25 C
Medan
Saturday, September 28, 2024

Telusuri Dana Atut ke Golkar

Atut-Ilustrasi
Atut-Ilustrasi

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak KPK menelusuri kemungkinan praktik pencucian uang yang dilakukan Gubenur Banten, Ratu Atut Chosiah, yang menjadi tersangka suap pemilihan Bupati Lebak dan pengadaan alat kesehatan Provinsi Banten.

“ICW melihat korupsi kader dari partai politik tidak berdiri sendiri, sehingga korupsi seperti kasus Ratu Atut harus diusut tuntas untuk menelusuri aliran dananya ke partai,” ujar anggota Tim Divisi Korupsi Politik ICW Abdullah Dahlan di Jakarta, Rabu (18/12).

Pada Selasa (17/12), KPK telah menetapkan Ratu Atut sebagai tersangka kasus dugaan suap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, terkait pengurusan sengketa Pilkada Lebak. Dalam kasus ini, dia dijerat dengan Pasal 6 Ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

Abdullah Dahlan mengatakan, penelusuran lebih lanjut mengenai dugaan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan Ratu Atut akan menjadi pintu pembuka untuk mengungkap aliran dana tersebut. Bahkan, KPK juga harus menelisik posisi Atut sebagai Wakil Bendahara Umum Partai Golkar.

“Soal posisi Atut sebagai Wakil Bendahara Umum Golkar harus dilihat juga peran Atut di partai selama ini. Misal, bila melihat dalam tindak pidana pencucian uang, tentu akan terlihat apakah aliran dana ini ke mana masuknya atau pihak mana saja yang menerima aliran dana itu,” kata Dahlan.

Dijelaskannya, KPK perlu melakukan ini karena memang dalam konteks kasus Atut harus diusut dalam posisinya sebagai Gubernur juga sebagai individu di dalam Partai.

“Karena itu sangat penting. Saya kira penerapan pasal pencucian uang ini akan dapat mengungkap dan menelusuri aliran dana yang diperoleh Atut, apakah aliran dana ini ada yang mengalir ke partai Golkar atau sebaliknya, jadi KPK harus menyelidiki lebih lanjut mengenai hal ini,” tegasnya.

Dia menjelaskan menjelang pemilihan umum biasanya partai politik melakukan konsolidasi untuk memenangkan pemilihan umum dengan mengalokasikan dana yang besar. “Momentum ini seringkali digunakan parpol untuk melakukan berbagai cara guna mendapatkan dana pemilu,” tambahnya.

Status hukum Ratu Atut yang ditetapkan tersangka oleh lembaga antirasuah ini bisa berdampak  terhadap Partai Golkar, mengingat Ratu Atut menduduki posisi strategis di partai tersebut.

“Kita mengingatkan KPK untuk melihat kasus Ratu Atut ini dari sisi lain tidak hanya semata-mata kasus penyuapan atau pengadaan Alat Kesehatan tetapi juga harus menelusuri ke mana saja aliran dana yang dikorupsinya,” ulasnya.

Abdullah menambahkan ICW pernah mengeluarkan data mengenai partai politik yang kadernya paling banyak melakukan tindak pidana korupsi pada tahun lalu.

“Dalam laporan tersebut, ICW mencatat terdapat 44 kader partai politik yang terjerat kasus korupsi. Sebanyak 21 kader partai berasal dari mantan DPR/DPRD, 21 orang merupakan kepala daerah atau mantan kepala daerah, serta 2 orang pengurus partai. Dari 44 kader partai politik tersebut, kader Partai Golkar menempati peringkat pertama terkait jumlah kadernya yang tersandung kasus korupsi,” bebernya.

Pada 2012, kader Partai Golkar paling banyak terjerat kasus korupsi yaitu sebanyak 13 orang. Partai Demokrat di posisi kedua sebanyak 8 orang dan PDIP di urutan ketiga yang kadernya terjerat korupsi sebanyak 7 orang. Selanjutnya kader PAN sebanyak 6 orang, PKB 3 orang, PKS 2 orang, Gerindra 2 orang, PPP 2 orang, dan satu orang kader yang afiliasi partai politiknya tidak teridentifikasi.

Sebelumnya, Tama S Langkun dari Tim Divisi Investigasi ICW, mengatakan tingginya kader Partai Golkar yang terjerat kasus korupsi disebabkan partai ini mendominasi lembaga eksekutif dan legislatif yang cenderung menyalahgunakan kekuasaan.

