BELAWAN-Program pengembangan pelabuhan peti kemas Belawan Internasional Container Terminal (BICT) dalam rangkaian pelabuhan nasional, ternyata masih menyisakan beberapa faktor persoalan. Selain soal keterbatasan lahan untuk penambahan panjang dermaga dari 950 meter menjadi 1.650 meter, permasalahan sedimentasi (pengendapan material) di alur pelayaran juga menjadi persoalan.
Persoalan sedimentasi ini mengakibatkan timbulnya beban biaya cukup besar dalam perawatan, untuk mengoperasikan pelabuhan yang dibangun sejak 25 tahun lalu ini. “Kebijakan Meneg BUMN dalam hal pengembangan pelabuhan cukup baik. Hanya saja persoalan sedimentasi alur pelayaran di pelabuhan BICT sangat tinggi. Karena kondisi alur yang diapit oleh dua sungai yakni Sungai Deli dan Sungai Nonang Belawan, di samping limbah industri dan rumah tangga juga akan menimbulkan kedangkalan pada alur, “ terang Humas BICT, H Suratman, kemarin.
Kondisi alur pelayaran di pelabuhan peti kemas saat ini mencapai kedalaman 11 Low Water Spring (LWS) dengan panjang sekitar 13,5 km dan lebar 100 meter. Tingginya tingkat sedimentasi tersebut, kata Suratman, justru akan menimbulkan beban biaya yang tidak sedikit dalam proses pengembangan serta perawatan pelabuhan peti kemas, yang diproyeksikan akan menuju pelabuhan terbaik kelas dunia.
“Banyak persoalan keterbatasan yang mesti dibenahi di BICT, kalaupun diproyeksikan menjadi pelabuhan top keempat di dunia. Soal sedimentasi alur mencapai satu centimeter per hari dan ketersediaan lahan harus menjadi perhatian serius ke depannya. Selain volume arus barang serta pelayanan fasilitas peralatan juga mesti ditingkatkan,” ungkap dia.
Menurut, Suratman dia lebih dominan terhadap pengembangan pelabuhan di Kualatanjung. Selain kondisi pelabuhan yang strategis, kedalaman alur di pelabuhan tersebut juga sangat mendukung. Dia meyakini keberadaan pelabuhan Kualatanjung itu nantinya dapat mengimbangi pelabuhan laut di Singapura yang saat ini menjadi pelabuhan transit kapal-kapal di dunia.
“Saya kira soal pengembangan Pelabuhan Kualatanjung lebih dominan. Mengingat kondisinya sangat strategis dan memiliki kedalaman yang terbentuk secara alami mencapai 13 LWS, sehingga tidak membutuhkan dana begitu besar dalam melakukan pengerukan. Ini jauh berbeda dengan di Belawan yang setiap tahunnya minimal mesti dikeruk sebanyak dua kali karena sedimentasinya sangat tinggi,” katanya.
Di sisi lain, perpanjangan dermaga dalam rangka meningkatkan pelayanan pelabuhan dan kepentingan perluasan pelaku bisnis, mendapat apresiasi positif dari sejumlah pelaku bisnis pengguna jasa kepelabuhanan, salah satunya dari PT Jasa Pratama Transindo. Perusahaan ekspedisi muatan kapal laut ini berharap, dengan adanya program pengembangan di pelabuhan BICT (Belawan Internasional Container Terminal), nantinya dapat meningkatkan pelayanan serta bisa mengurai waktu sandar kapal di pelabuhan ini menjadi lebih singkat lagi.
“Dengan adanya upaya pemerintah dalam mengembangkan pelabuhan laut termasuk di pelabuhan peti kemas ini, diharapkan akan dapat mengurangi waktu sandar kapal selama di pelabuhan. Dan dengan sendiri nantinya dapat menekan beban biaya para pengguna jasa,” kata, Rion Aritonang Direksi Operasional PT Jasa Pratama Transindo.
Diakuinya, sistem pelayanan yang diberikan BICT selaku perusahaan BUMN pengelola jasa kepelabuhanan sekarang ini memang telah lebih baik dari tahun sebelumnya. Ini terbukti dari waktu sandar kapal dan sistem pelayanan menggunakan komputerisasi yang diberikan lebih mempermudah pelaku bisnis yang akan menggunakan jasa pelabuhan ini.
“Waktu sandar kapal di pelabuhan BICT sekarang tidak terlalu lama, kalaupun terjadi antrean paling pada waktu-waktu tertentu saja. Selain itu, pelayanan menggunakan sistem komputerisasi juga lebih mempermudah dan mempercepat pengguna jasa,” ungkapnya.
Dengan adanya program pengembangan dimaksud, Rion berharap pelabuhan BICT nantinya dapat mengimbangi keberadaan pelabuhan laut di Singapura. “Dengan adanya program pengembangan pelabuhan diharapkan ke depannya BICT juga bisa disinggahi oleh kapal-kapal berkapasitas di atas 15 ribu gross tonase, seperti di pelabuhan laut Singapura,” ujar dia. (mag-17)