Sidang perdana kasus dugaan suap yang dilakukan Bupati Mandailing Natal, Hidayat Batubara, memunculkan keterangan menarik. Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (PKAD) Pemkab Madina Murnadi Pasaribu mengaku pernah dimintai Rp25 juta oleh sang bupati untuk uang belanja.
Murnadi mengatakan, pascapenangkapan Plt Kadis PU Madina Khairul Anwar Daulay dan pengusaha Surung Panjaitan pada 14 Mei 2013, di rumah Hidayat Batubara di Jalan Sei Asahan Medan, dia disuruh Hidayat Batubara datang ke Medan dan diminta membawa uang. Menurutnya, uang yang dibawanya sebesar Rp25 juta dan diserahkannya kepada istri Hidayat. “Itu uang pribadi saya, dan saya berikan sebagai bantuan karena rasa kemanusiaan. Pak Hidayat teman saya sebelum dia jadi bupati,” ucapnyasaat menjadi saksi dalam sidang dugaan suap Bupati Madina di PN Medan, kemarin.
Bupati Madina, lanjut saksi, sempat memintanya untuk ‘mengamankan’ berkas-berkas pengusulan proyek dana BDB. “Bupati minta diamankan berkas itu. Dia khawatir dengan KPK. Saya pun disuruh ke Medan. Bupati pinjam uang Rp25 juta itu untuk biaya belanja keluarganya. Karena katanya, beliau sudah nggak ada uang. Dia bilang ‘Pak Mur di rumah sudah nggak ada apa-apa lagi. Tolong diupayakan untuk uang belanja. Karena semua uang saya sudah diambil KPK. Lihatlah dulu keluarga di rumah,’” ucap saksi menirukan perkataan Bupati Madina.
Selain itu, lanjut saksi, dirinya pun diminta bupati agar menemuinya di Jalan Veteran Percut Sei Tuan Medan yang merupakan kediaman salah seorang pengacara di Kota Medan. “Setelah menyerahkan uang itu ke istri Pak Bupati. Saya disuruh menemui bapak di Jalan Veteran itu. Bupati meminta saya agar mengganti nomor handphone agar tidak bisa dilacak KPK. Sesampainya di sana, bupati cerita semua pada saya. Dia menyampaikan keluhannya terkait uang Rp1 miliar yang diterimanya dari Pak Khairul. Dia menyesal karena uang itu ada hubungannya dengan proyek RSUD Panyabungan,” beber saksi.
Sebelumnya, Hidayat Batubara dan Plt Kadis PU Kabupaten Madina Khairul Anwar Daulay alias Juragan duduk dikursi pesakitan Pengadilan Tipikor Medan, Rabu (2/10). Dalam persidangan terpisah, keduanya didakwa menerima suap sebesar Rp1 miliar dari Pemilik PT Sige Sinar Gemilang Surung Panjaitan atas pengurusan proyek pembangunan RSUD Panyabungan di Kabupaten Madina.
“Terdakwa melakukan atau turut serta melakukan atau menerima hadiah atau janji yaitu menerima hadiah uang sebesar Rp 1 miliar. Padahal diketahui atau patut diduga hadiah atau janji itu diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya,” kata Supardi, salah seorang JPU (Jaksa Penuntut Umum) KPK diruang utama Pengadilan Tipikor Medan.
Berdasarkan dakwaan tim JPU KPK Supardi, Fitroh Roccahyanto dan Hendra Apriansyah yang dibacakan bergantian menyatakan pada TA 2013, Kabupaten Madina memperoleh dana BDB (Bantuan Daerah Bawahan) dari APBD Propinsi Sumatera Utara TA 2013 sebesar Rp32,041 miliar untuk pembangunan RSUD Panyabungan di Kabupaten Madina. Pembangunan itu terbagi dalam tiga paket pekerjaan yakni Unit Gawat Darurat (UGD) senilai Rp1,187 miliar, Unit Poliklinik Rp12,454 miliar dan Unit Rawat Inap senilai Rp18,399 miliar.
Terdakwa memerintahkan Khairul Anwar dan Raja Sahlan Nasution selaku Staf Khusus Pembangunan Infrastruktur Kabupaten Madina untuk membuat Rencana Anggaran Belanja (RAB) dan gambar proyek RSUD Panyabungan serta mencari rekanan yang sanggup mengerjakan proyek itu. Kemudian pada 7 Mei 2013 bertempat dikediaman terdakwa Jalan Sei Asahan No 76 Medan, terdakwa memperkenalkan Khairul Anwar Daulay kepada temannya Yusuf Tirta sembiring.
