26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Dari Modal Rp400 Ribu, Syahdan Raih Kalpataru

Syahdan , warga Kampung Sentosa Barat Lingkungan XX Kelurahan Belawan Sicanang, Kecamatan Medan Belawan, berhasil meraih Piala Kalpataru karena perjuangnyamembudidayakan tanaman mangrove.   Padahal, ia hanya bermodalkan dana pribadi sebesar Rp400 ribu, PNS di lingkungan Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) saat melestarikan bakau.

Sahabat Syahdan,  Juadi mengatakan, Syahdan melestarikan tanaman bakau karena dia merasa sedih melihat penebangan mangrove yang hanya menyisakan kegundulan di pesisir pantai. “Kata Syahdan, kerusakan itu menyingkirkan habitat satwa yang berlindung dalam hutan mangrove seperti ikan, udang dan kepiting,” ujar nya  sembari mengatakan kalau Syahdan masih berada di Jakarta menerima Piala Kalpataru dari Presiden.

Menurutnya, mereka awalnya harus mencari biaya sendiri untuk membeli bibit tanaman bakau yang akan ditanah di sekitar tepian pantai dan paluh kecil.
“Sejak tahun 2001 lalu Pak Syahdan sudah berjuang menanam bakau di lahan yang dulunya tandus ini karena penebangan. Dia orangnya ulet dan tak pantang menyerah, bahkan dia rela meminta pensiun muda dari PNS untuk mengabdikan hidupnya kepada lingkungan di pesisir pantai,” ucapnya.
Meski awalnya sempat dicemoh orang lain, tapi hal itu tidak menyurutkan niat Syahdan untuk tetap mengabdi dan menanam bakau di lahan tandus. Lahan tandus dengan kondisi tanah keras itu mulai berjuang, tak hanya korban tenaga dan pikiran. Ayah tiga anak ini juga merogoh kocek sendiri untuk mencari dan membeli bibit bakau.

“Modal Pak Syahdan saat itu cuma Rp400 ribu, dengan uang segitu dia pergi ke Aceh untuk membeli bibit bakau, lalu ditanamnya. Kecintaan beliau terhadap lingkungan memang cukup besar, tak hanya itu untuk melestarikan bakau dia juga tak bosan mengingatkan (sosialisasi) warga untuk tidak merusak tanaman bakau,” sebut Juadi didampingi Asmudi alias Abah anggota pelestari bakau asuhan Syahdan.

Namun, usaha pelestarian lingkungan tersebut tidak sekadar hanya menjaga dan merawat lingkungan setempat, melainkan adanya kontribusi secara ekonomi terhadap warga setempat yang juga mesti dipikirkan dalam benak Syahdan. Seiring berjalannya waktu, setelah bertahun-tahun melestarikan bakau, lahan seluas 400 hektar yang dulunya gersang mulai menghijau.

“Sekarang warga di sini sudah mulai sadar pentingnya lingkungan, apalagi dengan banyaknya tanaman bakau juga mempermudah nelayan mendapatkan kepiting dan ikan dengan mudah, karena hewan laut suka berkembang biak di sekitar akar-akar pohon bakau,” katanya.

Metode dan proses budidaya seperti ini terus dikembangkan mereka hingga akhirnya aktivitas pejuang lingkungan ini terendus Dinas Kehutanan. Melihat dedikasi mereka begitu gigih, pihak kehutanan lalu memberi bantuan biaya sebesar Rp50 juta. Haru bercampur bangga saat itu terlihat dari wajah-wajah penjuang bakau ini, dengan modal itu mereka membeli bibit bakau lebih banyak lagi.  Kegigihan ini pula akhirnya membuat Kementerian Lingkungan Hidup melakukan penilaian terhadap areal hutan mangrove polesan tangan Syahdan dan kawan-kawan. Dan puncaknya peringatan Hari Lingkungan Hidup (HLH) Sedunia tahun 2013, Syahdan menjadi putera terbaik Medan, mencatatkan diri sebagai peraih Piala Kapaltaru.

Awalnya, Syahdan tak mau diikutsertakan dalam penilaian lingkungan. Niatnya hanya mau melestarikan lingkungan. ”Setelah didesak dia mau, dan  berhasil  mendapat piala Kalpataru. Ini suatu kebanggan bagi Kota Medan dan kami warga disini,” ucapnya.

