STABAT, SUMUTPOS.CO – Aksi ratusan warga Desa Belinteng, tak hanya membuat sejumlah sidang di PN Stabat, kemarin (27/2) tertunda. Satu peleton personel Sabhara Polres Langkat juga salah tingkah dimarahi massa yang didominasi nande-nande (ibu-ibu) tersebut. Kedatangan massa dari Dusun Sangapura yang berada di Kec. Sei Bingei itu, bertujuan menggugat atau preperadilankan Kapolres Binjai dan meminta kerabat mereka dibebaskan.
Massa datang mengendarai puluhan angkot dan sepeda motor. Usai memarkirkan kendaraan, mereka langsung masuk menuju ruang utama PN Stabat sambil membentangkan kertas karton berisi protes.
Di antaranya, ‘Pak Hakim bebaskan Ruslan Sitepu alias Ucok dan Ingan Perangin-angin’. Ada juga, ‘Pak Hakim, hukum seberat-beratnya Jabaten Torong dan Riki Andika Ginting (Riki), otak dan dalang pembunuhan Remanto Sitepu’. Sebagian lagi, ‘Jabaten Torong manusia biadab, mengira manusia itu ayam, hukum dia seberat-beratnya Pak Hakim’. Begitu penggalan-penggalan kalimat yang tertulis di beberapa poster tersebut.
Dalam aksi damainya ini, para kaum ibu ada sebagian membawa anak kecil itu, tampak berdiri berbaris di depan pintu Ruang Cakra PN Stabat.
Kontan aksi itu membuat sejumlah sidang yang digelar di beberapa ruang sidang lain, sempat tertunda akibat dengan kedatangan massa itu. Beberapa menit kemudian, satu pleton petugas Sabhara Polres Langkat dipimpin Kabag Ops Kompol Suyadi dan Kasat Sabhara AKP Eriyanto Ginting, langsung masuk ke lingkungan PN Stabat. Sejumlah personel turun dan tiap sudut PN langsung dijaga.
Beberapa Bintara Polres Langkat yang baru penempatan tampak kikuk menghadapi nande-nande tersebut. Bahkan, mereka terlihat enggan mendekati pengunjuk rasa. Apalagi ketika seorang ibu-ibu membentak, “jangan sampek hilang margamu gara-gara membela yang salah.” Spontan bintara-bintara itu menjauh.
Selain menuntut hakim membebaskan saudara mereka yang ditahan yakni Ruslan Sitepu alias Ucok dan Ingan Perangin-angin (35) karena diangap tidak bersalah, massa minta Jabaten Torong (mantan Kades Belinteng) dan Riki Andika Ginting, dihukum berat. Keduanya merupakan pelaku pembunuhan terhadap Remanto Sitepu.
“Kami kemari hanya minta keadilan dan kebenaran, cuma itu saja bukan yang lain,” kata mereka. Tim pengacara yang membela warga dalam kasus ini, sekaligus bertindak sebagai PH (penasehat hukum) yang melakukan Praperadilan (Prapid) terhadap Polres Binjai adalah Dahsyat Tarigan SH didampingi dua rekannya, Demon Tarigan SH dan Sena Efendi Girsang SH.
Mereka sebelumnya mendaftarkan Prapid mereka dengan nomor perkara 02 /Prapid/Per/2014/PN-STB mengatakan kalau apa yang diperjuangkan masyarakat tersebut bagian dari kebenaran itu sendiri. Pengacara yang berulang kali memenangkan prapid ini, saat ditemui di kantin PN Stabat mengatakan, apa yang dipermasalahkan warga sebenarnya hanya persoalan keadilan. ”Warga itu nggak minta macam-macam, mereka mintanya cuma keadilan,” ujar Dahsyat.
Lanjut Dahsyat, dalam prapid yang diajukan olehnya maupun tim adalah seputar penangkapan yang dilakukan Polres Binjai terhadap Ingan Perangin-angin sekitar dua minggu lalu. Saat itu, Ingan sedang menyaksikan persidangan saudaranya yang tewas dibunuh di PN Stabat.
“Dia ditangkap saat berada di PN Stabat. Jadi sudah tidak ada lagi kenyamanan di negeri ini kayaknya. Selain itu, petugas yang menangkap Ingan kala itu selain tidak memakai pakaian dinas, juga tidak membawa surat perintah penangkapan (Spkap). Hal ini jelas menyalahi acara pidana sebagaimana yang tertuang dalam pasal 17,18 dan 19 KUHpidana maupun UU No.8 tahun 1981,” tegasnya. Parahnya lagi, polisi langsung melakukan penangkapan tanpa ada bukti permulaan yang cukup.
