26.7 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Sisi Lain Kepemimpinan SBY Didiskusikan

MEDAN- Politik di Indonesia masih berhenti pada proses untuk mendapatkan atau mempertahankan kekuasaan. Hal tersebut terungkap dalam diskusi politik tak hanya kekuasaan “Sisi lain kepemimpinan Presiden SBY’ karya A Bakir Ihsan dengan menghadirkan tokoh-tokoh masyarakat serta narasumber dari dari Fisip UMSU, Shohibul Anshor Siregar di Jalan Gatot Subroto, Rabu (7/11).

Misalnya saja Kasimsiyo, dalam kesempatan tersebut mengungkapkan, antara politik masih menjadi alat untuk bagaimana merebut sekaligus mempertahankan kekuasaan. Keduanya dinilai satu hal yang sulit terpisahkan. Karena untuk mendapatkan puncuk pimpinan harus menggunakan partai politik.

Selain Kasim siyo, Gunawan juga mengungkapkan meski politik ini tidak sepenuhnya kekuasaan. Namun sejauh ini politik ini adalah kekuasaan. Padahal pada prinsipnya, tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dengan kondisi ini menyebabkan realitas yang muncul pun berbeda-beda.

Menyikapi hal ini, Asisten Staf  Khusus Presiden Bidang Publikasi dan Dokumensi, A Bakrir Ihsan usai diskusi tersebut mengatakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), sebagai kepala daerah memiliki banyak pertimbangan dalam mengambil keputusan.

“Dalam kontes kekuasaan, pintu satu-satunya untuk presiden harus melalui parpol, kecuali kepala daerah seperti gubernur, bupati dan wali kota, karena tawar menawarnya beda,” katanya.

Dikatakannya, buku ini merupakan bentuk keinginan presiden, yang mungkin pesannya belum sampai secara utuh kepada masyarakat hingga level paling bawah. Sehingga mereka melakukan upaya dengan turun langsung guna mengkomunikasikannya.

Apalagi, komunikasi antara pemerintah pusat khususnya presiden dengan para pembantu-pembantunya juga terkadang terjadi miskomunikasi. Sehingga  menyebabkan instruksi presiden belum dilaksanakan.

“Namun sering kali ada proplem dalam implementasi. Bisa jadi karena pada level menteri atau gubernur bahkan bupati yang  belum melaksanakan instruksi atau perintah dari presiden,” sebutnya dan tidak jarang para pembantunya dalam menafsirkan instruksi ini tidak maksimal.

“Yang saya tangkap dari presien, menteri dikasi kesempatan untuk berbuat secara maksimal. Tapi dalam implementasinya, SBY juga sering terganggu juga dalam kepentingan. karena mereka berbicara pada kelompok atau partainya,” katanya.

Dia juga menambahkan SBY pada satu sisi, tidak bisa memaksa secara vulgar. meski sering “marah” dengan para pembantunya yang lebih loyal pada partainya.

Sementara saat disinggung, kenapa tidak diganti saja, Bakir menyebutkan, presiden sangat sadar diri. Karena dia terpilih sebagai kepala negara tidak terlepas dari peran partai politik.

“Sebenarnya dengan koalisi, presiden mengidamkan satu bentuk pemerintahan yang bisa efektif,” katanya, namun sayangnya dalam implementasinya belum seperti yang diharapkan dan SBY dalam konteks tersebut masih pada batas mengingatkan saja.

Dia menyebutkan SBY lebih mengendapankan harmoni di tengah konsekuensi tuntutan masyarakat yang luar biasa. Dengan dua periode kepemimpinan SBY, Bakir menilai untuk saat ini, sosok seperti SBY masih dibutuhkan untuk menyatukan ego sektoral. Namun kedepan diharapkan pemimpin yang lebih kuat dan tegas.

