26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Sungai di Medan Tercemar

Air merupakan sumber kehidupan. Selain manusia, makhluk hidup lain seperti hewan dan tumbuhan juga menopang hidup dari air.  Karena itu, sumber air seperti sungai, danau, dan laut harus dijaga kebersihannya.

Bila air tercemar, maka bukan hanya manusia yang rugi, makhluk lainnya juga merugi.

AKSI DIET KANTONG PLASTIK. Seorang aktivis lingkundan dari Earth Hour mengenakan kostum penuh plastik  kampanye aksi diet tanpa kantong plastik  bunderan Veteran, Tangerang,  Minggu (28/10).//EKY FAJRIN/SATELIT NEWS
AKSI DIET KANTONG PLASTIK. Seorang aktivis lingkundan dari Earth Hour mengenakan kostum penuh plastik pada kampanye aksi diet tanpa kantong plastik di bunderan Veteran, Tangerang, Minggu (28/10).//EKY FAJRIN/SATELIT NEWS
Walaupun begitu, ternyata kesadaran masyarakat akan pentingnya air ini ternyata belum terlalu besar. Terbukti, dari 2 sungai besar, yaitu Sungai Deli dan Sungai Belawan yang merupakan sumber air di Medan berstatus tercemar.

Melalui data terakhir dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sumut, hulu Sungai Deli yang terletak di daerah Pama, Delitua masih berstatus baik. Atau dengan kata lain, layak dikonsumsi secara langsung. Sedangkan aliran sungai yang menuju ke kota, atau tepatnya di daerah Brigjen Katamso, status air sungai sudah tercemar sedang. Dan aliran menuju atau yang terletak di daerah Hamparanperak, sudah berstatus tercemar.

Sedangkan untuk sungai Belawan, rata-rata sudah ber status tercemar. Sehingga tidak layak untuk dikonsumsi secara langsung.

“Kalau Belawan, sesuai dengan Keputusan Menteri no 51. Dimana berbagai ketentuan parameter air laut menyatakan bahwa perairan belawan, terutama di sekitar pelabuhan sudah tercemar,” ujar Kepala BLH Sumut, Hidayati.

Dalam hal ini, perairan Belawan sudah tidak sesuai dengan Baku Mutu. Dimana, air tersebut mengandung Amonia, berupa zat kimia yang berasal dari hotel, industri, dan lainnya. Selain itu, perairan tersebut juga mengandung TSS (Total Suspensive Solite), dimana ini membuat sedimen pada di laut. Yang membuat laut harus dikeruk, dan mengandung Curprume, yaitu mengandung tembaga pada air. “Akibat pencemaran ini akibatnya Mangrove (bakau) tidak dapat berkembang biak. Padahal, bakau ini sangat berfungsi bagi biota laut,” ungkapnya.

Tetapi, walaupun begitu, untuk di hulu nya yang terdapat di desa si Kabungkabung Deliserdang, masih berstatus aman.

Hal ini menjadi unik dan termasuk aneh. Mengingat, Indonesia merupakan negara kepulauan dan dikelilingi laut. Karena itu, sudah selayaknya berbagai pencemaran yang dapat merusak lingkungan hidup harus dihilangkan. Karena sumber air, atau sungai itu merupakan suatu investasi untuk masa depan. Bagaimanapun juga, keturunan kita juga membutuhkan air untuk kelangsungan hidupnya. “Jangan biarkan kebiasaan kita merusak keturunan kita. Kalau sekarang saja sudah tercemar, dan tidak dijaga. Bagaimana dengan masa depan?” tambah Hidayati.

Untuk mengetahui bahwa air sungai kita layak konsumsi atau tidak. BLH SU akan melakukan pantauan dan penelitian 2 kali dalam setahun. Atau tepatnya saat musim hujan dan musim kemarau. (ram)

Kesadaran Ada, Wawasan Kurang

Beberapa tahun belakangan ini, kesadaran manusia akan lingkungan sudah cukup tinggi. Terbukti sudah ada beberapa gerakan yang mengacu pada Go Green atau ramah lingkungan.

Seperti Green Teacher, media go green, bahkan berbagai perusahaan yang mengeluarkan produk ramah lingkungan. Kesadaran ini sangat dibutuhkan, setidaknya, ada langkah untuk mengembalikan alam.

Walau kesadaran ini sudah ada dikalangan masyarakat, tetapi pada kenyataannya wawasan masyarakat akan lingkungan ini masih sangat rendah. Bahkan, bisa dikatakan tidak kuat. Sehingga, membuat manusia lebih gampang dan cepat berubah dalam sebuah keputusan.

“Yang paling mendasar, saat buang sampah. Kita tahu, bahwa buang sampah merupakan kegiatan yang dapat merusak lingkungan. Tetapi, karena sulit menemukan tong sampah. Ya, jadinya kita buang sampah sembarangan saja,” ujar Hidayati.

Begitu pula dengan kesadaran masyarakat yang tinggal di sekitar pinggiran sungai. Dimana mereka lebih memilih untuk membuang sampah di tempat tersebut. Walaupun secara tidak langsung, mereka menyadari dan mengetahui bahwa yang dilakukan akan merusak bumi.