Malah saat diboyong ke Polresta Binjai, petugasnya tidak kenal dengan yang diamankan. “Di sini telah terjadi kesewenang-wenangan. Gaya seperti ini adalah gaya polisi masa lalu, tangkap dulu orangnya tanpa dilengkapi surat penangkapan, langsung diboyong ke kantor. Setelah itu barulah dibuat surat penangkapannya dan diperiksa,“ ujar Dahsyat.
“Harusnya, polisi tidak melakukan itu, kalaupun dia dijadikan tersangka. Setidaknya, saat pertama kali menangani masalahnya, polisi menanyakan kepada pelaku siapa saksi-saksi yang kira–kira meringankan dalam perkara tersebut. Bila ada orang yang disebutkan pelaku, maka polisi harus memangilnya. Jadi tidak hanya mendengar keterangan dari saksi sepihak saja, atau orang yang mengaku korban misalnya. Bila seperti itu yang dilakukan, maka gampang sekali memasukkan orang ke penjara,” sambar Dahsyat diamini Demon dan Efendi Girsang. Lanjut Dahsyat, kasus ini berawal dari dibukanya galian C milik Jabaten Torong.
Namun, galian C yang mengangkut material batu tersebut dikeluhkan warga karena merusak sarana jalan di sana. Hal ini kemudian berlanjut dengan digelarnya pertemuan di desa untuk menyelesaikan masalah tersebut. Rupanya,secara diam-diam, Jabaten Torong merasa tidak senang dan mencari tau siapa warga yang dianggap telah menjadi provokatornya.
Belakangan, Jabaten Torong mengetahui yang menghasut warga meributi galian C miliknya adalah Utama Ginting. Selanjutnya, Jabaten Torong mengajak Riki membuat perhitungan dengan orang tersebut. Mengendarai mobil, Jabaten dan Riki mencari Tama. Persis di sebuah warung, Tama didapati sedang nongkrong bersama Remanto Sitepu.
Seperti sudah direncanakan, Riki turun dari mobil diikuti Jabaten Torong sambil menyelipkan senjata tajam di pinggang. Jabatan juga mengenakan sebo. Penuturan Tama beberapa waktu lalu, Sempat terjadi perlawanan dan korban sempat menahan acungan parang yang mengarah kepadanya. Saat perkelahian itulah, korban sempat menarik sebo. Baik korban dan saksi ini melihat ternyata yang menyerang mereka adalah Jabaten Torong. Karena sebo itu terbuka, Riki dari belakang Jabaten, langsung membacok korban hingga jatuh bersimbah darah dan tewas. Lalu, pelaku kembali menyerang Tama hingga mengenai dada dan punggungnya.
Beruntung, nyawa Tama berhasil terselamatkan dengan berlari dan meminta pertolongan dari warga. Massa yang melihat langsung menyerang pelaku yang mencoba melarikan diri dengan mobilnya dengan batu.
Melihat warga sudah ramai, Jabaten dan Riki lantas pergi meningalkan mobilnya di lokasi. Belakangan, Ruslan Sitepu (35) yang mendapat kabar adiknya telah bersimbah darah dibunuh Jabaten Torong dan Riki meluncur ke lokasi bersama Ingan Perangin-angin. Karena tak mendapati pelaku disitu, Ruslan-pun melampiaskan kemarahanya dengan memukul kaca mobil CRV pelaku diikuti Ingan. Belakangan, kasus pengrusakan kaca mobil adik Kapolsek Binjai Utara, Kompol Nodi Torong itupun dengan cepat diproses polisi hingga menetapkan Ruslan dan Ingan sebagai tersangkanya. Oleh Polres Binjai, Ruslan diamankan selang tidak berapa lama pasca laporan Jabaten Torong.
Belakangan, atau sekitar dua minggu lalu, Petugas Polres Binjai berseragam preman datang menangkap Ingan saat mengikuti sidang di PN Stabat. Hal inilah yang di Prapidkan masyarakat karena merasa penangkapan tersebut tidak sesuai prosedur. Tapi, sidang Prapid yang digelar diruangan Garuda dengan hakim tunggal Irwansyah Sitorus SH MH tersebut ditolak denga alasan semua yang dilakukan polisi sudah sesuai prosedur.(dw/joe/smg/deo)