HONGKONG, SUMUTPOS.CO – Unjuk rasa kembali mewarnai peringatan 1 Juli di Hongkong. Puluhan ribu orang memadati ruas-ruas jalan utama negeri yang lepas dari kendali Inggris pada 1 Juli 1997 itu. Kemarin (1/7) massa menuntut Beijing untuk tidak terlalu mencampuri urusan internal otoritas mereka.
“Pemerintahan kami sendiri, pilihan kami sendiri,” ucap para pengunjuk rasa. Mereka menolak penunjukan pemimpin eksekutif pemerintahan oleh Beijing sebagaimana yang terjadi selama ini. Massa juga mendesak Leung Chun-ying yang saat ini menjabat pemimpin eksekutif Hongkong agar segera mundur. Selanjutnya, masyarakat akan memilih pemimpin mereka sendiri lewat proses demokrasi.
Beberapa waktu lalu, masyarakat Hongkong mengadakan referendum mengenai pemilihan pemimpin. Sedikitnya 800.000 penduduk Hongkong terlibat dalam referendum yang menentukan masa depan demokrasi tersebut. Berdasar hasil referendum itu, warga berhak menunjuk pemimpin mereka sendiri. Tetapi, Tiongkok menganggap referendum itu tidak resmi dan menyalahi aturan.
Beijing yang tidak mengakui hasil referendum tentang demokrasi tersebut selalu menganggap Hongkong sebagai salah satu provinsi mereka. Meski memiliki hak untuk mengatur pemerintahannya sendiri, Hongkong selalu tidak bisa lepas dari peran Tiongkok. Bahkan, pemimpin tertinggi Hongkong pun ditunjuk Beijing. Pengekangan itulah yang membuat warga Hongkong “memberontak”.
“Hongkong menjadi tempat yang kebebasannya semakin berkurang,” ujar Eric Wong, seorang fotografer 24 tahun yang ikut demonstrasi. “Kami bertransformasi menjadi Tiongkok,” tambahnya. Apalagi bulan lalu Beijing merilis dokumen resmi yang menjabarkan wewenang mereka atas Hongkong. Dalam dokumen kebijakan yang oleh media disebut white paper itu, kabinet Tiongkok menegaskan, Beijing berhak mengatur hak-hak Hongkong dalam mengatur pemerintahan. Pernyataan tersebut jelas membuat masyarakat Hongkong geram.
“Dulu, mereka (Beijing) melakukannya secara bertahap. Tetapi, kini mereka melakukannya secara terang-terangan. Mereka, tampaknya, sudah tidak tahan lagi pada warga Hongkong,” kata Kennie Chan, demonstran lain. Karena itu, wajar jika masyarakat Hongkong tidak lagi menjadi warga yang penurut dan semakin sering melakukan aksi protes turun ke jalan.
Kemarin sebagian demonstran mendendangkan lagu Can You Hear the People Sing? versi Kanton. Salah satu musik dalam film Les Miserables yang diangkat dari novel berjudul serupa karya Victor Hugo itu telah menjadi lagu wajib gerakan prodemokrasi Hongkong. Selain menyanyi, para demonstran membawa spanduk bertulisan protes dalam aksi damai kemarin. (AP/AFP/hep/c15/tia)