26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Putusan Pemakzulan Bupati Karo Belum Diketik

 

Bupati Karo, Kena Ukur Karo Jambi Surbakti
Bupati Karo, Kena Ukur Karo Jambi Surbakti

KABANJAHE, SUMUTPOS.CO – Upaya DPRD Karo merealisasikan keputusan mahkamah agung, terkait pemakzulan Bupati Karo, Kena Ukur Surbakti, tersendat. Hal itu dikarenakan salinan putusan belum selesai diketik panitera MA. Alhasil usaha anggota DPRD Karo menunggu selama 2 hari di Jakarta menjadi sia-sia, dan pulang dengan tangan kosong.

“Surat putusan itu memang belum bisa kita bawa ke Kabanjahe, karena pihak MA belum selesai menyusunnya. Tetapi kita harus tetap optimis, karena yang pasti putusan MA sudah kita lihat, tinggal pemberkasan lanjutan saja,” ujar Anggota DPRD Karo, Sudarto Sitepu, Kamis (20/2).

Politisi asal PDI Perjuangan ini memperkirakan pekan depan semuanya dapat tuntas di Mahkamah Agung. “Kita telah mohonkan agar semua pengetikan yang dibutuhkan lebih dipercepat dari biasanya. Mereka pun setuju, tinggal kita menanti secara positif saja,” tambah Sudarto.

Cepatnya keluar putusan Mahkamah Agung, menurut informasi karena Bupati Karo lalai soal tenggat waktu pemberian penjelasan ke Mahkamah Agung.

Padahal, permintaan penjelasan sendiri telah sampai ke kantor bupati Karo pada 20 Januari 2014 melalui paket pos dengan nomor kiriman/barcode 60166037749 yang diterima oleh Bery. Namun, entah dengan alasan apa, jawaban atas permintaan itu baru diterima oleh Mahkamah Agung terlambat.

Ketika ditanya, Kadis Infokom dan PDE Kab Karo, Kenan Ginting mengaku dirinya tidak mengetahui secara pasti kapan surat dari Bupati Karo itu disampaikan balik ke Mahkamah Agung, begitu juga siapa yang mengantarkan. Karena itu, dirinya tidak dapat berkomentar jauh menyangkut masalah ini.

“Saya juga tidak tahu kenapa bisa jadi begini, tak tahulah ceritanya begini. Saya juga tidak pernah diajak untuk berbicara mengenai persoalan ini, mungkin ada tim lain yang saya juga tidak tahu,” tandas Kenan.

Sementara itu, sesuai informasi ada upaya kuat dari lingkaran dalam bupati Karo mencari jalan di Mahkamah Agung. Namun, sepertinya semua sudah terlambat karena MA telah menerbitkan keputusan.

Terkait belum diketiknya salinan putusan MA, salah seorang hakim agung, Krisna Harahap, mengatakan, masalah salinan putusan bukan urusa hakim agung. “Yang kayak gitu urusan panitera. Maaf saya nggak tahu,” kata Krisna.

Sementara, Kabag Humas MA, David Simanjuntak, saat dihubungi koran ini, enggan menjawab pertanyaan. Alasannya sedang sibuk.

Sekedar diketahui, hingga saat ini, MA masih lambat bahkan cenderung tertutup dalam urusan akses putusan yang sudah dibacakan.

Pentolan Indonesian Corruption Watch (ICW) Emerson Juntho pernah mengkritik, kinerja jajaran MA yang seperti itu bisa menumbuhkan mafia peradilan. Dalam perkara pidana korupsi, kata Emerson, lambatnya pembuatan salinan putusan bisa menghambat eksekusi putusan. Ini memberi kesempatan terpidana untuk melarikan diri.

Dia memberi contoh kasus korupsi di PT Badan Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) senilai Rp2 miliar yang melibatkan Sujiono Timan, yang dihukum 15 tahun penjara.  Kelambatan MA dalam menyerahkan salinan putusan kepada kejaksaan mengakibatkan Sujiono melarikan diri ke luar negeri sebelum menjalani hukuman. ”Celakanya MA tidak melakukan perubahan apa pun untuk mengatasi persoalan ini,” kata cetus Emerson dalam sebuah diskusi beberapa waktu lalu.

Untuk kasus perdata sama saja. Ambil contoh kasus Ida Farida warga Depok, Jabar, yang memenangkan gugatan. Namun hingga berbulan-bulan dia belum mendapatkan salinan putusan, meski dua kali mengirim surat ke MA agar segera mendapatkan salinan putusan.

