MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kasus trafficking yang menjegal Mohar (35), memaksa pengusaha rumah wallet di Jalan Brigjen Katamso No. 77/79, Gang Family, Kel. Titi Kuning, itu hidup dalam penjara. Mirisnya lagi, kini istrinya Hariati Ongko mulai tak mau mengurus makanannya di dalam sel.
Kamis (6/3) siang, pria berkacamata itu pasrah tidur di ruangan berukuran 4×5 tanpa kipas angin. Mohar terlihat meratapi nasibnya di sel Polresta Medan.
Pada kesempatan itu, tampak seorang wanita paroh baya menyambangi sel tempat Mohar ditahan. Belakangan diketahui wanita tersebut keluarga Mohar yang sengaja datang dari Jakarta untuk mengurus tersangka kasus trafficking 15 wanita asal Nusa Tenggara Tengah.
“Aku dari Jakarta, dia telepon aku agar terus mengantar nasi ke penjara,” ucap bibi kandung Mohar, mengatakan istri Mohar tak mau mengurusinya lagi.
Usut punya usut, kedatangan wanita paroh baya itu ternyata bukan kali pertama. Ia juga tak menampik jika keponakannya itu dipenjara lantaran melakukan kesalahan. “Salah makanya dipenjara, saya juga tidak tahu kalau selama ini usahanya bermasalah. Istrinya juga tidak pernah mengantar makanan kemari (Polresta). Apakah dilarang Mohar atau tidak, intinya saya hanya mengantar makanan saja disini,” pungkasnya.
Sementara itu, Mohar yang dijumpai di balik sel langsung sembunyi. Tersangka kasus trafficking itu terlihat menghindari wartawan dan lensa kamera. “Apa foto-foto, saya tidak apa-apa kok,” ucapnya dari dalam sel.
Ditanya terkait kasusnya, lagi-lagi Mohar memilih diam. “Sudahlah bang, nanti aja, malu dia itu,” kata seorang Polisi.
Kasat Reskrim Polresta Medan, Kompol Jean Calvijn Simanjuntak mengatakan bahwa saat ini Mohar masih dikenakan pasal trafficking. “Masih terus kita periksa dan dalami. Tersangka juga masih di sel. Kita periksa intensif terus,” ucapnya.
Seperi diberitakan, Mohar terjerat pasal Pasal 2 ayat 1 UU No.21 tahun 2007 tentang perdagangan manusia dan UU 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dengan ancaman penjara 15 tahun.
LAGI, 2 TKW ASAL NTT LAPOR POLISI
Belum tuntas kasus penyekapan dan penganiayaan 15 Tenaga Kerja Wanita (TKW) asal Nusa Tenggara Timur di Kota Medan, sepekan lalu. Kemarin (5/3) siang, dua TKW Asal NTT, yakni Karolina (30) dan Katarina Mau (19) mengadu ke Polsek Sunggal.
Pada polisi, keduanya mengaku kabur dari yayasan yang menampung mereka lantaran tak kunjung dipekerjakan. Sebab, mereka sudah dua minggu menganggur dan hanya sebagai pembantu di penampungan tersebut. “Dua minggu di Medan, tapi tak dipekerjakan. Makanya kami lari dari yayasan itu,”ujar Lina, warga Une, Kabupaten Sikka, NTT saat berada di Polsek Sunggal.
Dia menambahkan, merantau ke Medan lantaran diajak oleh seseorang warga Flores dengan iming-iming dipekerjakan sebagai penjaga toko dan baby sitter(penjaga bayi) dengan upah Rp1 juta,”katanya.
Sayangnya, Karolina dan Katarina tak mengetahui alamat Yayasan tempat penampungan mereka. “Kami tadi keluar. Pas keluar kami langsung menumpang becak dengan ongkos 10 ribu agar di antar ke kantor polisi. Kami tidak tahu di mana tempatnya, walau pun diajak sekarang ke sana,” terang Karolina.
Menanggapi laporan itu, Kanit Reskrim Polsek Sunggal, Iptu Adhie Putranto Utomo mengaku sudah berkoordinasi dengan pihak UPPA Polresta Medan. Sebelum mengarahkannya ke Dinas Sosial Pemerintah Sumatera Utara perihal bagaimana kelanjutannya. “Sudah kita arahkan ke PPA Polresta Medan sebelum ke Dinsos Sumut,” ujarnya singkat. (tun/gib/wel/bd)