Terobosan Baru dengan Peraturan Panglima
JAKARTA-Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono mengeluarkan surat perintah Panglima untuk internal anggotanya. Isinya, anggota TNI bisa digerakkan secara resmi untuk membantu polisi. Dalam operasi perbantuan itu kendalinya ada di polisi.
“Memang dalam komandonya itu nanti dibawah Polri yang bertanggung jawab,” ujar Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono di rapat Pimpinan TNI di Mabes TNI, Cilangkap Jakarta Timur kemarin (29/01). Surat perintah panglima itu melengkapi MoU antara TNI-Polri yang ditandatangani Senin lalu (28/01).
Menurut Agus, dalam tugas bantuan TNI, prajurit bisa diperintahkan oleh pimpinan Polri yang memegang komando.”Ini pengendalian sepenuhnya nanti memang dari Polri, termasuk biaya operasinya ditanggung polisi,” ujar Panglima yang didampingi para pejabat teras Mabes TNI dan pimpinan tiga angkatan (AD, AU, AL) itu.
Pasukan TNI bisa digerakkan ke lokasi yang rawan kerusuhan secara serta merta. “Atau jika sudah ada indikasi, maka bisa digerakkan lebih awal oleh pimpinan TNI setempat,” kata Agus.
Dia mencontohkan, menggerakkan pasukan Kostrad dari Divisi 1 Cilodong, Jawa Barat ke pusat kota membutuhkan waktu setidaknya tiga jam. “Jalanan yang macet, itu bisa diantisipasi dulu, jadi beberapa hari sebelumnya sudah bisa disiagakan. Misalnya kalau Kostrad ya di Gambir (Makostrad, Red),” katanya.
Nah, untuk biaya menggerakkan pasukan ini masih ditanggung oleh TNI. “Nanti, kalau sudah masuk operasinya baru ditanggung polisi,” kata mantan Pangarmabar itu.
Bagaimana jika ada pelanggaran? Panglima menegaskan, hukuman tetap diberikan berdasarkan hukum militer. “Tetap disidik oleh polisi militer dan disidangkan di mahkamah militer,” ujar Agus.
Dia meminta anggota TNI di lapangan tak resah dengan MoU dan surat perintah panglima itu. “Pada kondisi tertentu saja, dan ini juga bukan berarti TNI di bawah Polri , bukan seperti itu,” katanya.
Secara terpisah, Haris Azhar dari KontraS menilai MoU dan surat perintah panglima itu bisa menimbulkan polemik dalam aplikasinya. “Harus diakui di lapangan berbeda. Masih ada ego antar satuan yang kuat,” katanya.
Ini bisa berakibat fatal jika dalam kondisi rusuh misalnya, tentara yang di garis depan bertindak di luar kendali Polri. “Polri harus menjelaskan kondisi apa yang membutuhkan TNI itu, ini harus diatur dalam peraturan yang baku, bukan definisi yang samara-samar,” katanya. (rdl/jpnn)