“Kita sebagai badan koordinasi selalu melakukan penyuluhan dan sosialisasi ke masyarakat. Agar mereka mengetahui dan memahami masalah apa yang sedang dan akan dihadapi,” tambah Hidayati.

Bukan hanya masyarakat sekitar sungai. Kesadaran dan wawasan masyarakat yang tinggal jauh dari pinggir sungai juga harus diperkuat. Walau mereka jauh, tetapi mereka juga mengambil andil dalam pencemaran. Misalnya, pembuangan sampah di selokan, yang akhirnya bermuara ke sungai.
“Semua kalangan masyarakat harus bekerja sama, untuk menjaga kelestarian lingkungan air,” tambah Hidayati. (ram)

Rawan Banjir dan Penyakit

Banyak masalah yang akan ditimbulkan bila pencemaran sungai dibiarkan begitu saja. Baik untuk kesehatan manusia dan lainnya. Walaupun menurut survei, bahwa pencemaran sungai, akan lama diketahui dampaknya. Bahkan hingga bertahun-tahun.

Kalau untuk saat ini, salah satu dampak pencemaran juga sudah dirasa oleh manusia. Seperti banjir saat musim hujan melanda kota Medan.
“Banjir itu salah satu dampak pencemaran sungai. Dahulunya dangkal, tetapi karena terjadi penumpukan sampah, akhirnya tersumbat. Dan banjir lah. Sudah kita rasakan dampaknya tidak menjaga lingkungan,” ujar Hidayati.
Selain banjir, dampak untuk kesehatan juga beraneka ragam.

Menurut dr Delyuzar, ada 2 resiko yang akan dirasa bila mengkonsumsi air sungai yang tercemar secara langsung. Misalnya kerusakan pada saraf, jantung, hati, dan lainnya. Selain itu, akan terjadi infeksi yang akhirnya membuat diare, Hepatitis A, cacingan, dan sebagainya.
“Ini kalau dikonsumsi langsung. Walau sudah dimasak,” ujarnya.

Walau saat ini pada umumnya masyarakat pinggir sungai sudah menggunakan dan mengkonsumsi air yang difilter, tetapi masih ada di antara mereka yang menggunakan air untuk mandi atau mencuci pakaian.

“Kalau untuk mencuci pakaian, paling warna pakaian sudah tidak baik lagi. Tapi, kalau untuk mandi, hati-hati. Karena dapat menimbulkan penyakit kulit, seperti gatal-gatal, dan lainnya,” ujarnya. (ram)

Air merupakan sumber kehidupan. Selain manusia, makhluk hidup lain seperti hewan dan tumbuhan juga menopang hidup dari air.  Karena itu, sumber air seperti sungai, danau, dan laut harus dijaga kebersihannya.

Bila air tercemar, maka bukan hanya manusia yang rugi, makhluk lainnya juga merugi.

AKSI DIET KANTONG PLASTIK. Seorang aktivis lingkundan dari Earth Hour mengenakan kostum penuh plastik  kampanye aksi diet tanpa kantong plastik  bunderan Veteran, Tangerang,  Minggu (28/10).//EKY FAJRIN/SATELIT NEWS
AKSI DIET KANTONG PLASTIK. Seorang aktivis lingkundan dari Earth Hour mengenakan kostum penuh plastik pada kampanye aksi diet tanpa kantong plastik di bunderan Veteran, Tangerang, Minggu (28/10).//EKY FAJRIN/SATELIT NEWS
Walaupun begitu, ternyata kesadaran masyarakat akan pentingnya air ini ternyata belum terlalu besar. Terbukti, dari 2 sungai besar, yaitu Sungai Deli dan Sungai Belawan yang merupakan sumber air di Medan berstatus tercemar.

Melalui data terakhir dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sumut, hulu Sungai Deli yang terletak di daerah Pama, Delitua masih berstatus baik. Atau dengan kata lain, layak dikonsumsi secara langsung. Sedangkan aliran sungai yang menuju ke kota, atau tepatnya di daerah Brigjen Katamso, status air sungai sudah tercemar sedang. Dan aliran menuju atau yang terletak di daerah Hamparanperak, sudah berstatus tercemar.

Sedangkan untuk sungai Belawan, rata-rata sudah ber status tercemar. Sehingga tidak layak untuk dikonsumsi secara langsung.

“Kalau Belawan, sesuai dengan Keputusan Menteri no 51. Dimana berbagai ketentuan parameter air laut menyatakan bahwa perairan belawan, terutama di sekitar pelabuhan sudah tercemar,” ujar Kepala BLH Sumut, Hidayati.

Dalam hal ini, perairan Belawan sudah tidak sesuai dengan Baku Mutu. Dimana, air tersebut mengandung Amonia, berupa zat kimia yang berasal dari hotel, industri, dan lainnya. Selain itu, perairan tersebut juga mengandung TSS (Total Suspensive Solite), dimana ini membuat sedimen pada di laut. Yang membuat laut harus dikeruk, dan mengandung Curprume, yaitu mengandung tembaga pada air. “Akibat pencemaran ini akibatnya Mangrove (bakau) tidak dapat berkembang biak. Padahal, bakau ini sangat berfungsi bagi biota laut,” ungkapnya.

