26.7 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Pencalonan Prabowo Picu Kepusingan AS Terkait Visa

FOTO : MUHAMAD ALI/JAWAPOS Capres-Cawapres Gerindra-PAN Prabowo dan Hatta Rajasa mendeklarasikan sebagai pasangan calon Presiden dan Cawapres RI 2014-2019 di Rumah Polonia, Jakarta, Senin (19/5/2014). Pasangan Prabowo - Hatta Rajasa diusung oleh Partai Gerindra, PAN, PPP, PKS, PBB, dan Golkar.
FOTO : MUHAMAD ALI/JAWAPOS
Capres-Cawapres Gerindra-PAN Prabowo dan Hatta Rajasa mendeklarasikan sebagai pasangan calon Presiden dan Cawapres RI 2014-2019 di Rumah Polonia, Jakarta, Senin (19/5/2014). Pasangan Prabowo – Hatta Rajasa diusung oleh Partai Gerindra, PAN, PPP, PKS, PBB, dan Golkar.

SUMUTPOS.CO – Kemunculan Prabowo Subianto sebagai calon presiden Indonesia minggu ini membuat Amerika Serikat menghadapi kemungkinan kecanggungan, karena harus menyambut satu lagi pemimpin Asia yang ditolak masuk negara itu karena diduga terkait dengan pembunuhan massal.

Situasi seperti ini muncul beberapa hari setelah Washington harus mengubah sikap dan menjanjikan visa pada Perdana Menteri India terpilih Narendra Modi, menyusul kemenangan mutlaknya dalam pemilihan presiden. Modi dilarang masuk Amerika Serikat pada 2005.

Kemungkinan perubahan lain muncul setelah Prabowo menjadi calon presiden untuk pemilihan umum 9 Juli nanti.

Prabowo suatu kali merupakan orang yang paling dicaci maki di Indonesia, dituduh menculik, melakukan pelanggaran hak asasi manusia dan percobaan kudeta setelah mantan mertuanya, almarhum Presiden Suharto turun dari kekuasaan.

Koran New York Times melaporkan pada Maret bahwa pada 2000, Departemen Luar Negeri AS menolak memberikan mantan jenderal itu visa untuk menghadiri wisuda putranya di sebuah universitas di Boston, namun tidak pernah disebut alasannya.

Prabowo mengatakan pada kantor berita Reuters pada 2012 ia masih tidak diberikan visa AS atas dugaan menghasut kerusuhan yang menewaskan ribuan orang setelah Suharto turun. Ia telah menyanggah semua tuduhan.

Menurut Amnesty International, Prabowo dipecat dari militer pada 1998 karena perannya, saat menjadi komandan Kopassus, dalam penghilangan aktivis-aktivis politik.

Sementara itu, Modi ditolak mendapatkan visa AS pada 2005 berdasarkan undang-undang AS 1998 yang melarang masuknya orang asing yang telah melakukan “terutama pelanggaran kebebasan agama yang parah.”

Modi telah dituduh terlibat dalam kerusuhan agama di negara bagian tempat asalnya di Gujarat pada 2002, di mana lebih dari 1.000 orang, sebagian besar Muslim, tewas.

Namun, setelah partai Modi berjaya dalam pemilu minggu lalu, Presiden AS Barack Obama segera meneleponnya untuk memberi selamat dan mengundang pemimpin baru sebuah negara yang ia sebut mitra strategis vital bagi Gedung Putih itu.

Departemen Luar Negeri AS mengatakan Modi akan mendapatkan visa A-1 yang diberikan untuk kepala negara. Modi juga telah menyangkal semua tuduhan dan tidak pernah dihukum di India.

Visa A-1 memiliki kekebalan diplomatik dan diterbitkan secara otomatis, kecuali ditolak Obama, yang memiliki kewenangan untuk menolak masuk siapa pun yang telah melakukan “kejahatan melawan kemanusiaan atau pelanggaran HAM serius lainnya, atau telah mencoba atau berkonspirasi untuk melakukannya.”

Saat ditanya apakah Prabowo akan mendapat perlakuan sama seperti Modi jika ia menang pemilu di Indonesia, seorang pejabat Departemen Luar Negeri mengatakan bahwa lembaga itu tidak membahas visa untuk kasus individual.

“Kita tidak dapat berspekulasi mengenai hasil aplikasi visa mana pun,” ujarnya dalam pernyataan tertulis.

Pejabat itu menambahkan bahwa Amerika Serikat tetap “berkomitmen terhadap hubungan dekat dengan Indonesia dan berharap hubungan itu berlanjut.”

Para analis yakin Prabowo, seperti Modi, akan diberi visa jika ia menang pemilu.

Ernie Bower, ahli Asia Tenggara dari lembaga kajian di AS Center for Strategic and International Studies, mengatakan seperti halnya pengumuman darurat militer di Thailand minggu ini, kasus Prabowo mengundang kepusingan baru sementara Washington mencoba memperkuat hubungan di Asia Tenggara di tengah semakin agresifnya China.

