Salah Tangkap, Kuasa Hukum Ajukan Prapid
MABAR-Profesionalisme polisi kembali dipertanyakan. Kali ini oleh keluarga Legiman, kakek 72 tahun yang ditangkap 13 Februari 2011 lalu. Melalui kuasa hukumnya, keluarga Legiman mempraperadilankan Kapoldasu Cq Direskrim Poldasu atas dugaan salah tangkap.
Beberapa fakta menguatkan yang dibawa Emmy Sihombing SH selaku kuasa hukum Legiman adalah kesalahan nama, alamat dan umur.
Dalam surat perintah penangkapan No SP/Kap/55/II/2011/Dit Reskrim tertanggal 9 Februari itu memuat nama Legiman alias Muslan, usia 60 tahun, dan bertempat tinggal Jalan Rumah Potongan Hewan, Pasar I Lingkungan IX, Kelurahan Mabar, Kecamatan Medan Deli. Padahal pemohon bernama Legiman, usia 72 tahun, beralamat Jalan Rumah Potong Hewan, Lingkungan X, Kelurahan Mabar, Kecamatan Medan Deli.
“Dari uraian itu jelas bahwa identitas orang yang diperintahkan berdasarkan surat penangkapan ini tidak sesuai. Mengaku pada fakta itu, wajar jika pemohon keberatan,” jelas Emmy Sihombing, (28/2) kemarin.
Penahanan itu juga dinilai melanggar azas kepatutan. Sebab, Legiman sudah berumur lanjut. “Berdasarkan fakta-fakta hukum itu maka Legiman mengajukan Prapid di PN Medan,” ujar Emmy Sihombing.
Dalam gugatan itu, Emmy meminta Legiman membebaskan, mengembalikan segala surat dan benda lainnya yang telah disita dari rumah pemohon dan menghentikan segala penyidikan atas diri pemohon. “Kami juga meminta pemohon membayar uang paksa kepada pemohon sebesar Rp100 juta, karena lalai termohon memenuhi putusan praperadilan,” tegasnya.
Permintaan agar polisi membebaskan Legiman diucapkan langsung istrinya, Asia (60) melalui Sumut Pos, kemarin. Ditemui di rumahnya, Asia membeber sejumlah kejanggalan penangkapan itu.
Menurut Asia, suaminay ditangkap di Jalan Krakatau. Ia tidak melihat penangkapan itu karena sedang tidur di rumah. “Saya tidak tahu suami saya ditangkap polisi dan dengan alasan apa polisi menangkap suami saya. Saya mengetahui penangkapan tersebut dari Kepling,” ujarnya.
Sepengetahuan Asia, Legiman ditangkap atas laporan PTPN II ke Poldasu. “Yang saya ketahui permasalahan suami saya ditangkap karena lahan sengketa (lahan) di KIM II,” tambahnya. Asia menjelaskan, bahwa lahan yang menjadi sengketa tersebut sudah digarap suaminya sejak tahun 1952. “Jadi jangan mengaku-ngaku tanah tersebut milik siapa,” jelasnya.
Lahan yang menjadi sengketa yang ditanami palawija tersebut pernah dirusak. “Pada saat suami saya sedang mengerjakan tanah garapan yang sudah kami garap tiba-tiba datang sekelompok orang yang membawa dump truck, beko, greder dan saya mengetahui bahwa orang-orang tersebut adalah orang-orang suruhan,” katanya.
Setelah kejadian itu, Legiman membuat laporan ke Mapolresta Medan. Namun sampai saat ini laporan tersebut tidak ditindaklanjuti.
Kejanggalan penangkapan yang diungkapkan kuasa hukum suaminya, Emmy Sihombing SH, kembali diutarakan. Dalam surat penangkapan disebutkan, penangkapan itu atas nama Legiman alias Muslan, warga Jalan Rumah Potong Hewan, Lingkuan IX. “Itu kan bukan suami saya dan rumah kami bukan di situ,” tegasnya.
Asia sedih melihat lemahnya kenyataan penerapan hukum di negeri ini. Disebutkannya, konflik hukum terkait sengketa lahan antara PTPN II dengan suaminya sudah berlangsung lama. Bersama warga lain, suaminya memenangkan sengketa itu di PN Lubuk Pakam dan saat ini kasusnya sedang bergulir di tingkat MA. “Ini menjadi tanda tanya besar dari pihak keluarga, kenapa masih dilakukan penyelidikan lagi, padahal putusan PK sudah memenangkan suami saya,” ujarnya.
Asia berharap suaminya dibebaskan karena dirinya yakin bahwa suaminya tidak bersalah. “Tolong bebaskan suami saya dan tegakkan hukum jangan bertele-tele seperti ini. Kami ini orang susah, apakah kalau ada uang baru bisa ditegakkan hukum sedangkan kalau tidak punya uang akan selalu dipersulit? Yang lemah selalu ditindas, fakta yang ada pun bisa diputarbalikkan,” tandasnya sedih.
