol.

Nah, di diaolou milik Fang itu terali besi yang terpasang di jendela-jendela dilengkapi dengan kunci gembok. “Kalau ada serangan ke rumah ini, pemiliknya bisa menyelamatkan diri dengan membuka terali besi,” ucap Iris.

Di langit-langit teras juga terdapat lubang kecil berdiameter 10 cm. Fungsinya, pemilik rumah bisa mengintip tamu tak diundang dari lubang tersebut. “Bahkan, dia juga bisa mengarahkan moncong senjata melalui lubang itu,” ucapnya.

Menurut tipe dasarnya, diaolou dibagi tiga jenis. Yakni, genglou, zhonglou, dan zhulou. Diaolou milik Xie dan Fang bisa dikategorikan ke jenis zhulou, yakni yang paling tinggi, luas, dan indah.

Menurut data Pemerintah Kota Kaiping, saat ini tersisa sekitar 1.800 diaolou di wilayah mereka. Bangunan yang lain sudah bersalin fungsi menjadi flat hunian.

Sejak sebelas tahun lalu, semua dialou yang berada di kawasan Kaiping tercatat sebagai monumen nasional. Dialou juga tercatat sebagai warisan budaya yang dilindungi oleh Unesco.

Pemerintah mengambil alih perawatan bangunan-bangunan bersejarah itu karena rata-rata ahli warisnya sudah tak tinggal di Tiongkok lagi. Sebenarnya, terang Iris, para imigran Tiongkok yang membangun diaolou-diaolou itu bermaksud pulang kampung.

Namun, mereka membatalkan niat tersebut karena longgarnya kebijakan imigrasi di negara-negara tempat mereka sukses merantau, misalnya Kanada. “Jadilah para saudagar kaya itu dan keturunannya berdomisili di sana,” katanya.

Pemerintah setempat pun akhirnya memanfaatkan diaolou-diaolou itu sebagai tempat jujukan wisata. Untuk memperjelas nilai kandungan sejarah, orisinalitas bangunan dijaga betul, dilengkapi ruang pamer dokumentasi. Di diaolou milik Xie Wei Li tadi, contohnya, bisa ditemukan foto lawas yang memperlihatkan kunjungan pejabat Partai Komunis Tiongkok di tempat tersebut.

“Selama ini berkunjung ke Tiongkok yang selalu dipandang adalah Beijing. Tapi, lihat saja, kota kecil seperti Kaiping ini ternyata memiliki bangunan dengan arsitektur hebat. Tak menyangka ternyata sangat istimewa,” ujar Ho Weng Leong, seorang turis asal Malaysia, yang ditemui Jawa Pos.

Jumlah turis yang mendatangi diaolou memang belum banyak. Saat Jawa Pos berkunjung ke sana, di lahan parkir diaolou Xie yang luas itu hanya tampak lima mobil dan satu bus. “Tapi, kami yakin, ke depan tempat ini bakal semakin ramai dikunjungi,” kata Iris. (*)

Berkunjung ke Diaolou, Simbol Kekayaan Imigran Tiongkok

Diaolou adalah rumah sekaligus benteng dengan arsitektur gabungan Tiongkok-Barat dan memiliki nilai sejarah tinggi. Menariknya, terali besi yang membentengi pintu masuk dibiarkan bengkok. Kenapa?

ANGGIT SATRIYO, Guandong

TUJUAN WISATA: Sejumlah Diaolou di kawasan Kaiping, Provinsi Guangdong, Tiongkok. //ANGGIT SATRIYO/JAWA POS/jpnn
TUJUAN WISATA: Sejumlah Diaolou di kawasan Kaiping, Provinsi Guangdong, Tiongkok. //ANGGIT SATRIYO/JAWA POS/jpnn
BUKAN karena tak ada dana kalau terali besi yang membentengi pintu masuk ke bangunan empat lantai di Desa Beiyi Xiang, Kaiping, Provinsi Guangdong, Tiongkok, itu dibiarkan bengkok. Tapi, itu semata karena faktor sejarah.

Sebuah keterangan tertulis yang terpasang di dekat terali tersebut menegaskan itu: “Terali ini bengkok karena dirusak tentara Jepang yang gagal menerobos masuk.”n

Tentara Jepang di Tiongkok? Ya, selamat datang di diaolou, bangunan yang akan melemparkan siapa saja yang melihatnya sekarang ke era 1920-an dan 1930-an. Inilah bangunan semacam benteng atau menara pengawas yang menjadi simbol kesuksesan sekaligus kekayaan para imigran Tiongkok kala itu.

Diaolou (arti generiknya “bangunan mirip benteng”) rata-rata bertingkat empat dengan bagian teratas berupa kubah layaknya bangunan lawas Eropa. Arsitekturnya memang gabungan Tiongkok dan Barat. Jendela sempit berornamen ukiran khas Tiongkok menjadi salah satu ciri menonjol.

“Diaolou itu ibarat tempat menimbun kekayaan,” jelas Iris Jiang (23) pegawai Dinas Pariwisata Kaiping yang mengantar Jawa Pos (grup Sumut Pos) dan rombongan Air Asia berkeliling kawasan dialou.

Mulai muncul era Dinasti Qing (1644-1912), diaolou mencapai puncaknya pada dekade 1920-an dan 1930-an. Ketika itu, orang-orang Tiongkok yang sukses berdagang atau membuka restoran di Amerika Serikat, Kanada, Hongkong, dan Malaysia ramai-ramai membangun diaolou di kampung halaman untuk menunjukkan kekayaan sekaligus tempat jujukan saat mudik. Biasanya yang menjadi hunian sang pemilik dan keluarganya adalah dua lantai teratas.

