MEDAN, SUMUTPOS.CO – Krisis listrik di Sumatera Utara (Sumut) belum juga terpecahkan. Berbagai solusi telah ditawarkan, satu di antaranya adalah mengemis tambahan pasokan listrik dari PT Inalum yang sebelumnya 90 MW menjadi 135 MW. Namun, untuk melakukan itu, PLN butuh bantuan pemerintah.
Kemarin Komisi VII DPR RI, PT PLN dan Gubsu di Rumah Dinas Gubernur di Jalan Sudirman Medan memang membahas krisis listrik yang terjadi dalam satu bulan terakhir. Pertemuan melahirkan beberapa kesepakatan bersama yang akan menjadi solusi jangka pendek dan jangka menengah mengatasi krisis listrik. Namun demikian, tidak ada jaminan bahwa krisis listrik di Sumut akan berakhir.
Adapun solusi krisis listrik itu, sebagaimana yang disampaikan Direktur Operasi Jawa, Bali, Sumatera PT PLN Ngurah Andyana pada wartawan Senin (3/3) kemarin, yakni rencana pemenuhan tambahan pasokan dari PT Inalum dari 90 MW menjadi 135 yang ditargetkan terealisasi 3-10 Maret 2014. Namun untuk mewujudkannya, butuh dukungan pemerintah dan DPR.
Kemudian penyelesaian pekerjaan pemeliharaan dan perbaikan gangguan pembangkit 180 MW (PLTGU Belawan GT 2.2+ HRSG+steam turbin). Ini diperkirakan beroperasi tanggal 10 Maret 2014. Dukungan dari DPR RI dan pemerintah juga diperlukan.
Rencana tambahan pasokan dari penyelesaian pekerjaan pemeliharaan dan perbaikan gangguan pembangkit 75 MW (PLTU Labuhanangin 2). Ini diperkirakan beroperasi 10 Maret 2014.
Kemudian mempercepat penyelesaian proyek PLTU Nagan Raya 2×95 MW. (Unit 2 sebesar 60 MW dalam tahap pengujian mulai 10 maret, COD April 2014 untuk unit 1 dan Juni 2014 untuk unit 2)
Solusi lainnya yaitu dibutuhkan tambahan cadangan pasokan sebesar 30 persen dari beban puncak 1.700 MW sebesar 510 MW yang akan dipenuhi dari pengoperasian sewa PLTD MF0 120 MW secara bertahap (April 20 MW sampai Juni 120 MW).
Kemudian dari PLTU Nagan Raya dengan kapasitas 2×95 MW, yang ditargetkan akhir April-Juni tahun 2014. Dari PLTU Pangkalansusu dengan kapasitas 2×200 MW pada akhir tahun 2014, dengan catatan transmisi 275 KV dapat tersambung pada Maret 2014.
Kesepakatan itu ditandatangai Ketua Komisi VII DPR RI Soetan Bathoegana, Gubsu Gatot Pujo Nugroho dan Direktur Operasi Jawa, Bali, Sumatera PT PLN Ngurah Andyana.
Namun sayang, ketika didesak apakah solusi krisis listrik itu bisa direalisasikan, Ngurah Andyana mengatakan tidak ada. “Kita mengasumsikan dari pekerjaan-pekerjaan pembangkit yang akan siap,” katanya.
Ditanya apakah ada solusi lain jika rencana-rencana dalam solusi yang disepakati itu tidak terealisasi, Ngurah Andryana hanya menyatakan akan berupaya menjalankan kesepakatan itu. “Genset kita sudah coba, dari sekitar 300 MW yang kita sewa, namun faktanya hanya sekitar 150 yang terealisasi,” ujarnya.
Gubsu Gatot Pujo Nugroho menyerahkan sepenuhnya penyelesaian listrik kepada PLN. Dia berharap agar PLN berupaya maksimal merealisasikan penyelesaian krisis listrik di Sumut.
“Itu tanggung jawab PLN, namun sepanjang bisa kita bantu, misalnya soal koordinasi pembebasan lahan dan perizinan, kita akan bantu,” katanya.
Ketua Komisi VII DPR RI Sutan Bathoegana mengatakan, pihaknya akan memantau perkembangan penyelesaian krisis listrik dari apa yang telah disepakati dalam rapat itu.
“Besok juga kita meninjau pembangkit di Pangkalansusu karena kami dengar ada masalah jaringan yang belum terpasang. Harapannya, kita bisa selesaikan itu sesegera mungkin,” katanya.
Sisa 200 MW
Selain Sutan, anggota Komisi VII yang ikut rapat adalah Milton Pakpahan, Juhaini Alie, Markum Singodimejo, Halim Kalla, Irwansyah, Drs Muhammad Idris Luthfi , dan H Hery Lontung Siregar. Dari pihak PLN hadir GM Wilayah Sumut Dyananto, GM Pembangkit Sumatera Bagian Utara Bernandus Sudarnanta, lalu hadir Kadis Pertambangan dan Energi Sumut Binsar Situmorang, dan para pejabat lainnya.
Di sisi lain, Pengamat Lingkungan, Jaya Arjuna mengatakan, persoalan listrik di Sumatera Utara bisa dituntaskan dengan dua hal, pertama mendapatkan pasokan tambahan listrik dari PT Inalum sebanyak 135 MW. Selanjutnya, aktifkan turbin yang disidik Kejaksaan Agung (Kejagung).