Sementara Shohibul Anshor Siregar dari Fisip UMSU sebagai narasumber dalam kesempatan tersebut menyebutkan, politik di Indonesia masih berhenti pada tahapan proses.(*/gus)

MEDAN- Politik di Indonesia masih berhenti pada proses untuk mendapatkan atau mempertahankan kekuasaan. Hal tersebut terungkap dalam diskusi politik tak hanya kekuasaan “Sisi lain kepemimpinan Presiden SBY’ karya A Bakir Ihsan dengan menghadirkan tokoh-tokoh masyarakat serta narasumber dari dari Fisip UMSU, Shohibul Anshor Siregar di Jalan Gatot Subroto, Rabu (7/11).

Misalnya saja Kasimsiyo, dalam kesempatan tersebut mengungkapkan, antara politik masih menjadi alat untuk bagaimana merebut sekaligus mempertahankan kekuasaan. Keduanya dinilai satu hal yang sulit terpisahkan. Karena untuk mendapatkan puncuk pimpinan harus menggunakan partai politik.

Selain Kasim siyo, Gunawan juga mengungkapkan meski politik ini tidak sepenuhnya kekuasaan. Namun sejauh ini politik ini adalah kekuasaan. Padahal pada prinsipnya, tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dengan kondisi ini menyebabkan realitas yang muncul pun berbeda-beda.

Menyikapi hal ini, Asisten Staf  Khusus Presiden Bidang Publikasi dan Dokumensi, A Bakrir Ihsan usai diskusi tersebut mengatakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), sebagai kepala daerah memiliki banyak pertimbangan dalam mengambil keputusan.

“Dalam kontes kekuasaan, pintu satu-satunya untuk presiden harus melalui parpol, kecuali kepala daerah seperti gubernur, bupati dan wali kota, karena tawar menawarnya beda,” katanya.

Dikatakannya, buku ini merupakan bentuk keinginan presiden, yang mungkin pesannya belum sampai secara utuh kepada masyarakat hingga level paling bawah. Sehingga mereka melakukan upaya dengan turun langsung guna mengkomunikasikannya.

Apalagi, komunikasi antara pemerintah pusat khususnya presiden dengan para pembantu-pembantunya juga terkadang terjadi miskomunikasi. Sehingga  menyebabkan instruksi presiden belum dilaksanakan.

“Namun sering kali ada proplem dalam implementasi. Bisa jadi karena pada level menteri atau gubernur bahkan bupati yang  belum melaksanakan instruksi atau perintah dari presiden,” sebutnya dan tidak jarang para pembantunya dalam menafsirkan instruksi ini tidak maksimal.

“Yang saya tangkap dari presien, menteri dikasi kesempatan untuk berbuat secara maksimal. Tapi dalam implementasinya, SBY juga sering terganggu juga dalam kepentingan. karena mereka berbicara pada kelompok atau partainya,” katanya.

Dia juga menambahkan SBY pada satu sisi, tidak bisa memaksa secara vulgar. meski sering “marah” dengan para pembantunya yang lebih loyal pada partainya.

Sementara saat disinggung, kenapa tidak diganti saja, Bakir menyebutkan, presiden sangat sadar diri. Karena dia terpilih sebagai kepala negara tidak terlepas dari peran partai politik.

“Sebenarnya dengan koalisi, presiden mengidamkan satu bentuk pemerintahan yang bisa efektif,” katanya, namun sayangnya dalam implementasinya belum seperti yang diharapkan dan SBY dalam konteks tersebut masih pada batas mengingatkan saja.

Dia menyebutkan SBY lebih mengendapankan harmoni di tengah konsekuensi tuntutan masyarakat yang luar biasa. Dengan dua periode kepemimpinan SBY, Bakir menilai untuk saat ini, sosok seperti SBY masih dibutuhkan untuk menyatukan ego sektoral. Namun kedepan diharapkan pemimpin yang lebih kuat dan tegas.

Sementara Shohibul Anshor Siregar dari Fisip UMSU sebagai narasumber dalam kesempatan tersebut menyebutkan, politik di Indonesia masih berhenti pada tahapan proses.(*/gus)

Artikel Terkait

Bobby Resmikan Pekan Kuliner Kondang

Dua Artis Meriahkan HMAF 2019

Gagal Jadi Pengusaha, Kini Jadi Pengajar

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/