DHAKA, SUMUTPOS.CO – Jadi buron memang tidak enak. Itu pula yang dirasakan pasangan Delwar Hossain dan Mahmuda Akter, pemilik pabrik garmen maut yang terbakar pada 2012 hingga menewaskan 112 orang. Hampir dua bulan setelah pengadilan menerbitkan surat cekal terhadap keduanya, akhirnya mereka menyerahkan diri kemarin (9/2).
Hossain dan Mahmuda adalah pemilik pabrik garmen Tazreen. Saat ini kasusnya diproses di pengadilan rendah di Dhaka. Karena dianggap tidak kooperatif, pengadilan menolak pembayaran uang jaminan yang diajukan suami istri tersebut.
“Pengadilan menolak permohonan jaminan mereka dan mengirim mereka ke penjara,” jelas jaksa Anwarul Kabir kepada AFP. Tersebarnya kabar bahwa dua tersangka itu menyerah membuat seratusan orang mendatangi pengadilan untuk berdemo menuntut hukuman berat terhadap keduanya.
Meski surat cekal telah diterbitkan pada 31 Desember, polisi tidak pernah menangkap Hossain dan Mahmudah. Entah apa alasannya. Padahal, mereka hidup bebas di Dhaka meski namanya masuk daftar cekal.
Keduanya berada di antara 13 tersangka kasus kebakaran tersebut. Termasuk beberapa manajer pabrik dan anggota pengamanan internal. Mereka didakwa melakukan pembakaran, pembunuhan, dan kelalaian. Hukuman maksimalnya penjara seumur hidup.
Tragedi November 2012 itu menjadi kecelakaan kerja paling mematikan di Bangladesh. Peristiwa lebih mengerikan lagi terjadi beberapa bulan berikutnya, tepatnya April 2013. Sebuah kompleks pabrik garmen Rana Plaza di pinggiran Dhaka ambruk hingga menewaskan 1.135 orang. Itu menjadi bencana industrial terburuk di dunia.
Polisi menyatakan, kasus Tazreen Garment tersebut bisa jadi yang pertama di mana pemilik pabrik dijadikan tersangka. Di Bangladesh, rumah bagi 4.500 pabrik garmen, kecelakaan kerja menjadi hal yang mafhum dan tidak jarang kasusnya menguap begitu saja. (AFP/cak/c17/tia)
DHAKA, SUMUTPOS.CO – Jadi buron memang tidak enak. Itu pula yang dirasakan pasangan Delwar Hossain dan Mahmuda Akter, pemilik pabrik garmen maut yang terbakar pada 2012 hingga menewaskan 112 orang. Hampir dua bulan setelah pengadilan menerbitkan surat cekal terhadap keduanya, akhirnya mereka menyerahkan diri kemarin (9/2).
Hossain dan Mahmuda adalah pemilik pabrik garmen Tazreen. Saat ini kasusnya diproses di pengadilan rendah di Dhaka. Karena dianggap tidak kooperatif, pengadilan menolak pembayaran uang jaminan yang diajukan suami istri tersebut.
“Pengadilan menolak permohonan jaminan mereka dan mengirim mereka ke penjara,” jelas jaksa Anwarul Kabir kepada AFP. Tersebarnya kabar bahwa dua tersangka itu menyerah membuat seratusan orang mendatangi pengadilan untuk berdemo menuntut hukuman berat terhadap keduanya.
Meski surat cekal telah diterbitkan pada 31 Desember, polisi tidak pernah menangkap Hossain dan Mahmudah. Entah apa alasannya. Padahal, mereka hidup bebas di Dhaka meski namanya masuk daftar cekal.
Keduanya berada di antara 13 tersangka kasus kebakaran tersebut. Termasuk beberapa manajer pabrik dan anggota pengamanan internal. Mereka didakwa melakukan pembakaran, pembunuhan, dan kelalaian. Hukuman maksimalnya penjara seumur hidup.
Tragedi November 2012 itu menjadi kecelakaan kerja paling mematikan di Bangladesh. Peristiwa lebih mengerikan lagi terjadi beberapa bulan berikutnya, tepatnya April 2013. Sebuah kompleks pabrik garmen Rana Plaza di pinggiran Dhaka ambruk hingga menewaskan 1.135 orang. Itu menjadi bencana industrial terburuk di dunia.
Polisi menyatakan, kasus Tazreen Garment tersebut bisa jadi yang pertama di mana pemilik pabrik dijadikan tersangka. Di Bangladesh, rumah bagi 4.500 pabrik garmen, kecelakaan kerja menjadi hal yang mafhum dan tidak jarang kasusnya menguap begitu saja. (AFP/cak/c17/tia)