 

KEMENDAGRI TUNGGU LANGKAH DPRD KARO

Hingga kemarin (20/2), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) belum mengambil sikap apa pun terkait putusan Mahkamah Agung (MA) yang menyetujui pelengseran Bupati Karo, Kena Ukur Karo Jambi.

Kepala Biro Hukum Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh, menjelaskan, setelah keluar putusan MA, maka langkah lanjutannya berada di ranah DPRD Karo. “Masih diperlukan proses-proses politik yang menjadi kewenangan DPRD. Kita tunggu saja bagaimana langkah DPRD-nya,” ujar Zudan Arif kepada POSMETRO MEDAN di Jakarta, kemarin (20/2).

Sementara, kata birokrat bergelar profesor itu, kemendagri hanya punya kewenangan dalam aspek kajian administrasi saja, yakni meneliti berkas usulan pencopotan bupati yang diajukan DPRD, berdasar putusan MA. “Nanti begitu kita terima, kita kaji, apa yang disangkakan ke bupati dan bagaimana tahapan-tahapannya. Prosesnya persis kasus Aceng (pelengseran Bupati Garut, Aceng Fikri, red),” ujar pria kelahiran Sleman, Yogyakarta itu.

Dijelaskan juga, jika DPRD Karo sudah menggelar paripurna, hasilnya pun tidak bisa langsung disodorkan ke mendagri. Tapi, DPRD Karo menyerahkan ke Gubernur Sumut, Gatot Pujo Nugroho, yang selanjutnya meneruskan ke Mendagri.

 

DEMOKRAT SIAP MELAWAN

Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Jhonny Allen Marbun mengkritik sikap DPRD Karo terkait pemakzulan Bupati Karo DR.(HC) Kena Ukur Karo Jambi Surbakti. Pasalnya, menurut anggota DPR RI itu, langkah tersebut menimbulkan preseden buruk bagi Kabupaten Karo, dan negara.

Menurut Jhonny, DPRD Karo terlalu menyudutkan Pemkab tanpa alasan kuat. Pemakzulan itu dilakukan karena menilai Karo Jambi telah melakukan kesalahan-kesalahan. Tapi dalam pandangan Jhonny, hal itu hanya alasan yang dibuat-buat.

“Ini kan aneh! Karena alasan mutasi pejabat terjadi pemakzulan. Soal mutasi adalah wewenang Bupati. Dan saya rasa anggota dewan pun tahu itu,” ujar Jhonny.

Selain itu adanya dugaan ‘hubungan’ Bupati dengan seseorang wanita tidak terbukti. Pasalnya, hingga saat ini yang merasa keberatan tidak ada. “Sampai saat ini tak ada yang merasa keberatan. Dan itu membuktikan bahwa tuduhan itu tak benar. Kalau ada yang salah biarkan diproses secara hukum,” tambahnya.

Jhonny yang didampingi Jesayas Tarigan, kader Partai Demokrat Sumut meminta DPRD Karo dan tokoh masyarakat lebih memikirkan nasib masyarakat Karo yang kini hidup dalam penderitaan akibat erupsi Gunung Sinabung.

“Saat ini masyarakat Karo sedang dilanda kesusahan karena erupsi Gunung Sinabung. Saya berharap anggota DPRD dan tokoh masyarakat bersatu padu demi mengurangi beban para pengungsi,” jelasnya.

Jhonny juga menerangkan kalau Partai Demokrat akan melakukan ‘perlawanan’ terhadap pemakzulan tersebut, namun sampai saat ini pihaknya (Partai Demokrat—red) belum menerima salinan keputusan dari MA. “Partai Demokrat siap berjuang. Namun sampai saat ini kami belum menerima surat atau salinan keputusan dari MA tersebut,” terangnya.

Sementara itu, Wakil Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Karo, Ir.Irwan Sitepu tidak mau berkomentar banyak. “Kita tidak mau berkomentar terlalu jauh. Lebih baik kita tunggu saja dulu putusan MA itu. Semua yang berkomentar di mass media sekarang ini sepertinya hanya berspekulasi saja. Mari kita saling menghargai, demi kekondusifan politik di Tanah Karo,” harap Sitepu.

Dikatakan Sitepu lagi, bahwa pelaksanaan hak interpelasi, hal angket dan menyatakan pendapat tidak sesuai dengan mekanisme, terutama hak DPRD menyatakan pendapat. Seharusnya Bupati juga memberikan pendapat sesuai dengan UU.No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.

