26.7 C
Medan
Saturday, May 18, 2024

Jelang Putusan Sengketa Hasil Pilpres di MK, 30 Terduga Teroris Masuk Jakarta

istimewa
SIAGA: Perosnel Polri bersiaga di depan gedung Mahkamah Konstitusi, Rabu (26/6). Siang hari ini, MK dijadwalkan akan membacakan putusan hasil sengketa Pilpres 2019.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Mahkamah Konstitusi (MK) bakal memutus sidang sengketa Pilpres yang dimohonkan pasangan nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Kamis (27/6) siang ini. Tim gabungan TNI-Polri pun sudah memetakan potensi kerawanan menjelang sidang putusan sengketa Pilpres 2019 tersebut. Pasalnya, sebanyak 30 terduga teroris terdeteksi masuk ke Jakarta.

KEPALA Staf Kepresidenan, Jendral Purn Moeldoko mengungkapkan, sekitar 2.500 hingga 3.000 orang akan menggelar aksi demonstrasi di Jakarta, hari ini. “Informasi besok (hari ini) akan ada sekitar 2.500 sampai 3.000 orang yang akan bergerak. Massa tersebut telah teridentifikasi berasal dari sejumlah kelompok masyarakat yang bergerak menuju arah Jakarta,” kata Moeldoko menjawab wartawan di Gedung Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Jakarta, Rabu (26/6) siangn

Moeldoko mengungkapkan, adanya dugaan keterlibatan jaringan terorisme yang ikut ‘bermain’ memperkeruh suasana saat berlangsungnya agenda pembacaan putusan atas sengketa Pilpres 2019. “Ada jaringan teroris ikut main-main. Sudah kami petakan. Yang sudah menyiapkan diri 30 orang ya, sudah masuk ke Jakarta,” tegasnya.

Sayang, Moeldoko enggan mengungkap para teroris yang sudah dideteksi itu. Karenanya, dia meminta masyarakat untuk tidak perlu khawatir. “Ya, sudah diikutin. Sudah kita liat dan kenali, nggak usah khawatir. Kalau terjadi sesuatu, tinggal kita ambil saja,” sebutnya lagi.

Menurutnya, kelompok tersebut rencananya akan ikut serta dalam kegiatan aksi massa terkait keputusan MK perihal Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2019. Dia menilai, kelompok itu tidak menginginkan adanya rekonsiliasi kedua kubu.

Dikatakan Moeldoko, proses rekonsiliasi selepas Pilpres 2019 sebenarnya sudah berjalan dengan baik. Namun kata dia, ada sekelompok pihak yang menempuh cara lain dengan melakukan aksi di jalan. “Saya imbau ya supaya imbauan Pak 08, atau Pak 02, 08 Pak Prabowo, 02 itu kelompok parpol, ya mohon diikutin imbauan itu, selalu diimbau Pak Prabowo, ikuti konstitusional. Jangan turun ke jalanan, dan diselesaikan dengan cara yang baik, tapi saya juga liat ada kelompok yang nggak ingin itu, ada agenda lain mungkin, kita ikutin nggak apa-apa, lanjutkan,” ujar dia.

Moeldoko juga menyebutkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan bekerja seperti biasa saat pembacaan putusan hasil sidang sengketa Pilpres di MK. Sedangkan Menko Polhukam Wiranto, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, hingga Kapolri Jenderal Tito Karnavian akan berkumpul di posko TNI. “Seperti biasa, Pak Jokowi ngantor biasa, nanti akan menyesuaikan situasi yang terjadi di lapangan. Tapi jajaran pimpinan yang berkaitan dengan pengendalian situasi di bawah Menko Polhukam, KSP, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung, Menkum HAM, Menkominfo, akan kumpul di posko TNI yang dekat Istana,” katanya.

Jangan Memantik Hoaks

Moeldoko menyebut, para pejabat negara akan memantau perkembangan situasi keamanan saat pembacaan sidang putusan MK. Pemerintah, menurut Moeldoko, akan merespons cepat setiap perkembangan dari sidang putusan MK tersebut. “Semuanya akan kita monitor, sehingga kita tahu persis apa yang terjadi dan perkembangannya akan kita respons dengan cepat,” ujarnya.