“Kenapa Golkar? Faktornya ‘kan Golkar adalah partai yang sudah lama berkuasa, kader-kadernya yang menjadi kepala daerah sangat banyak sehingga ini berbanding lurus. Jadi, partai lain jika punya peluang yang sama, mungkin hasilnya juga akan berbanding lurus,” tegasnya.

Kepada wartawan, Rabu (18/12), Wakil Ketum Partai Golkar, Sharif Tjitjip Sutardjo, membantah rumor soal lembeknya sikap DPP terhadap Atut karena kontribusi ekonomi yang cukup besar dari Atut untuk Partai Golkar. (Baca: ‘Golkar Terbelah’)

Menurut dia, sampai saat ini konsolidasi Partai Golkar masih berjalan baik. “Para caleg sudah turun mereka sudah menjalin kontak batin dengan para masyarakat. Ini (kasus Atut) Insya Allah tidak banyak mengganggu,” ujarnya.

Peneliti Reform InstituteTjipta Lesmana mengatakan, penetapan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah sebagai tersangka kasus korupsi oleh KPK berpotensi mengancam elektabilitas Golkar. Ini karena Atut merupakan salah satu kader utama Golkar. Ia menjabat Ketua Dewan Pimpinan Pusat Bidang Pemberdayaan Perempuan di partai berlambang pohon beringin itu.

Namun kasus Atut belum tentu akan menenggelamkan Golkar. “Jika penyidikan terhadap Atut merembet ke tokoh-tokoh Golkar lain, bisa berbahaya. Elektabilitasnya akan turun,” kata Tjipta dalam konferensi pers hasil survei nasional Reform Institute terkait elektabilitas partai politik di Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu (18/12).

Sebaliknya, Golkar tak akan goyah dan elektabilitasnya bisa tetap tinggi apabila kasus Atut tidak menyerempet petinggi-petinggi Partai Golkar yang lain. “Jadi kalau yang terserempet kroco-kroco, tak akan berpengaruh,” ujar Tjipta.

Meski kasus Atut masih pada tahap awal penyidikan, namun Tjipta mengingatkan Golkar untuk berhati-hati dan mengambil langkah antisipasi. Jika tidak, Golkar bisa senasib dengan Demokrat yang elektabilitasnya anjlok karena kader-kader utamanya terlibat korupsi.

“Nasih Golkar sangat ditentukan oleh perkembangan kasus Atut. Di sini kita bicara KPK, karena secara tak langsung nasib Golkar tergantung KPK,” kata Tjipta.

Direktur Reform Institute, Yudi Latif, mengatakan respons elite Golkar terhadap kasus Atut juga akan menentukan nasib partai itu ke depannya. “Apabila membela, maka kapal akan karam,” ujar dia.

“Dampaknya buruk jika elite Golkar membela (Atut) habis-habisan. Apalagi elektabilitas Golkar dengan PDI Perjuangan terpaut sangat tipis,” kata Yudi. Untuk itu ia menyarankan kepada Golkar untuk tidak membela kader yang terjerat kasus korupsi.

Di lain pihak, pakar politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro berpendapat, penetapan tersangka Atut Chosiyah oleh KPK berpotensi menggoyahkan elektabilitas Partai Golkar. “Dengan bertambahnya kader Golkar yang menjadi tersangka, maka ini akan berpengaruh terhadap kepercayaan publik (public trust) terhadap partai. Kepercayaan publik akan berpengaruh terhadap legitimasi dan elektabilitas partai. Karena itu, suka atau tak suka Golkar bisa jadi akan menerima dampaknya di Pemilu Legislatif 2014,” katanya.

Dengan kemungkinan bahwa pemilu 2014 akan memperhadapkan Golkar dengan PDI-P, lanjutnya, bisa jadi membuat Golkar kurang mantap dalam berkompetisi karena masalah domestiknya yang perlu dibenahi.

Permasalahan korupsi yang mendera elite partai di tingkat lokal, katanya, tak hanya bergaung kencang di tingkat lokal saja, tapi menggaung pula ke level nasional.

“Gaung korupsi tersebut membuat kesan (imej) Golkar kurang positif. Dari perspektif kompetisi selama masa kampanye sekarang ini partai-partai lain bisa mengambil peluang positif untuk memenangkan Pileg. Partai-partai yang tak mempunyai masalah dengan korupsi, bisa unjuk gigi untuk mempromosikan dirinya di saat partai lain didera korupsi,” ucapnya. (bbs/val)

Atut-Ilustrasi
Atut-Ilustrasi

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak KPK menelusuri kemungkinan praktik pencucian uang yang dilakukan Gubenur Banten, Ratu Atut Chosiah, yang menjadi tersangka suap pemilihan Bupati Lebak dan pengadaan alat kesehatan Provinsi Banten.