“Kita ingatkan kepada anggota DPRD Karo bahwa mekanisme dalam pelaksanaan hak interpelasi, angket dan menyatakan pendapat tidak sesuai dengan aturan yang ada. Bupati juga harus memberikan pendapat sesuai denga undang undang,” singkat Sitepu. (sam/nang/rko/ras/bd)

 

Bupati Karo, Kena Ukur Karo Jambi Surbakti
Bupati Karo, Kena Ukur Karo Jambi Surbakti

KABANJAHE, SUMUTPOS.CO – Upaya DPRD Karo merealisasikan keputusan mahkamah agung, terkait pemakzulan Bupati Karo, Kena Ukur Surbakti, tersendat. Hal itu dikarenakan salinan putusan belum selesai diketik panitera MA. Alhasil usaha anggota DPRD Karo menunggu selama 2 hari di Jakarta menjadi sia-sia, dan pulang dengan tangan kosong.

“Surat putusan itu memang belum bisa kita bawa ke Kabanjahe, karena pihak MA belum selesai menyusunnya. Tetapi kita harus tetap optimis, karena yang pasti putusan MA sudah kita lihat, tinggal pemberkasan lanjutan saja,” ujar Anggota DPRD Karo, Sudarto Sitepu, Kamis (20/2).

Politisi asal PDI Perjuangan ini memperkirakan pekan depan semuanya dapat tuntas di Mahkamah Agung. “Kita telah mohonkan agar semua pengetikan yang dibutuhkan lebih dipercepat dari biasanya. Mereka pun setuju, tinggal kita menanti secara positif saja,” tambah Sudarto.

Cepatnya keluar putusan Mahkamah Agung, menurut informasi karena Bupati Karo lalai soal tenggat waktu pemberian penjelasan ke Mahkamah Agung.

Padahal, permintaan penjelasan sendiri telah sampai ke kantor bupati Karo pada 20 Januari 2014 melalui paket pos dengan nomor kiriman/barcode 60166037749 yang diterima oleh Bery. Namun, entah dengan alasan apa, jawaban atas permintaan itu baru diterima oleh Mahkamah Agung terlambat.

Ketika ditanya, Kadis Infokom dan PDE Kab Karo, Kenan Ginting mengaku dirinya tidak mengetahui secara pasti kapan surat dari Bupati Karo itu disampaikan balik ke Mahkamah Agung, begitu juga siapa yang mengantarkan. Karena itu, dirinya tidak dapat berkomentar jauh menyangkut masalah ini.

“Saya juga tidak tahu kenapa bisa jadi begini, tak tahulah ceritanya begini. Saya juga tidak pernah diajak untuk berbicara mengenai persoalan ini, mungkin ada tim lain yang saya juga tidak tahu,” tandas Kenan.

Sementara itu, sesuai informasi ada upaya kuat dari lingkaran dalam bupati Karo mencari jalan di Mahkamah Agung. Namun, sepertinya semua sudah terlambat karena MA telah menerbitkan keputusan.

Terkait belum diketiknya salinan putusan MA, salah seorang hakim agung, Krisna Harahap, mengatakan, masalah salinan putusan bukan urusa hakim agung. “Yang kayak gitu urusan panitera. Maaf saya nggak tahu,” kata Krisna.

Sementara, Kabag Humas MA, David Simanjuntak, saat dihubungi koran ini, enggan menjawab pertanyaan. Alasannya sedang sibuk.

Sekedar diketahui, hingga saat ini, MA masih lambat bahkan cenderung tertutup dalam urusan akses putusan yang sudah dibacakan.

Pentolan Indonesian Corruption Watch (ICW) Emerson Juntho pernah mengkritik, kinerja jajaran MA yang seperti itu bisa menumbuhkan mafia peradilan. Dalam perkara pidana korupsi, kata Emerson, lambatnya pembuatan salinan putusan bisa menghambat eksekusi putusan. Ini memberi kesempatan terpidana untuk melarikan diri.

Dia memberi contoh kasus korupsi di PT Badan Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) senilai Rp2 miliar yang melibatkan Sujiono Timan, yang dihukum 15 tahun penjara.  Kelambatan MA dalam menyerahkan salinan putusan kepada kejaksaan mengakibatkan Sujiono melarikan diri ke luar negeri sebelum menjalani hukuman. ”Celakanya MA tidak melakukan perubahan apa pun untuk mengatasi persoalan ini,” kata cetus Emerson dalam sebuah diskusi beberapa waktu lalu.

Untuk kasus perdata sama saja. Ambil contoh kasus Ida Farida warga Depok, Jabar, yang memenangkan gugatan. Namun hingga berbulan-bulan dia belum mendapatkan salinan putusan, meski dua kali mengirim surat ke MA agar segera mendapatkan salinan putusan.

 

KEMENDAGRI TUNGGU LANGKAH DPRD KARO

Hingga kemarin (20/2), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) belum mengambil sikap apa pun terkait putusan Mahkamah Agung (MA) yang menyetujui pelengseran Bupati Karo, Kena Ukur Karo Jambi.