Selain itu, Moeldoko menyebut ada kemungkinan media sosial akan kembali dibatasi seperti pada aksi 21-22 Mei. Pembatasan media sosial disesuaikan dengan kondisi di lapangan. “Kemarin kita bicarakan sepanjang itu kita lihat kalau itu memang akan mengganggu situasi keamanan negara, ya mohon maaf, akan kita kurangi sedikit. Tetapi, kalau tidak, ya kita jalankan biasa,” ujarnya.

Moeldoko juga mengimbau masyarakat tidak menyebarkan berita hoax dan provokatif. Dia menyebut komunikasi paslon Jokowi-Ma’ruf dan Prabowo-Sandiaga sudah berlangsung baik. “Semuanya itu sudah terkomunikasi dengan baik antara calon 01 dan 02. Semuanya sudah terkomunikasi dengan baik, sehingga jangan lagi merusak situasi. Saya mengingatkan kepada kelompok-kelompok yang tidak menginginkan adanya koalisi, jangan berbuat yang mengganggu masyarakat,” ungkap Moeldoko.

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Rudiantara juga mengimbau seluruh masyarakat untuk tidak memantik atau menciptakan hoaks atau berita bohong menjelang pengumuman putusan MK. Karena kedamaian harus terus dijaga. Apalagi kubu pasangan 01 dan 02 sudah sepakat menerima putusan MK.

Soal pembatasan jaringan internet pada 27 Juni 2019 saat pengumuman keputusan MK, Rudiantara tidak dapat memastikan apakah akan dilakukan. Namun dia menegaskan, pembatasan internet dilakukan untuk menjaga kedamaian di Indonesia.

“Massa kedua kubu sudah berdamai, tapi tetap ada yang menyebar berita hoaks. Perlu dukungan semua masyarakat agar situasi tetap kondusif,” kata Rudiantara usai menjadi “keynote speaker” pada acara pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), di Hotel Santika Medan, Rabu (26/6).

Untuk itu, kata menteri, pemerintah berharap APJII bisa membantu dan mendorong perubahan pola pikir dan penggunaan internet masyarakat ke arah yang lebih baik atau positif. Langkah itu, katanya harus dilakukan mengingat misi pemerintah untuk menyatukan Indonesia lewat internet sudah dilakukan.

Wiranto Cari Sponsor Demonstrasi Liar

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto memastikan pihak kepolisian tidak akan memberikan izin aksi massa di sekitar gedung Mahkamah Konstitusi (MK) jelang putusan sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) besok Kamis (27/6). Apabila ada unjuk rasa, ditegaskan hal itu tidak mengantongi izin pihak berwajib.

“Pokoknya kita tidak kasih izin untuk demonstrasi sekitar MK. Kalau ada demonstrasi berarti nggak ada izin,” kata Wiranto di Kemenko Polhukam Jalan Medan Merdeka Barat, Rabu (26/6).

Mantan Ketua Umum Partai Hanura itu menjelaskan, apabila massa tetap menggelar aksi tanpa izin bisa dibubarkan oleh petugas. Selain itu, Wiranto pun mengatakan akan mencari pihak yang menjadi sponsor aksi. Sebab aksi semacam ini diyakininya ada pihak yang menjadi penanggung jawabnya. “Kalau ada demonstrasi liar, saya katakan tentu ada sponsornya, ada yang menggerakkan, yang bertanggungjawab mereka, nanti akan kita cari,” pungkasnya.

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian sudah memberikan instruksi kepada jajarannya untuk tidak memberikan izin aksi massa di depan MK pada saat pembacaan putusan. Supaya tidak terjadi ancaman keamanan nasional. “Saya juga sudah menegaskan kepada Kapolda Metro Jaya kepada BIN Kepolisian tidak memberikan izin (aksi massa) di depan MK,” ujar Tito di Ruppatama Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (25/6).

Tito menggunakan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 sebagai dalil pelarangan aksi massa ini. Di pasal 6 disebutkan ada 5 hal yang tidak membolehkan aksi massa, diantaranya yakni yang menganggu ketertiban umum, dan mengganggu hak asasi orang lain.

