SUMUTPOS.CO-Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho memastikan angka upah minimum provinsi (UMP) Sumut 2014, sudah ditetapkan oleh Dewan Pengupahan Provinsi yang terdiri dari perwakilan buruh dan pengusaha. Menurutnya UMP itu akan diumumkan pada waktunya.
Gatot mengakui sejak Minggu (27/10) malam dirinya sudah diskusi dengan Dewan Pengupahan Provinsi, baik dari serikat pekerja dan pengusaha. Meski sebenarnya tidak ingin ada penetapan UMP, tapi sesuai Inpres No 9/2013, UMP tetap harus dibuat oleh pemerintah provinsi dan harus diumumkan ke publik 1 November.
“Yang perlu digarisbawahi, ada komunikasi yang baik di Dewan Pengupahan Provinsi soal UMP. Sudah ada angkanya. Besarannya berapa, nanti saja akan kami umumkan, supaya indah pada waktunya,” kata Gatot menanggapi unjuk rasa buruh Sumut, di Gubernuran, Senin (28/10).
Menurutnya, tahun lalu aksi buruh juga sudah seperti ini. Begitu juga dengan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah pusat soal UMP. Tapi kata dia, dirinya mau melihat lebih dulu provinsi lain, apakah komitmen soal Inpres No 9/2013 ini. “Kalau nanti hanya Sumut saja tidak enak juga. Jadi kita lihat dulu perkembangan di daerah lain seperti apa,” ungkapnya.
Soal desakan buruh yang meminta kenaikan UMP 50%, menurut Gatot sebenarnya dalam Inpres tersebut sudah ada mekanisme penetapan UMP. Kemudian juga sudah dilakukan sosialisasi dari Kementerian Tenaga Kerja terkait untuk proses penetapan UMP ini, seperti melihat inflasi di daerah dan kebutuhan hidup layak (KHL). “Yang jelas sudah ada komunikasi yang baik di Dewan Pengupahan Provinsi. Saya kira sementara itu dulu,” terangnya.
Senin (28/10) kemarin, ribuan buruh tumpah di jalanan Kota Medan. Mereka mendatangi sejumlah lokasi seperti DPRD Sumut di Jalan Imam Bonjol dan Kantor Gubernur Sumut di Jalan Pangeran Diponegoro. Dalam tuntutannya di depan Kantor Gubsu, massa Serikat Pekerja Logam SPSI Kota Medan, menolak Inpres No 9/2013.
“Inpres tersebut tidak sesuai dengan upaya menyejahterakan buruh dan bertentangan dengan UU No 13/2003 tentang ketenagakerjaan jo Keppres No 104/2004 tentang Dewan Pengupahan. UMK ditetapkan oleh Dewan Pengupahan kab/kota berdasarkan KHL,” kata koordinator aksi, Sularso.
Namun dalam Inpres No 9/2013 ini, kata dia, disebutkan besaran kenaikan upah provinsi dan kab/kota yang upah minimumnya sudah mencapai KHL atau lebih, ditetapkan secara bipartit antara pemberi kerja dan pekerja dalam perusahaan masing-masing. “Ini akan menimbulkan masalah lagi pada buruh. Pekerja akan dibenturkan dengan pemberi kerja. Karena pekerja tidak punya dasar penetapan upah. Jadi Inpres ini sangat mengebiri hak pekerja,” terangnya.
Menurut Sularso, apa yang menjadi keluhan buruh, kata dia muaranya adalah pemiskinan pekerja secara sistematis. Ironisnya, pemiskinan itu dilakukan penguasan yang berkolaborasi dengan pengusaha. “Karena itu kami menolak Inpres No 9/2013, menolak upah murah, dan hapuskan outsourcing. Untuk kepentingan bersama kami juga meminta pemerintah memastikan listrik tak lagi padam dan menurunkan harga bahan kebutuhan pokok,” pungkasnya.
Dalam aksi tersebut, massa mendesak agar Gubsu, Gatot Pujo Nugroho, menemui mereka dan mengambil kebijakan yang memihak buruh. Namun saat mendengar, Gatot sedang tidak berada di kantor Gubsu, massa berteriak-teriak. “Gatot segera jumpai kami. Kami sudah pilih Anda kemarin, jangan sembunyi,” kata Sularso, yang disambut yel-yel buruh. (rel/mea)