KAIRO, SUMUTPOS.CO – Sesuai dengan jadwal, pemerintah interim Mesir mengadakan referendum untuk merumuskan konstitusi baru. Rencananya, voting yang menuai boikot dari oposisi itu berlangsung selama dua hari, terhitung mulai kemarin (14/1).
Beberapa waktu menjelang pemungutan suara, pemerintah mengimbau seluruh warga agar berpartisipasi dalam referendum yang akan menjadi penentu masa depan Mesir tersebut. Pemerintah meminta rakyat untuk mengabaikan seruan boikot oposisi. Dengan penjagaan ekstraketat, massa kemarin tampak memenuhi imbauan pemerintah. Mereka menyumbangkan suara dalam voting yang berisi dua opsi, ya dan tidak, itu.
Menteri Pertahanan Abdel Fattah al-Sisi kemarin menginspeksi persiapan keamanan di salah satu tempat pemungutan suara (TPS) di sebelah utara Kota Kairo. Sebelumnya, sebuah bom meledak di TPS lain di ibu kota Mesir tersebut. Namun, insiden itu tidak sampai menimbulkan korban jiwa. Bahkan, menurut polisi, tidak ada yang terluka dalam ledakan tersebut.
“Kalian harus bekerja keras. Kita harus bisa menjamin referendum ini berjalan lancar dan aman,” kata jenderal yang menggulingkan Presiden Muhammad Mursi pada Juli lalu itu kepada para petugas keamanan.
Selain militer, pemerintah melibatkan polisi untuk berjaga di setiap TPS. Total, pemerintah mengerahkan 160.000 tentara dan lebih dari 200.000 polisi untuk berjaga di seantero Mesir.
Demi mengamankan referendum ke-6 sejak lengsernya Hosni Mubarak tersebut, pemerintah juga merazia beberapa titik strategis. Selain itu, petugas kemarin melarang mobil untuk melintasi TPS. Bahkan, tidak ada kendaraan yang diizinkan parkir di dekat lokasi pemungutan suara. Helikopter militer bergantian mengitari Kairo dan beberapa kota besar lainnya.
Pemerintah mengharapkan angka kehadiran yang tinggi dalam referendum penting tersebut. Sejak pekan lalu, pemerintah membagikan ratusan ribu poster dan brosur yang berisi imbauan agar warga memilih “ya”. Selain itu, pemerintah menyebarluaskan saran tersebut melalui spanduk dan papan-papan iklan. Sebaliknya, pemerintah merazia poster dan brosur yang berisi imbauan untuk memilih “tidak”.
Tidak hanya merazia, aparat juga melacak asal-usul poster dan brosur yang bernada boikot tersebut. Mereka lantas menangkap beberapa warga yang dianggap bertanggung jawab dalam kampanye “tidak” itu. Tidak gentar dengan penangkapan yang dilakukan aparat, Ikhwanul Muslimin malah mengajak para pendukungnya untuk berunjuk rasa kemarin.
Selama dua hari berlangsungnya referendum, Ikhwanul Muslimin yang merupakan pendukung setia Mursi itu mengagendakan aksi protes di kota-kota besar Mesir. “Kami akan melangsungkan aksi protes damai yang beradab,” kata salah seorang aktivis oposisi. Dengan melibatkan diri dalam aksi protes, warga akan secara otomatis melewatkan haknya untuk berpartisipasi dalam referendum.
Bagi Sisi, referendum itu menjadi indikator penting untuk menguji popularitasnya. Tingginya tingkat partisipasi warga akan menjadi amunisi bagi jenderal 59 tahun itu untuk maju dalam pemilihan presiden Mesir berikutnya. Meski enggan, tokoh penting dalam skenario pelengseran Mursi itu akhirnya menyatakan bersedia menduduki kursi presiden.
Kemarin Presiden (sementara) Adly Mansour mengimbau warga untuk ikut menentukan masa depan Negeri Piramida tersebut dengan memberikan suara mereka dalam referendum. “Rakyat Mesir harus menunjukkan kepada para teroris bahwa mereka tidak takut pada apa pun. Suara Anda semua tidak hanya penting untuk konstitusi, tetapi juga ikut menentukan arah pemerintahan dan masa depan Mesir,” ungkapnya. (AP/AFP/hep/c15/tia)