26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Sinyal dari Cikeas

Partai Demokrat harus siap kalah di Pemilu Legislatif dan Pilpres 2014? Inilah sinyal yang datang dari Cikeas, rumah kediaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Seperti dijelaskan salah seorang anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Hayono Isman, dalam sebuah diskusi politik di Jakarta, Kamis (13/12) lalu, dalam kapasitasnya sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, SBY mengatakan,  partai yang didirikannya itu harus siap mental jika tak jadi pemenang dalam Pemilu 2014.

Secara terbuka, Hayono mengakui bahwa partainya cukup kerepotan dan kesulitan dengan sejumlah kasus korupsi yang melibatkan  beberapa kader terbaiknya, baik dalam pembangunan wisma atlet SEA Games Palembang, atau pembangunan kompleks olahraga di Hambalang.

Seperti kita ketahui, dalam dua kasus tersebut tiga nama besar Demokrat harus menjadi pesakitan, yakni  M Nazarudin, Angelina Sondakh, dan Andi Mallarangeng. Nazaruddin dan Angie sudah jadi terdakwa di pengadilan, sedang Mallarangeng masih jadi tersangka dan belum disidangkan. Bukan tidak mungkin, bisa jadi akan banyak nama tersangkut karena nyanyian Nazaruddin kian nyaring, termasuk membawa-bawa nama Ketua Partai Demokrat Anas Urbaningrum.

Semua orang tahu, Nazaruddin salah satu nama terpenting di balik naiknya  Urbaningrum memimpin partai berlambang mersi itu. Nazar disebut-sebut sebagai pemodal utama bagi Urbaningrum. Belakangan, sejak Nazar jadi pesakitan dan tak dilindungi partainya –juga oleh Urbaningrum— Nazar bernyanyi tentang keterlibatan orang-orang di partainya baik dalam kasus wisma atlet maupun Hambalang.

Mau tak mau, suka tak suka, apa yang dikatakan Hayono Isman itu memang sangat beralasan. Demokrat berada dalam tekanan berat. Itu juga yang membuat SBY pagi-pagi sudah menyatakan bahwa partainya harus siap mental jika tak menang di Pemilu 2014.

Apakah ini indikasi melempar handuk putih? Tentu tidak, karena walau bagaimanapun, sebagai partai “baru” yang lahir setelah Reformasi dan secara mengejutkan memenangkan Pemilu dua kali, Demokrat masih memiliki kekuatan untuk mengikat konstituennya agar tetap setia. Keberadaan SBY tetap menjadi kekuatan tersendiri. Gaya pasternalistik SBY selama ini telah menyihir  rakyat Indonesia. SBY dua kali dipilih sebagai presiden, dan Demokrat dua kali dipilih sebagai pemenang Pemilu.

Banyak orang mengatakan, SBY terlalu lamban dalam menyelesaikan masalah, namun banyak juga yang yakin, itu adalah sikap kehati-hatian seorang presiden dalam menyelesaikan masalah. Lamban atau hati-hati, itu masalah lain. Tetapi berdasarkan catatan, dalam hal pemberantasan korupsi, SBY cukup mendapat apresiasi dari banyak orang. Selama menjadi presiden, SBY dinilai sangat kuat dalam kebijakan keluar. Salah satu contohnya adalah izin pemeriksaan kepala daerah yang tersangkut korupsi yang dikeluarkannya lebih dari 100 kali.

Kasus yang lebih dekat dengan dirinya adalah ketika dia “membiarkan” sang besan, Aulia Pohan, harus mendekam di penjara dalam kasus BI. Padahal sebagai presiden, sangat mudah baginya untuk melindungi ayah dari istri anak tertuanya, Agus Harimurti. Namun, banyak pengamat mengatakan, SBY lemah ke dalam. Artinya, dia tak mampu mengendalikan kader-kader partainya yang satu per satu diciduk KPK karena kerupsi, termasuk mereka yang berada dalam lingkaran pemerintahannya. Nah, inilah sebenarnya yang harus dibenahi SBY jika Demokrat tetap ingin menang di Pemilu dan Pilpres 2014.

