25 C
Medan
Tuesday, November 26, 2024
spot_img

500 Usaha Tambang Terancam Tutup

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kementerian Perdagangan (Kemendag) masih memberikan kelonggaran terkait larangan ekspor mineral mentah yang diberlakukan penuh mulai 2014. Diperkirakan sebanyak sekitar 500 usaha tambang akan tutup akibat tidak memiliki industri pengolahan (smelter) dengan kerugian investasi mencapai USD 40 miliar.

Dalam Surat Edaran nomor 04/M-DAG/ED/12/2013 tentang Perpanjangan Persetujuan Ekspor Produk Pertambangan tertulis eksportir masih diperbolehkan mengekspor produk pertambangan dalam bentuk bijih mineral (raw material) sampai dengan tanggal 11 Januari 2014.”Dengan beberapa syarat,” ujar Dirjen Perdagangan Luar Negeri, Bachrul Chairi kemarin (18/12).

Syaratnya antara lain SPE (Surat Pemberitahuan Ekspor)-Produk Pertambangan yang dimiliki berakhir pada 31 Desember 2013 dan masih terdapat sisa alokasi produk pertambangan dalam bentuk bijih mineral yang belum diekspor sampai 31 Desember 2013.”Batas waktu pengajuan permohonan perpanjangan SPE-Produk Pertambangan paling lambat diterima pada 20 Desember 2013,” tambahnya.

Ketua Umum DPP Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo) Apemindo, Poltak Sitanggang, menuturkan bahwa anggotanya mendukung kebijakan pemerintah dengan penerapan hilirisasi di sektor pertambangan.”Tapi kebijakan itu seharusnya dibarengi dengan ketersediaan infrastruktur penunjang untuk membangun smelter,” tukasnya.

Kebijakan pelarangan ekspor ini, menurut Apemindo, akan mempengaruhi tren pasar mineral dunia. Akibatnya, Indonesia yang saat ini menjadi penguasa pasar nikel akan kehilangan market share yang cukup besar. “Sekitar 500 (usaha) tambang akan tutup dengan kerugian investasi mencapai USD 40 miliar. Kerugian lainnya 2-3 juta keluarga kehilangan pekerjaan,” sebutnya.

Pihaknya mengaku banyak pengusaha pertambangan mineral lokal yang masih baru 7-8 tahun memulai usaha, sehingga tidak bisa disamakan dengan perusahaan Kontrak Karya yang sudah 40 tahun menambang di Indonesia.”Penyetopan ekspor akan menyebabkan beberapa smelter yang sedang dibangun terhenti karena tidak ada arus kas masuk untuk mendanai, sedangkan sulit mendapatkan pinjaman dari bank untuk proyek smelter,” sambungnya.

Apemindo berharap lembaga legislatif dan eksekutif dapat mengkaji lebih dalam peraturan ini untuk memberikan jalan keluar bagi pengusaha tambang nasional. Jika nantinya kebijakan pelarangan ekspor mineral jadi ditetapkan, maka Apemindo akan melakukan judicial review terhadap UU No. 4/2009 ke Mahkamah Konstitusi.”Kita akan uji kebenarannya kebijakan ini,” jelasnya.(wir)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kementerian Perdagangan (Kemendag) masih memberikan kelonggaran terkait larangan ekspor mineral mentah yang diberlakukan penuh mulai 2014. Diperkirakan sebanyak sekitar 500 usaha tambang akan tutup akibat tidak memiliki industri pengolahan (smelter) dengan kerugian investasi mencapai USD 40 miliar.

Dalam Surat Edaran nomor 04/M-DAG/ED/12/2013 tentang Perpanjangan Persetujuan Ekspor Produk Pertambangan tertulis eksportir masih diperbolehkan mengekspor produk pertambangan dalam bentuk bijih mineral (raw material) sampai dengan tanggal 11 Januari 2014.”Dengan beberapa syarat,” ujar Dirjen Perdagangan Luar Negeri, Bachrul Chairi kemarin (18/12).

Syaratnya antara lain SPE (Surat Pemberitahuan Ekspor)-Produk Pertambangan yang dimiliki berakhir pada 31 Desember 2013 dan masih terdapat sisa alokasi produk pertambangan dalam bentuk bijih mineral yang belum diekspor sampai 31 Desember 2013.”Batas waktu pengajuan permohonan perpanjangan SPE-Produk Pertambangan paling lambat diterima pada 20 Desember 2013,” tambahnya.

Ketua Umum DPP Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo) Apemindo, Poltak Sitanggang, menuturkan bahwa anggotanya mendukung kebijakan pemerintah dengan penerapan hilirisasi di sektor pertambangan.”Tapi kebijakan itu seharusnya dibarengi dengan ketersediaan infrastruktur penunjang untuk membangun smelter,” tukasnya.

Kebijakan pelarangan ekspor ini, menurut Apemindo, akan mempengaruhi tren pasar mineral dunia. Akibatnya, Indonesia yang saat ini menjadi penguasa pasar nikel akan kehilangan market share yang cukup besar. “Sekitar 500 (usaha) tambang akan tutup dengan kerugian investasi mencapai USD 40 miliar. Kerugian lainnya 2-3 juta keluarga kehilangan pekerjaan,” sebutnya.

Pihaknya mengaku banyak pengusaha pertambangan mineral lokal yang masih baru 7-8 tahun memulai usaha, sehingga tidak bisa disamakan dengan perusahaan Kontrak Karya yang sudah 40 tahun menambang di Indonesia.”Penyetopan ekspor akan menyebabkan beberapa smelter yang sedang dibangun terhenti karena tidak ada arus kas masuk untuk mendanai, sedangkan sulit mendapatkan pinjaman dari bank untuk proyek smelter,” sambungnya.

Apemindo berharap lembaga legislatif dan eksekutif dapat mengkaji lebih dalam peraturan ini untuk memberikan jalan keluar bagi pengusaha tambang nasional. Jika nantinya kebijakan pelarangan ekspor mineral jadi ditetapkan, maka Apemindo akan melakukan judicial review terhadap UU No. 4/2009 ke Mahkamah Konstitusi.”Kita akan uji kebenarannya kebijakan ini,” jelasnya.(wir)

Previous article
Next article

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/