Pertamina General Manager Fuel Marketing Region I Sumbangut telah menyiapkan berbagai fasilitas untuk menghadapi Hari Non Subsidi yang awalnya direncanakan pada 2 Desember mendatang. Walaupun pemerintah pusat sudah membantalkan wacana tersebut, Pertamina Region I tetap mempersiapkan berbagai fasilitas tersebut.
Adapun berbagai fasilitas tersebut seperti Pertamax, Pertamax plus, solar non subsidi, dan pertamina dex. “Kita sudah mempersiapkan berbagai fasilitas bahan bakar non subsidi. Mulai dari SPBU (Stasius Pengisian Bahan Bakar Umum) hingga mobil tangkinya,” ujar General Manager Fuel Marketing Region I Sumbangut, Gandhi Sri Widodo, kemarin.
Dijelaskannya, tetapnya dipertahankan berbagai fasilitas tersebut dikarenakan masih banyak masyarakat mempergunakan atau membeli produk nonsubsidi. Selain itu, juga tugas pertamina sebagai operator dalam menyalurkan BBM sehingga tidak akan menimbulkan kerugian pada Pertamina.
“Jadi, tidak ada kerugian karena berbagai fasilitas yang telah disiapkan dengan pembatalan wacana ini. Karena pasti ada alasan dibalik pembatalan ini,” ungkapnya.
Menurut Gandhi, pembatalan ini bukan karena keuntungan yang sedikit. Pembatalan ini hanya untuk menjaga keamanan di tengah masyarakat. “Ini bukan masalah untung rugi. Melainkan masalah keamanan. Karena BBM bukan lagi sebagai pelengkap, melainkan kebutuhan. Ini agar kejadian di Kutai tidak semakin meluas hingga ke daerah lain,” tambahnya.
Sebagai salah satu kota terbesar yang mengkonsumsi BBM subsidi, Gandhi menyatakan seharusnya masyarakat mulai sadar. Bahwa dengan pertumbuhan ekonomi, maka semakin tinggi pula konsumsi masyarakat akan BBM. Dan jelas, ini akan menambah beban pemerintah untuk menutupi kebutuhan tersebut.
“Jumlah mobil dan motor masyarakat kan semakin bertambah. Dan ekonomi masyarakat juga semakin meningkat. Nah, kalau ini terus ditanggung pemerintah. Ya semakin sulit. Jadi, harus dicari langkah untuk mengurangi subsidi ini,” lanjutnya.
Menurutnya, salah satu langkah yang dapat dilakukan agar beban pemerintah menanggung subsidi dapat dikurangi dengan cara menaikkan harga atau mengganti bentuk subsidi.
“Kalau naikkan harga, jelas akan mengurangi. Atau mengganti subsidi, dari produk atau barang menjadi bentuk fasilitas,” lanjutnya.
Pergantian subsidi ini selain dapat mengurangi beban, juga akan lebih tepat sasaran. Diakuinya, selama ini subsidi BBM ini tidak tepat sasaran.
“Kalau bentuk fasilitas, seperti pendidikan san kesehatan akan lebih terorganisir. Pendidikan misalnya, banyak anak pintar dari kurang mampu. Nah, subsidi diberikan dalam bentuk dana. Kan lebih efektif,” tambahnya.
Sedangkan untuk kenaikan harga, dijelaskannya bukan menjadi wewenangnya untuk menjawab. “Hanya saja, harga naik akan membantu kita untuk mengurangi beban,” tutupnya.
Sebelumnya PT Pertamina (Persero) melaksanakan pembatasan pasokan bahan bakar minyak bersubsidi ke sejumlah daerah sejak 19 November 2012 secara bertahap.
Apa yang dilakukan Pertamina itu merupakan hasil keputusan rapat evaluasi di kantor Wakil Presiden pada Oktober dan November 2012 dan amanat pemerintah, melalui surat Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi tanggal 7 November 2012, perihal Pengendalian Distribusi Sisa Kuota BBM Bersubsidi 2012, yaitu distribusi BBM bersubsidi dibatasi. Caranya, sisa kuota BBM bersubsidi dibagi jumlah hari tersisa hingga akhir tahun.
Pemerintah menilai, pembatasan penyaluran BBM bersubsidi tersebut diperlukan agar kuota yang telah ditetapkan pemerintah dan DPR dalam APBN-P 2012, sebesar 44,04 juta kilo liter, tidak terlampaui.
Namun, setelah 2-3 hari pelaksanaan pengendalian distribusi BBM bersubsidi itu dilaksanakan, mulai tampak antrean panjang di sejumlah wilayah, seperi Medan, Batam, Pangkal Pinang, Bangka Belitung, Jambi, Bengkulu, Palembang, dan lainnya.
Antrean panjang tersebut mengakibatkan kepanikan masyarakat dalam membeli BBM subsidi jenis Premium. Meski Pertamina sudah menyiapkan alternatif BBM non subsidi, hal tersebut telah menimbulkan ketegangan.
Menurut VP Corporate Communication Pertamina, Ali Mundakir, dengan memperhatikan perkembangan situasi sosial di daerah pasca kebijakan pengendalian pasokan BBM, dan mempertimbangkan kepentingan nasional yang lebih besar, akhirnya Pertamina memutuskan terhitung mulai 25 November 2012 menyetop kebijakan tersebut yang sudah berjalan selama sepekan terakhir.
“Sebab, ditakutkan bila tidak segera disetop, pengendalian pendistribusian BBM ini terus menyebabkan kelangkaan BBM bersubsidi di berbagai daerah yang memicu keresahan di kalangan masyarakat konsumen dan bisa memicu kerusuhan seperti di Kutai Barat,” kata dia.
Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina, Hanung Budya, menilai bahwa masyarakat Indonesia belum siap untuk beralih dari menggunakan BBM bersubsidi jenis Premium dan Solar selama pemerintah masih menyediakan opsi BBM bersubsidi. “Masyarakat belum siap membeli BBM non subsidi secara sukarela karena masih ada opsi BBM subsidi,” katanya di Jakarta.(ram/jpnn)