Apakah sinyal yang dikatakannya harus siap mental jika tak menang di 2014 itu adalah penjelasan bahwa semuanya sudah terlambat diperbaiki karena waktunya sudah kasip? Ataukah itu justru sebuah cara baginya untuk meyakinkan konstituennya bahwa Demokrat ingin bersih-bersih agar berwajah kinclong di 2014 atau malah membidik 2019? (*)

Partai Demokrat harus siap kalah di Pemilu Legislatif dan Pilpres 2014? Inilah sinyal yang datang dari Cikeas, rumah kediaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Seperti dijelaskan salah seorang anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Hayono Isman, dalam sebuah diskusi politik di Jakarta, Kamis (13/12) lalu, dalam kapasitasnya sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, SBY mengatakan,  partai yang didirikannya itu harus siap mental jika tak jadi pemenang dalam Pemilu 2014.

Secara terbuka, Hayono mengakui bahwa partainya cukup kerepotan dan kesulitan dengan sejumlah kasus korupsi yang melibatkan  beberapa kader terbaiknya, baik dalam pembangunan wisma atlet SEA Games Palembang, atau pembangunan kompleks olahraga di Hambalang.

Seperti kita ketahui, dalam dua kasus tersebut tiga nama besar Demokrat harus menjadi pesakitan, yakni  M Nazarudin, Angelina Sondakh, dan Andi Mallarangeng. Nazaruddin dan Angie sudah jadi terdakwa di pengadilan, sedang Mallarangeng masih jadi tersangka dan belum disidangkan. Bukan tidak mungkin, bisa jadi akan banyak nama tersangkut karena nyanyian Nazaruddin kian nyaring, termasuk membawa-bawa nama Ketua Partai Demokrat Anas Urbaningrum.

Semua orang tahu, Nazaruddin salah satu nama terpenting di balik naiknya  Urbaningrum memimpin partai berlambang mersi itu. Nazar disebut-sebut sebagai pemodal utama bagi Urbaningrum. Belakangan, sejak Nazar jadi pesakitan dan tak dilindungi partainya –juga oleh Urbaningrum— Nazar bernyanyi tentang keterlibatan orang-orang di partainya baik dalam kasus wisma atlet maupun Hambalang.

Mau tak mau, suka tak suka, apa yang dikatakan Hayono Isman itu memang sangat beralasan. Demokrat berada dalam tekanan berat. Itu juga yang membuat SBY pagi-pagi sudah menyatakan bahwa partainya harus siap mental jika tak menang di Pemilu 2014.

Apakah ini indikasi melempar handuk putih? Tentu tidak, karena walau bagaimanapun, sebagai partai “baru” yang lahir setelah Reformasi dan secara mengejutkan memenangkan Pemilu dua kali, Demokrat masih memiliki kekuatan untuk mengikat konstituennya agar tetap setia. Keberadaan SBY tetap menjadi kekuatan tersendiri. Gaya pasternalistik SBY selama ini telah menyihir  rakyat Indonesia. SBY dua kali dipilih sebagai presiden, dan Demokrat dua kali dipilih sebagai pemenang Pemilu.

Banyak orang mengatakan, SBY terlalu lamban dalam menyelesaikan masalah, namun banyak juga yang yakin, itu adalah sikap kehati-hatian seorang presiden dalam menyelesaikan masalah. Lamban atau hati-hati, itu masalah lain. Tetapi berdasarkan catatan, dalam hal pemberantasan korupsi, SBY cukup mendapat apresiasi dari banyak orang. Selama menjadi presiden, SBY dinilai sangat kuat dalam kebijakan keluar. Salah satu contohnya adalah izin pemeriksaan kepala daerah yang tersangkut korupsi yang dikeluarkannya lebih dari 100 kali.

Kasus yang lebih dekat dengan dirinya adalah ketika dia “membiarkan” sang besan, Aulia Pohan, harus mendekam di penjara dalam kasus BI. Padahal sebagai presiden, sangat mudah baginya untuk melindungi ayah dari istri anak tertuanya, Agus Harimurti. Namun, banyak pengamat mengatakan, SBY lemah ke dalam. Artinya, dia tak mampu mengendalikan kader-kader partainya yang satu per satu diciduk KPK karena kerupsi, termasuk mereka yang berada dalam lingkaran pemerintahannya. Nah, inilah sebenarnya yang harus dibenahi SBY jika Demokrat tetap ingin menang di Pemilu dan Pilpres 2014.

Apakah sinyal yang dikatakannya harus siap mental jika tak menang di 2014 itu adalah penjelasan bahwa semuanya sudah terlambat diperbaiki karena waktunya sudah kasip? Ataukah itu justru sebuah cara baginya untuk meyakinkan konstituennya bahwa Demokrat ingin bersih-bersih agar berwajah kinclong di 2014 atau malah membidik 2019? (*)

Artikel Terkait

Wayan di New York

Trump Kecele Lagi

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/