“Bagi Amerika Serikat, paling penting adalah untuk fokus pada mandat rakyat Indonesia. Washington harus merangkul dan bekerja sama dengan siapapun kandidat yang terpilih,” ujarnya. (Reuters/David Brunnstrom)

FOTO : MUHAMAD ALI/JAWAPOS Capres-Cawapres Gerindra-PAN Prabowo dan Hatta Rajasa mendeklarasikan sebagai pasangan calon Presiden dan Cawapres RI 2014-2019 di Rumah Polonia, Jakarta, Senin (19/5/2014). Pasangan Prabowo - Hatta Rajasa diusung oleh Partai Gerindra, PAN, PPP, PKS, PBB, dan Golkar.
FOTO : MUHAMAD ALI/JAWAPOS
Capres-Cawapres Gerindra-PAN Prabowo dan Hatta Rajasa mendeklarasikan sebagai pasangan calon Presiden dan Cawapres RI 2014-2019 di Rumah Polonia, Jakarta, Senin (19/5/2014). Pasangan Prabowo – Hatta Rajasa diusung oleh Partai Gerindra, PAN, PPP, PKS, PBB, dan Golkar.

SUMUTPOS.CO – Kemunculan Prabowo Subianto sebagai calon presiden Indonesia minggu ini membuat Amerika Serikat menghadapi kemungkinan kecanggungan, karena harus menyambut satu lagi pemimpin Asia yang ditolak masuk negara itu karena diduga terkait dengan pembunuhan massal.

Situasi seperti ini muncul beberapa hari setelah Washington harus mengubah sikap dan menjanjikan visa pada Perdana Menteri India terpilih Narendra Modi, menyusul kemenangan mutlaknya dalam pemilihan presiden. Modi dilarang masuk Amerika Serikat pada 2005.

Kemungkinan perubahan lain muncul setelah Prabowo menjadi calon presiden untuk pemilihan umum 9 Juli nanti.

Prabowo suatu kali merupakan orang yang paling dicaci maki di Indonesia, dituduh menculik, melakukan pelanggaran hak asasi manusia dan percobaan kudeta setelah mantan mertuanya, almarhum Presiden Suharto turun dari kekuasaan.

Koran New York Times melaporkan pada Maret bahwa pada 2000, Departemen Luar Negeri AS menolak memberikan mantan jenderal itu visa untuk menghadiri wisuda putranya di sebuah universitas di Boston, namun tidak pernah disebut alasannya.

Prabowo mengatakan pada kantor berita Reuters pada 2012 ia masih tidak diberikan visa AS atas dugaan menghasut kerusuhan yang menewaskan ribuan orang setelah Suharto turun. Ia telah menyanggah semua tuduhan.

Menurut Amnesty International, Prabowo dipecat dari militer pada 1998 karena perannya, saat menjadi komandan Kopassus, dalam penghilangan aktivis-aktivis politik.

Sementara itu, Modi ditolak mendapatkan visa AS pada 2005 berdasarkan undang-undang AS 1998 yang melarang masuknya orang asing yang telah melakukan “terutama pelanggaran kebebasan agama yang parah.”

Modi telah dituduh terlibat dalam kerusuhan agama di negara bagian tempat asalnya di Gujarat pada 2002, di mana lebih dari 1.000 orang, sebagian besar Muslim, tewas.

Namun, setelah partai Modi berjaya dalam pemilu minggu lalu, Presiden AS Barack Obama segera meneleponnya untuk memberi selamat dan mengundang pemimpin baru sebuah negara yang ia sebut mitra strategis vital bagi Gedung Putih itu.

Departemen Luar Negeri AS mengatakan Modi akan mendapatkan visa A-1 yang diberikan untuk kepala negara. Modi juga telah menyangkal semua tuduhan dan tidak pernah dihukum di India.

Visa A-1 memiliki kekebalan diplomatik dan diterbitkan secara otomatis, kecuali ditolak Obama, yang memiliki kewenangan untuk menolak masuk siapa pun yang telah melakukan “kejahatan melawan kemanusiaan atau pelanggaran HAM serius lainnya, atau telah mencoba atau berkonspirasi untuk melakukannya.”

Saat ditanya apakah Prabowo akan mendapat perlakuan sama seperti Modi jika ia menang pemilu di Indonesia, seorang pejabat Departemen Luar Negeri mengatakan bahwa lembaga itu tidak membahas visa untuk kasus individual.

“Kita tidak dapat berspekulasi mengenai hasil aplikasi visa mana pun,” ujarnya dalam pernyataan tertulis.

Pejabat itu menambahkan bahwa Amerika Serikat tetap “berkomitmen terhadap hubungan dekat dengan Indonesia dan berharap hubungan itu berlanjut.”

Para analis yakin Prabowo, seperti Modi, akan diberi visa jika ia menang pemilu.

Ernie Bower, ahli Asia Tenggara dari lembaga kajian di AS Center for Strategic and International Studies, mengatakan seperti halnya pengumuman darurat militer di Thailand minggu ini, kasus Prabowo mengundang kepusingan baru sementara Washington mencoba memperkuat hubungan di Asia Tenggara di tengah semakin agresifnya China.

“Bagi Amerika Serikat, paling penting adalah untuk fokus pada mandat rakyat Indonesia. Washington harus merangkul dan bekerja sama dengan siapapun kandidat yang terpilih,” ujarnya. (Reuters/David Brunnstrom)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/