26.7 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Demi Bunga Kredit Rendah, Harga BBM Bakal Naik Lagi

JAKARTA-Kanker subsidi di anggaran pemerintah yang semakin meyiksa memaksa pemerintah membuka lagi pilihan untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Pengambil kebijakan menilai subsidi energi sangat perlu dikurangi secara simultan.

“Tidak menutup kemungkinan (BBM naik). Tahun ini mungkin saja,” ungkap Pelaksana Tugas Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Andin Hadiyanto, di acara peluncuran buku laporan ekonomi Bank Indonesia (BI), di Gedung BI, kemarin (2/4).

Andin memaparkan, kebijakan ini perlu diambil sebab saat ini pemerintah tengah berupaya melakukan reformasi subsidi agar efisien dan tepat sasaran. Pihaknya bercermin ke beberapa negara berkembang yang berhasil dalam reformasi subsidi seperti Turki, Afrika Selatan, dan Filiphina. “Mereka subsidinya konsisten dan terukur. Tidak bisa sporadis pada saat kita perlu,” paparnya.

Oleh karena itu, pihaknya bakal membikin sebuah road map dalam jangka menengah, agar subsidi energi tersebut berjalan konsisten pada saat perlu maupun tidak perlu. “Supaya konsisten, paling mudah melalui pengetatan dari sisi permintaan dengan mengurangi subsidi. Biasanya saat kepepet kita menjadi cerdas seperti pada 2013, dengan menaikkan harga BBM 44 persen,” ujarnya.

Sementara itu, Deputi Gubernur Senior (DGS) BI Mirza Adityaswara mengungkapkan, pengurangan subsidi BBM perlu dilakukan untuk mencapai target inflasi yang rendah pada jangka menengah-panjang. “Kalau ada fixed subsidi, pertama dinaikkan akan ada kontraksi inflasi. Namun seterusnya sudah tidak,” jelasnya.

Jika menggunakan fixed subsidi, ia Juga optimistis inflasi bisa dijaga di level 2 persen. Tidak pelak, kebijakan suku bunga rendah pun akan lebih mudah tercapai. “Kalau ingin seperti Thailand dan Filipina yang suku bunganya 3-4 persen, inflasi Indonesia harus 2 persen. Karena itu inflasi harus stabil,” tuturnya.

Rekomendasi kenaikan harga BBM subsidi memang selalu disuarakan berbagai institusi asing. Ekonom Utama Bank Dunia di Indonesia Ndiame Diop mengatakan, masalah utama penghambat laju pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah minimnya infrastruktur. Sayangnya, pemerintah selalu kesulitan membangun infrastruktur karena kurangnya anggaran. ‘Ini karena dana APBN terlalu banyak disedot untuk subsidi BBM,’ ujarnya. (gal/owi/kim/jpnn/rbb)

JAKARTA-Kanker subsidi di anggaran pemerintah yang semakin meyiksa memaksa pemerintah membuka lagi pilihan untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Pengambil kebijakan menilai subsidi energi sangat perlu dikurangi secara simultan.

“Tidak menutup kemungkinan (BBM naik). Tahun ini mungkin saja,” ungkap Pelaksana Tugas Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Andin Hadiyanto, di acara peluncuran buku laporan ekonomi Bank Indonesia (BI), di Gedung BI, kemarin (2/4).

Andin memaparkan, kebijakan ini perlu diambil sebab saat ini pemerintah tengah berupaya melakukan reformasi subsidi agar efisien dan tepat sasaran. Pihaknya bercermin ke beberapa negara berkembang yang berhasil dalam reformasi subsidi seperti Turki, Afrika Selatan, dan Filiphina. “Mereka subsidinya konsisten dan terukur. Tidak bisa sporadis pada saat kita perlu,” paparnya.

Oleh karena itu, pihaknya bakal membikin sebuah road map dalam jangka menengah, agar subsidi energi tersebut berjalan konsisten pada saat perlu maupun tidak perlu. “Supaya konsisten, paling mudah melalui pengetatan dari sisi permintaan dengan mengurangi subsidi. Biasanya saat kepepet kita menjadi cerdas seperti pada 2013, dengan menaikkan harga BBM 44 persen,” ujarnya.

Sementara itu, Deputi Gubernur Senior (DGS) BI Mirza Adityaswara mengungkapkan, pengurangan subsidi BBM perlu dilakukan untuk mencapai target inflasi yang rendah pada jangka menengah-panjang. “Kalau ada fixed subsidi, pertama dinaikkan akan ada kontraksi inflasi. Namun seterusnya sudah tidak,” jelasnya.

Jika menggunakan fixed subsidi, ia Juga optimistis inflasi bisa dijaga di level 2 persen. Tidak pelak, kebijakan suku bunga rendah pun akan lebih mudah tercapai. “Kalau ingin seperti Thailand dan Filipina yang suku bunganya 3-4 persen, inflasi Indonesia harus 2 persen. Karena itu inflasi harus stabil,” tuturnya.

Rekomendasi kenaikan harga BBM subsidi memang selalu disuarakan berbagai institusi asing. Ekonom Utama Bank Dunia di Indonesia Ndiame Diop mengatakan, masalah utama penghambat laju pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah minimnya infrastruktur. Sayangnya, pemerintah selalu kesulitan membangun infrastruktur karena kurangnya anggaran. ‘Ini karena dana APBN terlalu banyak disedot untuk subsidi BBM,’ ujarnya. (gal/owi/kim/jpnn/rbb)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/