26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Jangan Sampai Jadi Bangsa Pelupa

13 Tahun Reformasi Berlalu, Kasus Trisakti Belum Tuntas

Tiga belas tahun sudah peristiwa Trisakti berlalu. Bangsa Indonesia, tentu takkan melupakan peristiwa kelam itu. Empat mahasiswa tewas terkena tembakan.

Ya, pada Kamis (12/5) kemarin, memperingati peristiwa berdarah itu, para mahasiswa Trisakti Jakarta, bersama keluarga keempat mahasiswa yang menjadi korban, melakukan tabur bunga. Mereka minta Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo, yang saat peristiwa itu menjabat Kapolres Jakarta Barat, juga tak melupakan peristiwa ini.

Diiringi lagu Gugur Bunga puluhan mahasiswa Universitas Trisakti Kamis pagi melakukan napak tilas mengenang tragedi Trisakti yang menewaskan 4 mahasiswa Trisakti tahun 1998 dilingkungan kampus Trisakti di Jalan S Parman Grogol, Jakarta Barat. Mereka mengusung foto keempat mahasiswa Trisakti yang menjadi korban tragedi 1998 yaitu Elang Surya Lesmana, Hafidin Royan, Hendriawan Sie dan Herry Hartanto.

Raut kesedihan tampak membayangi seluruh peserta napak tilas. Termasuk rektor, sejumlah dosen serta orangtua keempat korban tragedi Trisakti saat mereka melakukan tabur bunga.

“Jangan sampai jadi bangsa pelupa, bangsa amnesia. Masa lalu harus diselesaikan untuk membangun masa depan dan perubahan,” kata Presiden Mahasiswa STP Trisakti, Martani, dalam orasinya di sela-sela demo di depan Istana Merdeka, Jl Medan Merdeka Utara, Kamis (12/5).

Dalam aksinya, mereka membawa 5 keranda hitam sebagai simbol kematian mahasiswa dalam proses suksesi nasional 13 tahun lalu. Mereka juga membentangkan spanduk besar bertuliskan ‘Usut Tuntas Tragedi Trisakti’.
“Presiden yang terpilih dua kali hanya bisa berdalih dengan pencitraan-pencitraan yang membohongi bangsanya sendiri. Parlemen juga sudah tidak layak karena hanya bisa menghabiskan uang rakyat dan membangun gedung super mewah,” tegasnya.

Sementara itu, Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim menyatakan pihaknya telah menyerahkan laporan penyelidikan kasus itu sejak 6 Januari 2005 kepada Kejaksaan Agung. Namun, selama enam tahun itu, baik korban maupun keluarga korban tidak mendapatkan titik terang penyelesaian kasus itu.

“Kami ingin ingatkan kembali tanggung jawab pemerintah atas kasus ini. Sudah enam tahun itu diajukan dan sudah 13 tahun juga para korban dan keluarga menunggu. Enam tahun bukan berarti tidak ada komunikasi Komnas HAM dengan Kejaksaan Agung. Kemandekan kasus ini sudah pernah difasilitasi oleh Komisi III DPR antara Komnas HAM dan Kejaksaan Agung, tapi fasilitas dialog, tidak menghasilkan satu kemajuan yang berarti,” tutur Ifdal Khasim di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat.

Ifdal menyebutkan, Kejaksaan Agung selalu beralasan bahwa kasus-kasus pelanggaran HAM itu tidak bisa dilakukan tanpa melalui pengadilan HAM ad hoc. “Menurut Jaksa Agung, untuk penyidikan diperlukan langkah hukum, menahan dan menyita, harus meminta pada pengadilan. Kalau pengadilan HAM belum terbentuk, di mana persetujuan langkah-langkah tersebut? Komnas HAM berpendapat berbeda dalam melakukan penyelidikan tidak perlu pengadilan ad hoc terlebih dahulu,” katanya.

Padahal, lanjutnya, terkait perdebatan pengadilan HAM ad hoc pada kasus Mei 1998 sudah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi pada tahun 2008. Mahkamah Konstitusi menyatakan, Kejaksaan Agung tidak perlu menunggu pengadilan tersebut. Dasar untuk menindak pelaku pelanggaran HAM berat bisa diambil baik dari hasil penyelidikan Komnas HAM maupun dari Kejaksaan Agung sendiri. (bbs/jpnn)

Kembalilah ke Jalan yang Benar

Sudah diakui bahwa agenda perubahan yang diusung gerakan reformasi saat menjatuhkan rezim Orde Baru gagal dipraktikkan selama 13 tahun terakhir ini. Keberhasilan gerakan reformasi 98 hanya berhasil menumbangkan rezim Soeharto yang berkuasa lebih dari tiga dekade.