“Yusuf Tirta Sembiring pun menawarkan pengerjaan RSUD Panjabungan kepada Leonard Sihite. Kemudian, Khairul memberikan RKA/gambar proyek RSUD Panyabungan kepada Leonard Sihite untuk dipelajari. Selanjutnya, pada 10 Mei 2013 bertempat di Hotel Arya Duta Medan Yusuf Tirta dan Khairul Anwar menyetujui bahwa Leonard Sihite yang mengerjakan proyek itu,” ujar jaksa dihadapan majelis hakim yang diketuai Agus Setiawan.
Namun proyek kepada Leonard Sihite dengan kesepakatan agar dirinya memberikan fee untuk terdakwa, Khairul Anwar, biaya asistensi di tingkat propinsi dan panitia pengadaan yang seluruhnya sebesar Rp21 persen dari nilai proyek itu. Akan tetapi Leonard Sihite merasa keberatan sehingga setelah dilakukan penawaran disepakati fee yang akan diberikannya sebesar Rp19 persen. Sayangnya Leonard Sihite mundur karena mendengar sahabatnya Surung Panjaitan berkeinginan untuk mengerjakan proyek itu.
“Mengetahui Leonard Sihite mundur, Surung pun menemui Khairul dan Raja Sahlan untuk membahas proyek itu. Disepakati pula bahwa Surung sanggup memberikan fee sebesar 15 persen dari nilai proyek. Untuk tahap awal, Raja Sahlan meminta Surung menyiapkan uang sebesar Rp1 miliar- Rp1,2 miliar untuk diberikan kepada terdakwa dan Khairul Anwar dan Surung menyanggupinya,” terang jaksa.
Pada 13 Mei 2013, Yusuf Tirta meminta Khairul Anwar untuk datang ke Kantor PT Sige Sinar Gemilang di Jalan Bima Sakti No.6 Medan milik Surung Panjaitan untuk mengambil uang Rp1 miliar tersebut. Akan tetapi uang itu tidak jadi diserahkan karena Surung merasa takut diketahui oleh petugas KPK. Kemudian dihari yang sama sekira pukul 18.00 WIB, Khairul Anwar dan Surung menuju Hotel Arya Duta Medan dengan mengendarai mobil berbeda.
“Di lantai 7 hotel itulah, Surung menyerahkan uang Rp1 miliar itu kepada Khairul dengan memerintahkan sopir pribadinya Joni Pakpahan agar meletakkan uang yang telah dibungkus dalam dua kantong plastik warna hitam di jok belakang mobil Toyota Fortuner yang dikendarai Khairul Anwar. Setelah menerima uang itu, Khairul Anwar menyerahkan uang tersebut kepada terdakwa dikediamannya. Khairul Anwar pun mengambil uang Rp10 juta untuk dirinya,” ujar jaksa.
Selanjutnya, terdakwa menghubungi Murnadi Pasaribu selaku Kepala DPKAD Kabupaten Madina dan memberitahu bahwa biaya asistensi pengurusan proyek RSUD Panyabungan akan disiapkan oleh Khairul Anwar pada Rabu 15 Mei 2013. Kemudian, Khairul Awar memperkenalkan Surung Panjaitan kepada terdakwa dengan mengatakan “Inilah saudara Surung yang akan mengerjakan rumah sakit itu dan beliau juga tertarik untuk proyek kota baru yang sudah bapak rencanakan. Terdakwa pun menjawab segera asistensi rumah sakit itu diselesaikan dan asistensi BDB lainnya juga diselesaikan,” ucap jaksa menirukan pernyataan terdakwa.
Usai pertemuan itu, lanjut jaksa, Surung Panjaitan dan Khairul Anwar ditangkap oleh petugas KPK. Saat penggeledahan dirumah terdakwa ditemukan uang sebesar Rp990 juta yang dibungkus dalam dua kantong plastik hitam serta ditemukan uang Rp742,238 juta serta uang pecahan dollar Amerika sebesar USD 26,600. Perbuatan terdakwa, kata jaksa, melanggar Pasal 12 huruf a, Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor sebagaimana telah diubah dengan tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Atas dakwaan jaksa KPK tersebut, Bupati Madina dan Khairul Anwar tidak mengajukan eksepsi (nota keberatan atas dakwaan jaksa). Majelis hakim menunda persidangan hingga pekan depan untuk pemeriksaan sejumlah saksi. Usai persidangan, Bupati Madina yang mengenakan kemeja batik warna putih langsung diberondong jepretan kamera wartawan. Dia menyatakan akan membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah. “Saya merasa itu pinjaman, bukan uang suap. Dakwaan itu akan kita buktikan di persidangan,” katanya. (far)