“ICW melihat korupsi kader dari partai politik tidak berdiri sendiri, sehingga korupsi seperti kasus Ratu Atut harus diusut tuntas untuk menelusuri aliran dananya ke partai,” ujar anggota Tim Divisi Korupsi Politik ICW Abdullah Dahlan di Jakarta, Rabu (18/12).

Pada Selasa (17/12), KPK telah menetapkan Ratu Atut sebagai tersangka kasus dugaan suap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, terkait pengurusan sengketa Pilkada Lebak. Dalam kasus ini, dia dijerat dengan Pasal 6 Ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

Abdullah Dahlan mengatakan, penelusuran lebih lanjut mengenai dugaan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan Ratu Atut akan menjadi pintu pembuka untuk mengungkap aliran dana tersebut. Bahkan, KPK juga harus menelisik posisi Atut sebagai Wakil Bendahara Umum Partai Golkar.

“Soal posisi Atut sebagai Wakil Bendahara Umum Golkar harus dilihat juga peran Atut di partai selama ini. Misal, bila melihat dalam tindak pidana pencucian uang, tentu akan terlihat apakah aliran dana ini ke mana masuknya atau pihak mana saja yang menerima aliran dana itu,” kata Dahlan.

Dijelaskannya, KPK perlu melakukan ini karena memang dalam konteks kasus Atut harus diusut dalam posisinya sebagai Gubernur juga sebagai individu di dalam Partai.

“Karena itu sangat penting. Saya kira penerapan pasal pencucian uang ini akan dapat mengungkap dan menelusuri aliran dana yang diperoleh Atut, apakah aliran dana ini ada yang mengalir ke partai Golkar atau sebaliknya, jadi KPK harus menyelidiki lebih lanjut mengenai hal ini,” tegasnya.

Dia menjelaskan menjelang pemilihan umum biasanya partai politik melakukan konsolidasi untuk memenangkan pemilihan umum dengan mengalokasikan dana yang besar. “Momentum ini seringkali digunakan parpol untuk melakukan berbagai cara guna mendapatkan dana pemilu,” tambahnya.

Status hukum Ratu Atut yang ditetapkan tersangka oleh lembaga antirasuah ini bisa berdampak  terhadap Partai Golkar, mengingat Ratu Atut menduduki posisi strategis di partai tersebut.

“Kita mengingatkan KPK untuk melihat kasus Ratu Atut ini dari sisi lain tidak hanya semata-mata kasus penyuapan atau pengadaan Alat Kesehatan tetapi juga harus menelusuri ke mana saja aliran dana yang dikorupsinya,” ulasnya.

Abdullah menambahkan ICW pernah mengeluarkan data mengenai partai politik yang kadernya paling banyak melakukan tindak pidana korupsi pada tahun lalu.

“Dalam laporan tersebut, ICW mencatat terdapat 44 kader partai politik yang terjerat kasus korupsi. Sebanyak 21 kader partai berasal dari mantan DPR/DPRD, 21 orang merupakan kepala daerah atau mantan kepala daerah, serta 2 orang pengurus partai. Dari 44 kader partai politik tersebut, kader Partai Golkar menempati peringkat pertama terkait jumlah kadernya yang tersandung kasus korupsi,” bebernya.

Pada 2012, kader Partai Golkar paling banyak terjerat kasus korupsi yaitu sebanyak 13 orang. Partai Demokrat di posisi kedua sebanyak 8 orang dan PDIP di urutan ketiga yang kadernya terjerat korupsi sebanyak 7 orang. Selanjutnya kader PAN sebanyak 6 orang, PKB 3 orang, PKS 2 orang, Gerindra 2 orang, PPP 2 orang, dan satu orang kader yang afiliasi partai politiknya tidak teridentifikasi.

Sebelumnya, Tama S Langkun dari Tim Divisi Investigasi ICW, mengatakan tingginya kader Partai Golkar yang terjerat kasus korupsi disebabkan partai ini mendominasi lembaga eksekutif dan legislatif yang cenderung menyalahgunakan kekuasaan.