Setelah itu, reformasi dibajak kekuatan penumpang gelap karena mahasiswa memberikan cek kosong kekuasaan pada elit. Sementara, aktor-aktor yang waktu itu berada di lapangan reformasi semakin hari semakin terpinggirkan.
Tapi tentu saja tidak semua para pelaku lapangan gerakan 98 tersingkirkan dari sistem. Menurut salah seorang tokoh aktivis reformasi 1998, Ahmad Kasino, sebagian eks aktivis mahasiswa 98 tersingkir dari dalam sistem karena menjaga idealismenya.

“Sementara mereka yang pernah berjuang dulu dan ada di dalam sistem hanya menjadi sekrup kekuasaan, untuk melegitimasi kekuasaan sekarang,” ucap Kasino saat berdialog dengan Rakyat Merdeka Online (grup Sumut Pos), Kamis (12/5).

Kasino, yang saat ini masih aktif menghadiri pertemuan-pertemuan kelompok aktivis dan berkegiatan di kelompok Gerakan Indonesia Bersih, menganjurkan rekan-rekannya yang sudah masuk ke dalam kemapanan sistem baik di eksekutif maupun legislatif untuk mendengar “panggilan sejarah”. “Buat kawan-kawan 98 yang sudah masuk sistem, kembalilah ke jalan yang benar dengan terus menjalankan agenda reformasi dan tujuan berbangsa bernegara yang sesuai konstitusi kita,” seru Kasino.

Menurutnya, saat ini gelombang perubahan sedang deras-derasnya. Kekecewaan rakyat praktik penegakan hukum dan tingkat kemiskinan yang makin tinggi adalah salah satu alasannya.(ald/jpnn)

13 Tahun Reformasi Berlalu, Kasus Trisakti Belum Tuntas

Tiga belas tahun sudah peristiwa Trisakti berlalu. Bangsa Indonesia, tentu takkan melupakan peristiwa kelam itu. Empat mahasiswa tewas terkena tembakan.

Ya, pada Kamis (12/5) kemarin, memperingati peristiwa berdarah itu, para mahasiswa Trisakti Jakarta, bersama keluarga keempat mahasiswa yang menjadi korban, melakukan tabur bunga. Mereka minta Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo, yang saat peristiwa itu menjabat Kapolres Jakarta Barat, juga tak melupakan peristiwa ini.

Diiringi lagu Gugur Bunga puluhan mahasiswa Universitas Trisakti Kamis pagi melakukan napak tilas mengenang tragedi Trisakti yang menewaskan 4 mahasiswa Trisakti tahun 1998 dilingkungan kampus Trisakti di Jalan S Parman Grogol, Jakarta Barat. Mereka mengusung foto keempat mahasiswa Trisakti yang menjadi korban tragedi 1998 yaitu Elang Surya Lesmana, Hafidin Royan, Hendriawan Sie dan Herry Hartanto.

Raut kesedihan tampak membayangi seluruh peserta napak tilas. Termasuk rektor, sejumlah dosen serta orangtua keempat korban tragedi Trisakti saat mereka melakukan tabur bunga.

“Jangan sampai jadi bangsa pelupa, bangsa amnesia. Masa lalu harus diselesaikan untuk membangun masa depan dan perubahan,” kata Presiden Mahasiswa STP Trisakti, Martani, dalam orasinya di sela-sela demo di depan Istana Merdeka, Jl Medan Merdeka Utara, Kamis (12/5).

Dalam aksinya, mereka membawa 5 keranda hitam sebagai simbol kematian mahasiswa dalam proses suksesi nasional 13 tahun lalu. Mereka juga membentangkan spanduk besar bertuliskan ‘Usut Tuntas Tragedi Trisakti’.
“Presiden yang terpilih dua kali hanya bisa berdalih dengan pencitraan-pencitraan yang membohongi bangsanya sendiri. Parlemen juga sudah tidak layak karena hanya bisa menghabiskan uang rakyat dan membangun gedung super mewah,” tegasnya.