“Ini demi menegakkan moral,” katanya, kemarin.
Dia membeberkan, daya listrik 135 MW itu sangat mungkin diambil dari PT Inalum untuk Sumut karena perusahaan aluminium di Batubara itu sudah menjadi milik BUMN dan pada saat perusahaan Jepang menguasai, perusahaan itu hanya membutuhkan 400 MW dari 600 MW yang tersedia.
“Ada 200 MW yang tersisa, jadi sangat mungkin 135 MW itu diserahkan kepada masyarakat Sumut. Tidak alasan bagi PT Inalum tidak menyerahkan 135 MW kepada masyarakat Sumut, bila alasannya tidak sampai 600 MW karena debit air, sebenarnya itu tidak benar. Karena debit air sangat cukup saat ini,” ucapnya.
Dosen Teknis Mesin USU itu menyampaikan, sebaiknya PT PLN meminta kepada PT Inalum tambahan daya listrik. Selanjutnya, dilakukan MoU khusus untuk pemberian listrik ke Sumut. “Pemberian listrik itu sebagai wujud untuk melihat moral PT Inalum kepada Sumut karena saat ini PT PLN sudah kewalahan mencari pasokan tambahan listrik. Saatnya PT Inalum yang menjadi milik Republik Indonesia menunjukkan moralnya untuk Sumut karena selama ini PT Inalum dikuasai perusahaan asal Jepang,” sebutnya.
Lebih lanjut, dia meminta kepada kejaksaan agar memberikan keleluasaan kepada PT PLN untuk menggunakan kembali turbin yang bermasalah secara hukum. Urusan kejaksaan sebenarnya sudah tuntas, karena sudah melakukan penyidikan dan mengambil barang bukti. Tapi urusan PLN belum tuntas kepada masyarakat, sehingga perlu turbin yang disidik kejaksaan hidup kembali.
“Dua persoalan inilah yang seharusnya bisa dilakukan segera mungkin, sehingga secara bertahap Sumut keluar dari persoalan krisis listrik,” sebutnya.
Reaksi Warga Masih Wajar
Di sisi lain, sejumlah reaksi warga di sekitar lokasi pembangunan pembangkit di beberapa daerah di Sumut, masih dianggap wajar oleh anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Rahmat Shah. Dia mengingatkan, jangan sampai reaksi warga ini menjadi pengalihan isu ketidakmampuan PLN dalam mengatasi krisis listrik di wilayah Sumut dan sekitarnya.
“Ya karena PLN tidak melakukan sosialisasi dengan baik. Kalau sosialisasinya baik, saya yakin warga bisa menerima,” ujar Rahmat Shah kepada koran ini di Jakarta, kemarin.
Pernyataan itu menanggapi kabar penolakan warga Tapanuli Utara terhadap proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Sarulla 3 x 110 MW. Juga proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 2×200 MW Tanjungpasir Kecamatan Pangkalansusu, Langkat, dimana warga meminta kompensasi karena merasa lahannya dilalui sambungan utama tegangan tinggi (SUTET). Namun, setelah dilakukan pengujian ternyata lahan dimaksudkan milik balai konservasi sumber daya alam (BKSDA).
Dijelaskan Rahmat, yang juga Ketua Kaukus Anggota DPD dari wilayah Sumatera itu, kerugian masyarakat Sumut sudah berlipat-lipat akibat pemadaman listrik. “Pabrik-pabrik, usaha kecil, tidur pun tak nyenyak. Bagaimana PLN membayar kerugian ini. Jangan lantas masyarakat dikambinghitamkan. Tak baik bila masalah listrik ini Sumut menjadi tidak kondusif, warga merusak kantor PLN. Malu,” ujarnya.
Dia cerita, pada 21 Oktober 2013 silam, pihaknya sudah memanggil Menteri ESDM yang diwakili Dirut PLN Nur Pamudji. Dalam pertemuan itu, Nur menjanjikan listrik Sumut sudah normal akhir November 2013.
Tidak puas hanya dengan janji lisan, Rahmat minta pernyataan tertulis Nur Pamudji. Lantas, Nur mengeluarkan surat berisi pernyataan tertulis, tertanggal 28 Oktober 2013. Surat resmi sebagai balasan permintaan Rahmat ditujukan ke Ketua DPD RI.
Seperti pernyataan lisan, dalam pernyataan tertulis itu Nur berjanji akhir November 2013 listrik Sumut sudah beres. “Dikonfirmasikan bahwa pada akhir November 2013 secara bertahap pemadaman bergilir konsumen rumah tangga umum di Sumut akan berakhir,” ujar Nur dalam suratnya tersebut.
Nur juga mengatakan, persoalan-persoalan yang dihadapi PLN akan diupayakan penyelesaiannya dengan melibatkan pihak-pihak terkait.
“Kenyataannya apa? Sampai sekarang listrik di wilayah kita masih sangat parah. Ini kesalahan fatal PLN,” tegas Rahmat Shah.
Dia mengaku siap bila pihak PLN mengajaknya mengatasi persoalan seputar reaksi warga terhadap proyek-proyek pembangunan pembangkit. (Rudiansyah-Chairil Huda/sam/rbb)