Tetapi, walaupun begitu, untuk di hulu nya yang terdapat di desa si Kabungkabung Deliserdang, masih berstatus aman.

Hal ini menjadi unik dan termasuk aneh. Mengingat, Indonesia merupakan negara kepulauan dan dikelilingi laut. Karena itu, sudah selayaknya berbagai pencemaran yang dapat merusak lingkungan hidup harus dihilangkan. Karena sumber air, atau sungai itu merupakan suatu investasi untuk masa depan. Bagaimanapun juga, keturunan kita juga membutuhkan air untuk kelangsungan hidupnya. “Jangan biarkan kebiasaan kita merusak keturunan kita. Kalau sekarang saja sudah tercemar, dan tidak dijaga. Bagaimana dengan masa depan?” tambah Hidayati.

Untuk mengetahui bahwa air sungai kita layak konsumsi atau tidak. BLH SU akan melakukan pantauan dan penelitian 2 kali dalam setahun. Atau tepatnya saat musim hujan dan musim kemarau. (ram)

Kesadaran Ada, Wawasan Kurang

Beberapa tahun belakangan ini, kesadaran manusia akan lingkungan sudah cukup tinggi. Terbukti sudah ada beberapa gerakan yang mengacu pada Go Green atau ramah lingkungan.

Seperti Green Teacher, media go green, bahkan berbagai perusahaan yang mengeluarkan produk ramah lingkungan. Kesadaran ini sangat dibutuhkan, setidaknya, ada langkah untuk mengembalikan alam.

Walau kesadaran ini sudah ada dikalangan masyarakat, tetapi pada kenyataannya wawasan masyarakat akan lingkungan ini masih sangat rendah. Bahkan, bisa dikatakan tidak kuat. Sehingga, membuat manusia lebih gampang dan cepat berubah dalam sebuah keputusan.

“Yang paling mendasar, saat buang sampah. Kita tahu, bahwa buang sampah merupakan kegiatan yang dapat merusak lingkungan. Tetapi, karena sulit menemukan tong sampah. Ya, jadinya kita buang sampah sembarangan saja,” ujar Hidayati.

Begitu pula dengan kesadaran masyarakat yang tinggal di sekitar pinggiran sungai. Dimana mereka lebih memilih untuk membuang sampah di tempat tersebut. Walaupun secara tidak langsung, mereka menyadari dan mengetahui bahwa yang dilakukan akan merusak bumi.

“Kita sebagai badan koordinasi selalu melakukan penyuluhan dan sosialisasi ke masyarakat. Agar mereka mengetahui dan memahami masalah apa yang sedang dan akan dihadapi,” tambah Hidayati.

Bukan hanya masyarakat sekitar sungai. Kesadaran dan wawasan masyarakat yang tinggal jauh dari pinggir sungai juga harus diperkuat. Walau mereka jauh, tetapi mereka juga mengambil andil dalam pencemaran. Misalnya, pembuangan sampah di selokan, yang akhirnya bermuara ke sungai.
“Semua kalangan masyarakat harus bekerja sama, untuk menjaga kelestarian lingkungan air,” tambah Hidayati. (ram)

Rawan Banjir dan Penyakit

Banyak masalah yang akan ditimbulkan bila pencemaran sungai dibiarkan begitu saja. Baik untuk kesehatan manusia dan lainnya. Walaupun menurut survei, bahwa pencemaran sungai, akan lama diketahui dampaknya. Bahkan hingga bertahun-tahun.

Kalau untuk saat ini, salah satu dampak pencemaran juga sudah dirasa oleh manusia. Seperti banjir saat musim hujan melanda kota Medan.
“Banjir itu salah satu dampak pencemaran sungai. Dahulunya dangkal, tetapi karena terjadi penumpukan sampah, akhirnya tersumbat. Dan banjir lah. Sudah kita rasakan dampaknya tidak menjaga lingkungan,” ujar Hidayati.
Selain banjir, dampak untuk kesehatan juga beraneka ragam.

Menurut dr Delyuzar, ada 2 resiko yang akan dirasa bila mengkonsumsi air sungai yang tercemar secara langsung. Misalnya kerusakan pada saraf, jantung, hati, dan lainnya. Selain itu, akan terjadi infeksi yang akhirnya membuat diare, Hepatitis A, cacingan, dan sebagainya.
“Ini kalau dikonsumsi langsung. Walau sudah dimasak,” ujarnya.

Walau saat ini pada umumnya masyarakat pinggir sungai sudah menggunakan dan mengkonsumsi air yang difilter, tetapi masih ada di antara mereka yang menggunakan air untuk mandi atau mencuci pakaian.

“Kalau untuk mencuci pakaian, paling warna pakaian sudah tidak baik lagi. Tapi, kalau untuk mandi, hati-hati. Karena dapat menimbulkan penyakit kulit, seperti gatal-gatal, dan lainnya,” ujarnya. (ram)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/