Nah, karena harta yang berlimpah itu pula, para pemilik diaolou membutuhkan kubah di atas sebagai menara pengawas. Yakni, untuk mengawasi kalau-kalau ada bandit yang berusaha menerobos masuk.

Belakangan, ketika Perang Tiongkok-Jepang mulai meletus pada 1931 dan membesar pada periode 1937-1945, menara itu penting untuk mengantisipasi jika ada tentara Jepang mendekat. Maklum, ketika itu, serdadu Negeri Matahari Terbit dikenal doyan menguras harta kekayaan penduduk.

Karena yang memiliki itu adalah kalangan tajir, bagian dalam diaolou sangatlah kosmopolis. Serba luks untuk ukuran saat itu, bahkan tetap terasa mewah hingga sekarang.

Di diaolou yang teralinya bengkok tadi yang dimiliki Xie Wei Li, misalnya.

Lantai bangunan yang berdiri pada 1936 itu dilapisi tegel putih yang dipesan khusus dari Italia “kini terlihat agak kusam. Penutup kloset duduknya dari kayu jati berkualitas tinggi. Sedangkan teralinya buatan Jerman.

“Jadi, wajar kalau kualitas teralinya sangat bagus. Tak bisa dijebol, bahkan oleh tentara Jepang,” ujar Iris yang bernama Mandarin Yu Jiang.

Kompleks diaolou milik Li yang merupakan seorang saudagar sukses di Amerika Serikat itu berdiri di areal 11 hektare. Lokasi itu dilengkapi kanal buatan, jembatan, paviliun, dan koridor.

Selain bangunan utama, ada beberapa bangunan tambahan dengan kombinasi bata kuning dan keramik biru yang memperlihatkan percampuran arsitektur Tiongkok dan Barat.

Menurut Iris, di dialou tersebut empat istri Xie, meski tinggal di rumah yang berbeda-beda, biasa berkumpul untuk membicarakan persoalan anak-anak keturunan Li di menara tersebut. “Empat istri bisa akrab di tempat ini,” kata Iris.

Keunikan lain bisa ditemukan di dialou milik Fang Ru Wen di Desa Zili, pinggiran Kaiping. Di desa tersebut terdapat sekitar 15 diaolou yang tersebar di tiga dusun. Diaolou milik Fang, seorang pengusaha restoran di Kanada, termasuk yang paling menonjol.

Nah, di diaolou milik Fang itu terali besi yang terpasang di jendela-jendela dilengkapi dengan kunci gembok. “Kalau ada serangan ke rumah ini, pemiliknya bisa menyelamatkan diri dengan membuka terali besi,” ucap Iris.

Di langit-langit teras juga terdapat lubang kecil berdiameter 10 cm. Fungsinya, pemilik rumah bisa mengintip tamu tak diundang dari lubang tersebut. “Bahkan, dia juga bisa mengarahkan moncong senjata melalui lubang itu,” ucapnya.

Menurut tipe dasarnya, diaolou dibagi tiga jenis. Yakni, genglou, zhonglou, dan zhulou. Diaolou milik Xie dan Fang bisa dikategorikan ke jenis zhulou, yakni yang paling tinggi, luas, dan indah.

Menurut data Pemerintah Kota Kaiping, saat ini tersisa sekitar 1.800 diaolou di wilayah mereka. Bangunan yang lain sudah bersalin fungsi menjadi flat hunian.

Sejak sebelas tahun lalu, semua dialou yang berada di kawasan Kaiping tercatat sebagai monumen nasional. Dialou juga tercatat sebagai warisan budaya yang dilindungi oleh Unesco.

Pemerintah mengambil alih perawatan bangunan-bangunan bersejarah itu karena rata-rata ahli warisnya sudah tak tinggal di Tiongkok lagi. Sebenarnya, terang Iris, para imigran Tiongkok yang membangun diaolou-diaolou itu bermaksud pulang kampung.

Namun, mereka membatalkan niat tersebut karena longgarnya kebijakan imigrasi di negara-negara tempat mereka sukses merantau, misalnya Kanada. “Jadilah para saudagar kaya itu dan keturunannya berdomisili di sana,” katanya.

Pemerintah setempat pun akhirnya memanfaatkan diaolou-diaolou itu sebagai tempat jujukan wisata. Untuk memperjelas nilai kandungan sejarah, orisinalitas bangunan dijaga betul, dilengkapi ruang pamer dokumentasi. Di diaolou milik Xie Wei Li tadi, contohnya, bisa ditemukan foto lawas yang memperlihatkan kunjungan pejabat Partai Komunis Tiongkok di tempat tersebut.

“Selama ini berkunjung ke Tiongkok yang selalu dipandang adalah Beijing. Tapi, lihat saja, kota kecil seperti Kaiping ini ternyata memiliki bangunan dengan arsitektur hebat. Tak menyangka ternyata sangat istimewa,” ujar Ho Weng Leong, seorang turis asal Malaysia, yang ditemui Jawa Pos.

Jumlah turis yang mendatangi diaolou memang belum banyak. Saat Jawa Pos berkunjung ke sana, di lahan parkir diaolou Xie yang luas itu hanya tampak lima mobil dan satu bus. “Tapi, kami yakin, ke depan tempat ini bakal semakin ramai dikunjungi,” kata Iris. (*)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/