29 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Menghukum Anak Bukan Suatu yang Mendidik

MEDAN-Sebagian besar orangtua sebenarnya tak menginginkan anak-anaknya dihukum, apalagi oleh ‘tangannya’ sendiri. Saat anak terlihat sedih, kecewa, menangis saat dihukum, sungguh hati orangtua pun merasakan perasaan yang sama seperti anak. Tapi dengan alasan demi kepentingan anak itu sendiri kadang menghukum anak memang tak bisa dihindari.

Saat mengajarkan pelajaran  sekolah misalnya.  Orangtua sering terbawa emosi. Dengan mengatakan si anak bodoh, tolol, hingga menghukum si anak dengan fisik. Padahal itu salah sangat tidak mendidik.

Menurut Pakar Multiple Intelegence dan Holistic Learning, Ayah Edy, dalam acara seminar mendidik anak yang diselenggarakan Smart FM di Uniland Plaza baru –baru ini,  anak memiliki perasaan yang sangat peka, dan memori yang cukup tajam. Sehingga perkataan dan perbuatan tersebut, bisa tertanam di otak anak. “Kalau sudah tertanam seperti itu, maka anak akan melakukan sesuai dengan perintah otak,” ujar Ayah Edy dalam seminar 1000 guru, mengajar dengan cinta.

Karena itu, saat mengajari anak, harus menanamkan hal yang baik pada diri sendiri dan juga anak. “Dari orangtua harus ditanamkan, bahwa anak adalah makhluk yang pintar, bijak, dan banyak akal. Sehingga saat anak salahpun kita dapat tersenyum,” lanjutnya.

Salah satu kesalahan dalam mengajari anak adalah kita tidak mengetahui karakter dan permasalahan anak. Dengan masalah sebagai orangtua juga menumpuk. “Cukup mudah, saat berhadapan dengan anak, posisikan diri sebagai anak, bukan orangtua. Bersahabat dengan anak akan memberikan dampak yang baik untuk anak,” lanjutnya.

Untuk menjadi si anak, cukup mudah diterapkan. Pertama cukup dengan tersenyum tulus. “Bila sulit bersandiwara dengan senyum. Senyum dengan bibir lebar minimal 7 detik. Itu akan membuat kita menjadi terkesan tulus,” ungkapnya.

Yang kedua, ubah cara berfikir. Bahwa anak yang terlahir didunia, tidak ada yang gagal. Hanya bagaimana cara kita mendidik, sehingga menjadikan anak lebih kreatif dan sanggup menghadapi tantangan.

Dan yang terakhir, jadilah seperti anak. Bermain, berfikiran bebas, tidak memiliki beban, dan berperasaan peka. “Jadi, jangan pernah menghukum anak dengan menyetrap, memukul, atau menjewer. Apalagi mengeluarkan kata-kata kasar, seperti bodoh, jahat, dan lainnya. Ini sama saja kita menanamkan sifat jelek pada anak,” lanjutnya.

Ayah Edy menjelaskan, selama ini banyak kasus yang ditemukannya dimana orangtua mengharapkan lebih pada anak. Yang akhirnya membuat si anak tertekan. “Pintarnya anak bagaimana kita mendidiknya, dan tentu saja bawaan lahir si anak. Jadi, jangan paksakan anak. Biarkan anak berkembang sesuai dengan permintaannya,” tambahnya.  (ram)

MEDAN-Sebagian besar orangtua sebenarnya tak menginginkan anak-anaknya dihukum, apalagi oleh ‘tangannya’ sendiri. Saat anak terlihat sedih, kecewa, menangis saat dihukum, sungguh hati orangtua pun merasakan perasaan yang sama seperti anak. Tapi dengan alasan demi kepentingan anak itu sendiri kadang menghukum anak memang tak bisa dihindari.

Saat mengajarkan pelajaran  sekolah misalnya.  Orangtua sering terbawa emosi. Dengan mengatakan si anak bodoh, tolol, hingga menghukum si anak dengan fisik. Padahal itu salah sangat tidak mendidik.

Menurut Pakar Multiple Intelegence dan Holistic Learning, Ayah Edy, dalam acara seminar mendidik anak yang diselenggarakan Smart FM di Uniland Plaza baru –baru ini,  anak memiliki perasaan yang sangat peka, dan memori yang cukup tajam. Sehingga perkataan dan perbuatan tersebut, bisa tertanam di otak anak. “Kalau sudah tertanam seperti itu, maka anak akan melakukan sesuai dengan perintah otak,” ujar Ayah Edy dalam seminar 1000 guru, mengajar dengan cinta.

Karena itu, saat mengajari anak, harus menanamkan hal yang baik pada diri sendiri dan juga anak. “Dari orangtua harus ditanamkan, bahwa anak adalah makhluk yang pintar, bijak, dan banyak akal. Sehingga saat anak salahpun kita dapat tersenyum,” lanjutnya.

Salah satu kesalahan dalam mengajari anak adalah kita tidak mengetahui karakter dan permasalahan anak. Dengan masalah sebagai orangtua juga menumpuk. “Cukup mudah, saat berhadapan dengan anak, posisikan diri sebagai anak, bukan orangtua. Bersahabat dengan anak akan memberikan dampak yang baik untuk anak,” lanjutnya.

Untuk menjadi si anak, cukup mudah diterapkan. Pertama cukup dengan tersenyum tulus. “Bila sulit bersandiwara dengan senyum. Senyum dengan bibir lebar minimal 7 detik. Itu akan membuat kita menjadi terkesan tulus,” ungkapnya.

Yang kedua, ubah cara berfikir. Bahwa anak yang terlahir didunia, tidak ada yang gagal. Hanya bagaimana cara kita mendidik, sehingga menjadikan anak lebih kreatif dan sanggup menghadapi tantangan.

Dan yang terakhir, jadilah seperti anak. Bermain, berfikiran bebas, tidak memiliki beban, dan berperasaan peka. “Jadi, jangan pernah menghukum anak dengan menyetrap, memukul, atau menjewer. Apalagi mengeluarkan kata-kata kasar, seperti bodoh, jahat, dan lainnya. Ini sama saja kita menanamkan sifat jelek pada anak,” lanjutnya.

Ayah Edy menjelaskan, selama ini banyak kasus yang ditemukannya dimana orangtua mengharapkan lebih pada anak. Yang akhirnya membuat si anak tertekan. “Pintarnya anak bagaimana kita mendidiknya, dan tentu saja bawaan lahir si anak. Jadi, jangan paksakan anak. Biarkan anak berkembang sesuai dengan permintaannya,” tambahnya.  (ram)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/