Cita-cita Syahdan saat ini adalah ingin membangun  tambak percontohan di pinggir laut yang ramah lingkungan dengan dikelilingi  hutan mangrove. Dari bantuanDinas Perikanan, tambak itupun kini sudah mulai berdiri. (rul)

Syahdan , warga Kampung Sentosa Barat Lingkungan XX Kelurahan Belawan Sicanang, Kecamatan Medan Belawan, berhasil meraih Piala Kalpataru karena perjuangnyamembudidayakan tanaman mangrove.   Padahal, ia hanya bermodalkan dana pribadi sebesar Rp400 ribu, PNS di lingkungan Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) saat melestarikan bakau.

Sahabat Syahdan,  Juadi mengatakan, Syahdan melestarikan tanaman bakau karena dia merasa sedih melihat penebangan mangrove yang hanya menyisakan kegundulan di pesisir pantai. “Kata Syahdan, kerusakan itu menyingkirkan habitat satwa yang berlindung dalam hutan mangrove seperti ikan, udang dan kepiting,” ujar nya  sembari mengatakan kalau Syahdan masih berada di Jakarta menerima Piala Kalpataru dari Presiden.

Menurutnya, mereka awalnya harus mencari biaya sendiri untuk membeli bibit tanaman bakau yang akan ditanah di sekitar tepian pantai dan paluh kecil.
“Sejak tahun 2001 lalu Pak Syahdan sudah berjuang menanam bakau di lahan yang dulunya tandus ini karena penebangan. Dia orangnya ulet dan tak pantang menyerah, bahkan dia rela meminta pensiun muda dari PNS untuk mengabdikan hidupnya kepada lingkungan di pesisir pantai,” ucapnya.
Meski awalnya sempat dicemoh orang lain, tapi hal itu tidak menyurutkan niat Syahdan untuk tetap mengabdi dan menanam bakau di lahan tandus. Lahan tandus dengan kondisi tanah keras itu mulai berjuang, tak hanya korban tenaga dan pikiran. Ayah tiga anak ini juga merogoh kocek sendiri untuk mencari dan membeli bibit bakau.

“Modal Pak Syahdan saat itu cuma Rp400 ribu, dengan uang segitu dia pergi ke Aceh untuk membeli bibit bakau, lalu ditanamnya. Kecintaan beliau terhadap lingkungan memang cukup besar, tak hanya itu untuk melestarikan bakau dia juga tak bosan mengingatkan (sosialisasi) warga untuk tidak merusak tanaman bakau,” sebut Juadi didampingi Asmudi alias Abah anggota pelestari bakau asuhan Syahdan.

Namun, usaha pelestarian lingkungan tersebut tidak sekadar hanya menjaga dan merawat lingkungan setempat, melainkan adanya kontribusi secara ekonomi terhadap warga setempat yang juga mesti dipikirkan dalam benak Syahdan. Seiring berjalannya waktu, setelah bertahun-tahun melestarikan bakau, lahan seluas 400 hektar yang dulunya gersang mulai menghijau.

“Sekarang warga di sini sudah mulai sadar pentingnya lingkungan, apalagi dengan banyaknya tanaman bakau juga mempermudah nelayan mendapatkan kepiting dan ikan dengan mudah, karena hewan laut suka berkembang biak di sekitar akar-akar pohon bakau,” katanya.

Metode dan proses budidaya seperti ini terus dikembangkan mereka hingga akhirnya aktivitas pejuang lingkungan ini terendus Dinas Kehutanan. Melihat dedikasi mereka begitu gigih, pihak kehutanan lalu memberi bantuan biaya sebesar Rp50 juta. Haru bercampur bangga saat itu terlihat dari wajah-wajah penjuang bakau ini, dengan modal itu mereka membeli bibit bakau lebih banyak lagi.  Kegigihan ini pula akhirnya membuat Kementerian Lingkungan Hidup melakukan penilaian terhadap areal hutan mangrove polesan tangan Syahdan dan kawan-kawan. Dan puncaknya peringatan Hari Lingkungan Hidup (HLH) Sedunia tahun 2013, Syahdan menjadi putera terbaik Medan, mencatatkan diri sebagai peraih Piala Kapaltaru.

Awalnya, Syahdan tak mau diikutsertakan dalam penilaian lingkungan. Niatnya hanya mau melestarikan lingkungan. ”Setelah didesak dia mau, dan  berhasil  mendapat piala Kalpataru. Ini suatu kebanggan bagi Kota Medan dan kami warga disini,” ucapnya.

Cita-cita Syahdan saat ini adalah ingin membangun  tambak percontohan di pinggir laut yang ramah lingkungan dengan dikelilingi  hutan mangrove. Dari bantuanDinas Perikanan, tambak itupun kini sudah mulai berdiri. (rul)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/