MEDAN- Praktik politik uang (money politic) sulit sekali terhindarkan sejak Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) diperkenalkan dalam sistem demokrasi di Indonesia. Kendati praktik serupa terjadi saat pemilihan kepala daerah dilakukan di legislatif, namun di era Pilkada, praktik bagi-bagi uang ini semakin sukar dikendalikan.
‘’Pangkal masalah politik uang itu, salah satunya sumber dana pasangan calon yang tak jelas. Banyak pendana siluman dengan jumlah uang sumbangan melebihi batas yang ditentukan Undang-undang berada di belakang pasangan calon dan partai politik pengusungnya,’’ ungkap Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sumut, Rurita Ningrum, Jumat (6/7).
Dia mengingatkan perhelatan Pilgubsu ditengarai akan menghadapi masalah yang sama. Tidak ada jaminan money politic tak akan terjadi di Pilgubsu pada Maret 2013 nanti. ‘’Masyarakat yang masih peduli dengan demokrasi yang sehat jangan membiarkan ini. Demokrasi yang sakit akan melahirkan pemimpin yang ‘sakit’ juga,’’ tukasnya.
Sesuai catatan FITRA Sumut di Pilgubsu 2008 silam, sejumlah item yang akan disoroti menjelang Pilgubsu nanti adalah memonitor secara ketat sumber-sumber dana pasangan calon kepala daerah dan parpol pengusung. ‘’Pelaporan sumber dana sering fiktif. Pasangan calon biasanya ada penyumbang dana. Sumbangan itu dipakai sosialisasi, kampanye, dan sebagainya. Minimal Rp5 juta harus jelas penyumbangnya,” tukas Rurita. Dia juga mengingatkan soal manipulasi laporan harta kekayaan yang sering dilakukan pasangan calon petahana atau incumbent. “Incumbent itu paling sering memanipulasi pelaporan harta kekayaan,” tegasnya.
Ketua KPUD Sumut Irham Buana Nasution memaklumi kekhawatiran FITRA Sumut. Dia mengakui KPUD tak mampu menelusuri secara detail laporan kekayaan para pasangan calon. ‘’Salah satu kendalanya adalah keterbatasan sumber daya manusia. Kami berusaha maksimal,’’ katanya. (ari)