Sementara itu, Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim menyatakan pihaknya telah menyerahkan laporan penyelidikan kasus itu sejak 6 Januari 2005 kepada Kejaksaan Agung. Namun, selama enam tahun itu, baik korban maupun keluarga korban tidak mendapatkan titik terang penyelesaian kasus itu.

“Kami ingin ingatkan kembali tanggung jawab pemerintah atas kasus ini. Sudah enam tahun itu diajukan dan sudah 13 tahun juga para korban dan keluarga menunggu. Enam tahun bukan berarti tidak ada komunikasi Komnas HAM dengan Kejaksaan Agung. Kemandekan kasus ini sudah pernah difasilitasi oleh Komisi III DPR antara Komnas HAM dan Kejaksaan Agung, tapi fasilitas dialog, tidak menghasilkan satu kemajuan yang berarti,” tutur Ifdal Khasim di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat.

Ifdal menyebutkan, Kejaksaan Agung selalu beralasan bahwa kasus-kasus pelanggaran HAM itu tidak bisa dilakukan tanpa melalui pengadilan HAM ad hoc. “Menurut Jaksa Agung, untuk penyidikan diperlukan langkah hukum, menahan dan menyita, harus meminta pada pengadilan. Kalau pengadilan HAM belum terbentuk, di mana persetujuan langkah-langkah tersebut? Komnas HAM berpendapat berbeda dalam melakukan penyelidikan tidak perlu pengadilan ad hoc terlebih dahulu,” katanya.

Padahal, lanjutnya, terkait perdebatan pengadilan HAM ad hoc pada kasus Mei 1998 sudah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi pada tahun 2008. Mahkamah Konstitusi menyatakan, Kejaksaan Agung tidak perlu menunggu pengadilan tersebut. Dasar untuk menindak pelaku pelanggaran HAM berat bisa diambil baik dari hasil penyelidikan Komnas HAM maupun dari Kejaksaan Agung sendiri. (bbs/jpnn)

Kembalilah ke Jalan yang Benar

Sudah diakui bahwa agenda perubahan yang diusung gerakan reformasi saat menjatuhkan rezim Orde Baru gagal dipraktikkan selama 13 tahun terakhir ini. Keberhasilan gerakan reformasi 98 hanya berhasil menumbangkan rezim Soeharto yang berkuasa lebih dari tiga dekade.

Setelah itu, reformasi dibajak kekuatan penumpang gelap karena mahasiswa memberikan cek kosong kekuasaan pada elit. Sementara, aktor-aktor yang waktu itu berada di lapangan reformasi semakin hari semakin terpinggirkan.
Tapi tentu saja tidak semua para pelaku lapangan gerakan 98 tersingkirkan dari sistem. Menurut salah seorang tokoh aktivis reformasi 1998, Ahmad Kasino, sebagian eks aktivis mahasiswa 98 tersingkir dari dalam sistem karena menjaga idealismenya.

“Sementara mereka yang pernah berjuang dulu dan ada di dalam sistem hanya menjadi sekrup kekuasaan, untuk melegitimasi kekuasaan sekarang,” ucap Kasino saat berdialog dengan Rakyat Merdeka Online (grup Sumut Pos), Kamis (12/5).

Kasino, yang saat ini masih aktif menghadiri pertemuan-pertemuan kelompok aktivis dan berkegiatan di kelompok Gerakan Indonesia Bersih, menganjurkan rekan-rekannya yang sudah masuk ke dalam kemapanan sistem baik di eksekutif maupun legislatif untuk mendengar “panggilan sejarah”. “Buat kawan-kawan 98 yang sudah masuk sistem, kembalilah ke jalan yang benar dengan terus menjalankan agenda reformasi dan tujuan berbangsa bernegara yang sesuai konstitusi kita,” seru Kasino.

Menurutnya, saat ini gelombang perubahan sedang deras-derasnya. Kekecewaan rakyat praktik penegakan hukum dan tingkat kemiskinan yang makin tinggi adalah salah satu alasannya.(ald/jpnn)

Artikel Terkait

Gatot Ligat Permulus Jalan Sumut

Gatot-Sutias Saling Setia

Erry Nuradi Minta PNS Profesional

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/