Kepala Biro Hukum Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh, menjelaskan, setelah keluar putusan MA, maka langkah lanjutannya berada di ranah DPRD Karo. “Masih diperlukan proses-proses politik yang menjadi kewenangan DPRD. Kita tunggu saja bagaimana langkah DPRD-nya,” ujar Zudan Arif kepada POSMETRO MEDAN di Jakarta, kemarin (20/2).

Sementara, kata birokrat bergelar profesor itu, kemendagri hanya punya kewenangan dalam aspek kajian administrasi saja, yakni meneliti berkas usulan pencopotan bupati yang diajukan DPRD, berdasar putusan MA. “Nanti begitu kita terima, kita kaji, apa yang disangkakan ke bupati dan bagaimana tahapan-tahapannya. Prosesnya persis kasus Aceng (pelengseran Bupati Garut, Aceng Fikri, red),” ujar pria kelahiran Sleman, Yogyakarta itu.

Dijelaskan juga, jika DPRD Karo sudah menggelar paripurna, hasilnya pun tidak bisa langsung disodorkan ke mendagri. Tapi, DPRD Karo menyerahkan ke Gubernur Sumut, Gatot Pujo Nugroho, yang selanjutnya meneruskan ke Mendagri.

 

DEMOKRAT SIAP MELAWAN

Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Jhonny Allen Marbun mengkritik sikap DPRD Karo terkait pemakzulan Bupati Karo DR.(HC) Kena Ukur Karo Jambi Surbakti. Pasalnya, menurut anggota DPR RI itu, langkah tersebut menimbulkan preseden buruk bagi Kabupaten Karo, dan negara.

Menurut Jhonny, DPRD Karo terlalu menyudutkan Pemkab tanpa alasan kuat. Pemakzulan itu dilakukan karena menilai Karo Jambi telah melakukan kesalahan-kesalahan. Tapi dalam pandangan Jhonny, hal itu hanya alasan yang dibuat-buat.

“Ini kan aneh! Karena alasan mutasi pejabat terjadi pemakzulan. Soal mutasi adalah wewenang Bupati. Dan saya rasa anggota dewan pun tahu itu,” ujar Jhonny.

Selain itu adanya dugaan ‘hubungan’ Bupati dengan seseorang wanita tidak terbukti. Pasalnya, hingga saat ini yang merasa keberatan tidak ada. “Sampai saat ini tak ada yang merasa keberatan. Dan itu membuktikan bahwa tuduhan itu tak benar. Kalau ada yang salah biarkan diproses secara hukum,” tambahnya.

Jhonny yang didampingi Jesayas Tarigan, kader Partai Demokrat Sumut meminta DPRD Karo dan tokoh masyarakat lebih memikirkan nasib masyarakat Karo yang kini hidup dalam penderitaan akibat erupsi Gunung Sinabung.

“Saat ini masyarakat Karo sedang dilanda kesusahan karena erupsi Gunung Sinabung. Saya berharap anggota DPRD dan tokoh masyarakat bersatu padu demi mengurangi beban para pengungsi,” jelasnya.

Jhonny juga menerangkan kalau Partai Demokrat akan melakukan ‘perlawanan’ terhadap pemakzulan tersebut, namun sampai saat ini pihaknya (Partai Demokrat—red) belum menerima salinan keputusan dari MA. “Partai Demokrat siap berjuang. Namun sampai saat ini kami belum menerima surat atau salinan keputusan dari MA tersebut,” terangnya.

Sementara itu, Wakil Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Karo, Ir.Irwan Sitepu tidak mau berkomentar banyak. “Kita tidak mau berkomentar terlalu jauh. Lebih baik kita tunggu saja dulu putusan MA itu. Semua yang berkomentar di mass media sekarang ini sepertinya hanya berspekulasi saja. Mari kita saling menghargai, demi kekondusifan politik di Tanah Karo,” harap Sitepu.

Dikatakan Sitepu lagi, bahwa pelaksanaan hak interpelasi, hal angket dan menyatakan pendapat tidak sesuai dengan mekanisme, terutama hak DPRD menyatakan pendapat. Seharusnya Bupati juga memberikan pendapat sesuai dengan UU.No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.

“Kita ingatkan kepada anggota DPRD Karo bahwa mekanisme dalam pelaksanaan hak interpelasi, angket dan menyatakan pendapat tidak sesuai dengan aturan yang ada. Bupati juga harus memberikan pendapat sesuai denga undang undang,” singkat Sitepu. (sam/nang/rko/ras/bd)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/