MEDAN- Komisi Disiplin (Komdis) PSSI akhirnya menemui langsung skuad PSMS versi PT Liga Indonesia (LI) di Hotel JW Marriot Medan, Senin (19/8) kemarin. Ketua Komdis PSSI, Hinca Panjaitan mengorek keterangan langsung dari empat perwakilan dari pelatih, pemain dan manajemen yang sebelumnya berhalangan hadir dalam dua kali panggilan ke Jakarta Juli lalu. Hasilnya baru akan diputuskan Rabu (21/8) besok.
Sesuai undangan Pelatih kepala, Suharto AD, Sekretaris tim, Fityan Hamdy, pemain diwakili Alamsyah Nasution dan media officer Abdi Panjaitan menghadiri pertemuan tertutup dengan Hinca dan salah seorang tim investigatornya di lantai 16. Berdurasi sekitar 90 menit, Hinca mulai bisa menarik kesimpulan untuk segera menuntaskan persoalan ini. Jatuh tidaknya sanksi akan diputuskan saat Komdis kembali bersidang di Jakarta, Selasa (20/8) hari ini.
“Komdis melengkapi dokumen (kronologis) yang telah kami terima. Empat orang ini kami anggap cukup mewakili untuk memberikan seluruh informasi. Hasilnya akan kami bawa untuk bersidang di Jakarta besok. Jadi Rabu (21/8) sudah ada keputusannya,” ujar Hinca.
Keputusan itu menyangkut tiga hal. Yakni mengenai upaya pengaturan skor pada laga Persih dan Persisko Tanjabbar di awal putaran kedua, keputusan tim tidak berangkat ke Bengkulu menjalani laga kontra PS Bengkulu serta aksi 11 pemain berdemo di kantor PSSI. Hinca mengatakan mendapat cukup petunjuk baru dari pertemuan tersebut.
“Ya tentu ada tiga keputusan yang bakal kami keluarkan nanti. Saya sudah mendapat penjelasan misalnya kenapa tidak bermain ke Bengkulu, sementara lawan Bangka mereka beramai-ramai berangkat. Padahal peluang melaju ke 12 besar terbuka saat menghadapi Bengkulu. Ternyata mereka tidak ingin terkena sanksi turun kasta ke Divisi II kalau tidak main. Tapi apapun alasannya pemain dan pelatih kita beri lisensi. Tugas utama pemain bermain bola, jika tidak itu yang disebut mogok. Ya soal disanksi atau tidak tunggu saja,” ujar Hinca.
Ancaman sanksi lainnya juga soal aksi pemain di Jakarta. Hinca mengatakan aksi itu memang dilatarbelakangi persoalan gaji. Namun itu disebutnya perilaku buruk dan tidak bisa dibenarkan dalam sepak bola.
“Komdis sama sekali tidak berurusan dengan gaji. Itu perilaku buruk. Pemain tidak boleh mengotori kolamnya sendiri. Mereka harusnya tahu tata cara penyelesaian masalah. Bukan itu (demonstrasi, Red) mekanisme yang patut dipakai,” koar Hinca.
Sementara yang paling krusial tentu saja upaya pengaturan skor yang disebut-sebut didalangi CEO PSMS, Heru Prawono. Nama terakhir tidak hadir pada pertemuan tersebut. Termasuk manajer tim, Sarwono yang turut dipanggil pun absen.
“Komdis sangat serius untuk urusan match fixing dan match manipulation. Ini musuh terbesar dan paling mencederai sepak bola. Adanya cukong-cukong istilahnya selama ini kami terkendala dengan tidak adanya bukti langsung dan wilayah hukum. Misalnya cukong Singapura atau Malaysia. Soal yang dipanggil gak datang mau bilang apa lagi. Pastinya orang yang tidak hadir artinya tidak menggunakan hak berbicaranya. Tapi saya respek kepada pelatih PSMS dan yang lain sudah mau menggagalkan upaya tersebut,” bebernya.
Ditanya soal sanksi, Hinca tak membeberkan secara gamblang. Namun pelanggaran itu bisa diganjar dengan sanksi terburuk tidak bisa boleh lagi berkecimpung di dunia sepak bola seumur hidup. (don/ban)