Jenderal bintang empat itu mengatakan, pada aksi 21-22 Mei di depan Bawaslu polri sudah memberikan toleransi dan diskresi kebijakan untuk unjuk rasa di depan Bawaslu. Padahal Jalan MH Thamrin merupakan jalan protokol, maka jika dilakukan penutupan akan mengganggu publik.(jpc/bbs/adz)

istimewa
SIAGA: Perosnel Polri bersiaga di depan gedung Mahkamah Konstitusi, Rabu (26/6). Siang hari ini, MK dijadwalkan akan membacakan putusan hasil sengketa Pilpres 2019.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Mahkamah Konstitusi (MK) bakal memutus sidang sengketa Pilpres yang dimohonkan pasangan nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Kamis (27/6) siang ini. Tim gabungan TNI-Polri pun sudah memetakan potensi kerawanan menjelang sidang putusan sengketa Pilpres 2019 tersebut. Pasalnya, sebanyak 30 terduga teroris terdeteksi masuk ke Jakarta.

KEPALA Staf Kepresidenan, Jendral Purn Moeldoko mengungkapkan, sekitar 2.500 hingga 3.000 orang akan menggelar aksi demonstrasi di Jakarta, hari ini. “Informasi besok (hari ini) akan ada sekitar 2.500 sampai 3.000 orang yang akan bergerak. Massa tersebut telah teridentifikasi berasal dari sejumlah kelompok masyarakat yang bergerak menuju arah Jakarta,” kata Moeldoko menjawab wartawan di Gedung Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Jakarta, Rabu (26/6) siangn

Moeldoko mengungkapkan, adanya dugaan keterlibatan jaringan terorisme yang ikut ‘bermain’ memperkeruh suasana saat berlangsungnya agenda pembacaan putusan atas sengketa Pilpres 2019. “Ada jaringan teroris ikut main-main. Sudah kami petakan. Yang sudah menyiapkan diri 30 orang ya, sudah masuk ke Jakarta,” tegasnya.

Sayang, Moeldoko enggan mengungkap para teroris yang sudah dideteksi itu. Karenanya, dia meminta masyarakat untuk tidak perlu khawatir. “Ya, sudah diikutin. Sudah kita liat dan kenali, nggak usah khawatir. Kalau terjadi sesuatu, tinggal kita ambil saja,” sebutnya lagi.

Menurutnya, kelompok tersebut rencananya akan ikut serta dalam kegiatan aksi massa terkait keputusan MK perihal Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2019. Dia menilai, kelompok itu tidak menginginkan adanya rekonsiliasi kedua kubu.

Dikatakan Moeldoko, proses rekonsiliasi selepas Pilpres 2019 sebenarnya sudah berjalan dengan baik. Namun kata dia, ada sekelompok pihak yang menempuh cara lain dengan melakukan aksi di jalan. “Saya imbau ya supaya imbauan Pak 08, atau Pak 02, 08 Pak Prabowo, 02 itu kelompok parpol, ya mohon diikutin imbauan itu, selalu diimbau Pak Prabowo, ikuti konstitusional. Jangan turun ke jalanan, dan diselesaikan dengan cara yang baik, tapi saya juga liat ada kelompok yang nggak ingin itu, ada agenda lain mungkin, kita ikutin nggak apa-apa, lanjutkan,” ujar dia.

Moeldoko juga menyebutkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan bekerja seperti biasa saat pembacaan putusan hasil sidang sengketa Pilpres di MK. Sedangkan Menko Polhukam Wiranto, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, hingga Kapolri Jenderal Tito Karnavian akan berkumpul di posko TNI. “Seperti biasa, Pak Jokowi ngantor biasa, nanti akan menyesuaikan situasi yang terjadi di lapangan. Tapi jajaran pimpinan yang berkaitan dengan pengendalian situasi di bawah Menko Polhukam, KSP, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung, Menkum HAM, Menkominfo, akan kumpul di posko TNI yang dekat Istana,” katanya.

Jangan Memantik Hoaks

Moeldoko menyebut, para pejabat negara akan memantau perkembangan situasi keamanan saat pembacaan sidang putusan MK. Pemerintah, menurut Moeldoko, akan merespons cepat setiap perkembangan dari sidang putusan MK tersebut. “Semuanya akan kita monitor, sehingga kita tahu persis apa yang terjadi dan perkembangannya akan kita respons dengan cepat,” ujarnya.