Kapoldasu: Kalau Diprapidkan, Bagus
Terkait pendaftaran dan permohonan sidang prapid dari kuasa hukum Legiman di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Kapoldasu Irjen Pol Oegreseno menyambut baik. Kapolda menegaskan, permohonan praperadilan merupakan hak hukum setiap warga negara Indonesia.
“Itu hak dari dia, kalau di prapidakan itu bagus. Berarti kesadaran hukum bagus. Setiap orang harus melakukan Prapidkan bila ada yang salah dengan kinerja polisi,” ujar Kapolda saat dikonfirmasi melalui telepon selular, kemarin malam. Oegreseno akan menunggu perkembangan dari hasil Prapidnya.
Sebelumnya, Penyidik Satuan Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) Direktorat Reskrim (Ditreskrim) Poldasu, Sabtu (12/2) lalu, menangkap Legiman, tersangka pengguna data-data palsu dalam proses gugatan perdata atas tanah seluas 46,11 hektar melawan pihak PTPN II dan Kawasan Industri Medan (KIM) di Mabar, Medan melawan 70 anggota kelompok tani (masyarakat).
“Dia kini sedang diperiksa dalam dugaan penggunaan data-data palsu dalam pengajuan gugatan kepada PTPN II dan PT KIM II. Kalau sudah selesai pemeriksaan akan kami buatkan pers releasenya,” ungkap Kombes Agus Andrianto, Sabtu (12/2) lalu.
Dalam pengusutan kasus itu dilakukan berdasarkan laporan pihak PTPN II dan PT KIM ke Poldasu pada tanggal 5 April 2010 sesuai dengan nomor: LP/126/IV/2010/Dit Reskrim, tentang pemalsuan yang diduga dilakukan 70 orang kelompok tani atau kuasanya. Direktur Reskrim Poldasu Kombes Pol Drs Agus Andrianto, Senin (10/1) mengatakan, sesuai dengan hasil penyelidikan yang dilakukukan pihaknya, diduga telah terjadi pemalsuan tanda tangan pada surat kuasa 70 orang anggota kelompok tani, yang kemudian digunakan pemegang kuasa dalam proses gugatannya melawan pihak PTPN II dan PT KIM.
Menurut Agus, berdasarkan penyelidikan itu juga diketahui bahwa beberapa di antara penggugat yang menandatangani surat kuasa tersebut ternyata sudah meninggal sebelum gugatan diajukan. Selain itu, kata Agus ternyata beberapa dari 70 masyarakat kelompok tani merasa tidak memiliki tanah di lahan sengketa tersebut. Bahkan mereka merasa tidak pernah mendatangani surat kuasa yang digunakan dalam proses perkara dimaksud.
Pengguna surat kuasa itu diduga telah melanggar pasal 263 ayat (1) (2) KUHP, tentang penggunaan surat palsu. Kini penydidik Poldasu masih melakukan pemeriksaan-pemeriksaan lanjutan terhadap sejumlah orang terkait dengan kasus dimaksud.
Padahal, Poldasu sudah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap dua orang yang diduga menjadi provokator. Dimana peran ke duanya Legiman dan Wagiman yang menggunakan masyarakat yang tidak mengerti diikutkan dalam ricuh antara KIM II dengan Masyarakat sudah dilaporkan oleh pihak KIM II Mabar ke Poldasu.
“Karena keduanya sudah menghilang, Poldasu menetapkan keduanya sebagai Tareget Operasi (TO) dan sudah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap keduanya,” ujar Kabid Humas Poldasu Kombes Pol Heri Subiansaori, Kamis (3/2) lalu.
Dimana, Poldasu tidak berpihak terhadap KIM II dan Masyarakat.Poldasu sebagai penegak hukum yang akan melakukan pengusutan.
“Jadi provokator jangan menggunakan masyarakat yang tidak mengerti dengan permasalahan diikutkan.Poldasu hannya menegakkan hukum yang ada supaya masyarakat tahu. Negara ini negara hukum yang tidak bisa melakukan pelanggaran hukum,” ucapnya.
Diketahui, pelaksanaan eksekusi pengosongan lahan PT KIM II Mabar yang dilakukan pihak Pengadilan Negeri (PN) Lubuk Pakam pada Kamis (6/1) lalu berahkir bentrok. Akibatnya, tujuh warga Koptan Tani mengalami luka-luka dan menjalani perawatan medis.
Ke tujuh warga itu yakni, Parman (42) luka akibat terkena panah beracun, Widodo (48) luka hectying di dada, Wardi (53) bengkak di kaki akibat lemparan batu, Rizal (29) luka di kaki akibat lemparan batu, Saipullah (39) luka di kaki hingga bolong akibat lemparan besi kemudian Heri (35) luka dikaki akibat lemparan batu dan kini ketujuh warga tersebut masih menjalani perawatan di klinik Vivina Huda Jalan Rumah potong hewan Mabar. (mag-1/mag-11/rud)