“Kenapa Golkar? Faktornya ‘kan Golkar adalah partai yang sudah lama berkuasa, kader-kadernya yang menjadi kepala daerah sangat banyak sehingga ini berbanding lurus. Jadi, partai lain jika punya peluang yang sama, mungkin hasilnya juga akan berbanding lurus,” tegasnya.

Kepada wartawan, Rabu (18/12), Wakil Ketum Partai Golkar, Sharif Tjitjip Sutardjo, membantah rumor soal lembeknya sikap DPP terhadap Atut karena kontribusi ekonomi yang cukup besar dari Atut untuk Partai Golkar. (Baca: ‘Golkar Terbelah’)

Menurut dia, sampai saat ini konsolidasi Partai Golkar masih berjalan baik. “Para caleg sudah turun mereka sudah menjalin kontak batin dengan para masyarakat. Ini (kasus Atut) Insya Allah tidak banyak mengganggu,” ujarnya.

Peneliti Reform InstituteTjipta Lesmana mengatakan, penetapan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah sebagai tersangka kasus korupsi oleh KPK berpotensi mengancam elektabilitas Golkar. Ini karena Atut merupakan salah satu kader utama Golkar. Ia menjabat Ketua Dewan Pimpinan Pusat Bidang Pemberdayaan Perempuan di partai berlambang pohon beringin itu.

Namun kasus Atut belum tentu akan menenggelamkan Golkar. “Jika penyidikan terhadap Atut merembet ke tokoh-tokoh Golkar lain, bisa berbahaya. Elektabilitasnya akan turun,” kata Tjipta dalam konferensi pers hasil survei nasional Reform Institute terkait elektabilitas partai politik di Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu (18/12).

Sebaliknya, Golkar tak akan goyah dan elektabilitasnya bisa tetap tinggi apabila kasus Atut tidak menyerempet petinggi-petinggi Partai Golkar yang lain. “Jadi kalau yang terserempet kroco-kroco, tak akan berpengaruh,” ujar Tjipta.

Meski kasus Atut masih pada tahap awal penyidikan, namun Tjipta mengingatkan Golkar untuk berhati-hati dan mengambil langkah antisipasi. Jika tidak, Golkar bisa senasib dengan Demokrat yang elektabilitasnya anjlok karena kader-kader utamanya terlibat korupsi.

“Nasih Golkar sangat ditentukan oleh perkembangan kasus Atut. Di sini kita bicara KPK, karena secara tak langsung nasib Golkar tergantung KPK,” kata Tjipta.

Direktur Reform Institute, Yudi Latif, mengatakan respons elite Golkar terhadap kasus Atut juga akan menentukan nasib partai itu ke depannya. “Apabila membela, maka kapal akan karam,” ujar dia.

“Dampaknya buruk jika elite Golkar membela (Atut) habis-habisan. Apalagi elektabilitas Golkar dengan PDI Perjuangan terpaut sangat tipis,” kata Yudi. Untuk itu ia menyarankan kepada Golkar untuk tidak membela kader yang terjerat kasus korupsi.

Di lain pihak, pakar politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro berpendapat, penetapan tersangka Atut Chosiyah oleh KPK berpotensi menggoyahkan elektabilitas Partai Golkar. “Dengan bertambahnya kader Golkar yang menjadi tersangka, maka ini akan berpengaruh terhadap kepercayaan publik (public trust) terhadap partai. Kepercayaan publik akan berpengaruh terhadap legitimasi dan elektabilitas partai. Karena itu, suka atau tak suka Golkar bisa jadi akan menerima dampaknya di Pemilu Legislatif 2014,” katanya.

Dengan kemungkinan bahwa pemilu 2014 akan memperhadapkan Golkar dengan PDI-P, lanjutnya, bisa jadi membuat Golkar kurang mantap dalam berkompetisi karena masalah domestiknya yang perlu dibenahi.

Permasalahan korupsi yang mendera elite partai di tingkat lokal, katanya, tak hanya bergaung kencang di tingkat lokal saja, tapi menggaung pula ke level nasional.

“Gaung korupsi tersebut membuat kesan (imej) Golkar kurang positif. Dari perspektif kompetisi selama masa kampanye sekarang ini partai-partai lain bisa mengambil peluang positif untuk memenangkan Pileg. Partai-partai yang tak mempunyai masalah dengan korupsi, bisa unjuk gigi untuk mempromosikan dirinya di saat partai lain didera korupsi,” ucapnya. (bbs/val)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/