Selain itu, Moeldoko menyebut ada kemungkinan media sosial akan kembali dibatasi seperti pada aksi 21-22 Mei. Pembatasan media sosial disesuaikan dengan kondisi di lapangan. “Kemarin kita bicarakan sepanjang itu kita lihat kalau itu memang akan mengganggu situasi keamanan negara, ya mohon maaf, akan kita kurangi sedikit. Tetapi, kalau tidak, ya kita jalankan biasa,” ujarnya.

Moeldoko juga mengimbau masyarakat tidak menyebarkan berita hoax dan provokatif. Dia menyebut komunikasi paslon Jokowi-Ma’ruf dan Prabowo-Sandiaga sudah berlangsung baik. “Semuanya itu sudah terkomunikasi dengan baik antara calon 01 dan 02. Semuanya sudah terkomunikasi dengan baik, sehingga jangan lagi merusak situasi. Saya mengingatkan kepada kelompok-kelompok yang tidak menginginkan adanya koalisi, jangan berbuat yang mengganggu masyarakat,” ungkap Moeldoko.

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Rudiantara juga mengimbau seluruh masyarakat untuk tidak memantik atau menciptakan hoaks atau berita bohong menjelang pengumuman putusan MK. Karena kedamaian harus terus dijaga. Apalagi kubu pasangan 01 dan 02 sudah sepakat menerima putusan MK.

Soal pembatasan jaringan internet pada 27 Juni 2019 saat pengumuman keputusan MK, Rudiantara tidak dapat memastikan apakah akan dilakukan. Namun dia menegaskan, pembatasan internet dilakukan untuk menjaga kedamaian di Indonesia.

“Massa kedua kubu sudah berdamai, tapi tetap ada yang menyebar berita hoaks. Perlu dukungan semua masyarakat agar situasi tetap kondusif,” kata Rudiantara usai menjadi “keynote speaker” pada acara pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), di Hotel Santika Medan, Rabu (26/6).

Untuk itu, kata menteri, pemerintah berharap APJII bisa membantu dan mendorong perubahan pola pikir dan penggunaan internet masyarakat ke arah yang lebih baik atau positif. Langkah itu, katanya harus dilakukan mengingat misi pemerintah untuk menyatukan Indonesia lewat internet sudah dilakukan.

Wiranto Cari Sponsor Demonstrasi Liar

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto memastikan pihak kepolisian tidak akan memberikan izin aksi massa di sekitar gedung Mahkamah Konstitusi (MK) jelang putusan sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) besok Kamis (27/6). Apabila ada unjuk rasa, ditegaskan hal itu tidak mengantongi izin pihak berwajib.

“Pokoknya kita tidak kasih izin untuk demonstrasi sekitar MK. Kalau ada demonstrasi berarti nggak ada izin,” kata Wiranto di Kemenko Polhukam Jalan Medan Merdeka Barat, Rabu (26/6).

Mantan Ketua Umum Partai Hanura itu menjelaskan, apabila massa tetap menggelar aksi tanpa izin bisa dibubarkan oleh petugas. Selain itu, Wiranto pun mengatakan akan mencari pihak yang menjadi sponsor aksi. Sebab aksi semacam ini diyakininya ada pihak yang menjadi penanggung jawabnya. “Kalau ada demonstrasi liar, saya katakan tentu ada sponsornya, ada yang menggerakkan, yang bertanggungjawab mereka, nanti akan kita cari,” pungkasnya.

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian sudah memberikan instruksi kepada jajarannya untuk tidak memberikan izin aksi massa di depan MK pada saat pembacaan putusan. Supaya tidak terjadi ancaman keamanan nasional. “Saya juga sudah menegaskan kepada Kapolda Metro Jaya kepada BIN Kepolisian tidak memberikan izin (aksi massa) di depan MK,” ujar Tito di Ruppatama Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (25/6).

Tito menggunakan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 sebagai dalil pelarangan aksi massa ini. Di pasal 6 disebutkan ada 5 hal yang tidak membolehkan aksi massa, diantaranya yakni yang menganggu ketertiban umum, dan mengganggu hak asasi orang lain.

Jenderal bintang empat itu mengatakan, pada aksi 21-22 Mei di depan Bawaslu polri sudah memberikan toleransi dan diskresi kebijakan untuk unjuk rasa di depan Bawaslu. Padahal Jalan MH Thamrin merupakan jalan protokol, maka jika dilakukan penutupan akan mengganggu publik.(jpc/bbs/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/