JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Rencana menjadikan perbankan sebagai anggota bursa (AB) segera terealisasi. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencantumkan ketentuan tersebut dalam salah satu klausul revisi Undang Undang tentang Pasar Modal (UUPM).
Kepala Eksekutif Pengawasan Pasar Modal Dewan Komisioner OJK Nurhaida mengatakan, bank umum sebagai AB merupakan salah satu strategi untuk meningkatkan likuiditas perdagangan surat utang di pasar modal. Meski demikian, itu merupakan fokus jangka panjang karena harus melibatkan persetujuan parlemen. “Sudah masuk draf revisi UUPM,” kata Nurhaida.
Dalam jangka pendek, Otoritas fokus pada pengembangan transaksi repo (repurchase agreement) yang sudah dirintis sejak 2010. Jadi pihak yang melakukan repo memiliki standar aturan yang sama.
Upaya memasukkan bank menjadi AB bisa meningkatkan transaksi perdagangan surat utang di pasar sekunder. Sebab, perbankan merupakan pemegang terbesar salah satu instrumen investasi di pasar modal tersbeut. Data Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) mencatat kepemilikan perbankan terhadap surat utang negara mencapai 35 persen atau hampir sama dengan kepemilikan asing. Begitu juga di obligasi korporasi yang mencapai 19 persen atau hampir sama besar dengan kepemilikan asuransi.
AB merupakan perantara perdagangan efek yang telah memperoleh izin usaha dari regulator sehingga mempunyai hak untuk mempergunakan sistem dan sarana BEI. Sejauh ini BEI belum mengembangkan platform perdagangan resmi untuk surat utang di dalam bursa karena belum ada payung hukumnya. Karena itu, perdagangan obligasi di pasar sekunder terjadi di luar bursa alias over the counter (OTC). Tidak terjadi mekanisme lelang berkelanjutan layaknya transaksi saham karena sifat perdagangan OTC adalah berdasarkan kesepakatan para pihak yang berkepentingan.
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Samsul Hidayat mengatakan, pada dasarnya BEI menyetujui wacana perbankan umum menjadi AB. Namun payung hukum saat ini hanya mengatur bahwa AB adalah perusahaan efek. “Bursa pada dasarnya senang dan siap. Tapi payung hukumnya harus diubah dulu,” ungkapnya.
Samsul menilai bahwa tidak ada persoalan jika perbankan menjadi AB sejauh sudah ada aturannya. Terlebih, jika mempertimbangkan semangat untuk menyemarakkan transaksi perdagangan obligasi agar lebih transparan, wajar, dan berkelanjutan.
Bursa juga menepis kekhawatiran akan terjadinya demutualisasi BEI jika perbankan kelak menjadi AB. Sebelumnya kekhawatiran itu sempat muncul karena mayoritas perbankan merupakan perusahaan terbuka yang sebagian sahamnya dimiliki publik.
Saat ini AB yang terdiri atas 116 perusahaan sekuritas adalah pemegang sebagian saham BEI. Maka ada penilaian bahwa dengan perbankan yang mayoritas adalah perusahaan terbuka menjadi AB, otomatis BEI seperti menjadi perusahaan publik. Padahal BEI selama ini merupakan perusahaan non profit. “Tidak (demutualisasi bursa) lah. Tidak otomatis begitu. Sekarang saja kan banyak perusahaan sekuritas yang jadi AB sudah jadi perusahaan publik. Tapi tidak terjadi kan?,” ujar Samsul. (gen/sof)